Nineteen • Weird and Jealousy

91 7 0
                                    

November di tahun kedua SMU Windsor High School, kegiatan semakin padat dan sibuk. Ash mengingat-ingat tahun pertamanya waktu itu, saat dia masih junior, tidak banyak kegiatan meskipun sudah masuk klub musik. Ash hanya membantu dekorasi panggung dan menjadi penonton pertunjukkan.

Sekarang dia begitu sibuk, karena menjadi penggiring musik klub teater yang akan tampil pada saat Natal nanti. Satu bulan dari sekarang, rencananya Klub Teater Windsor High School akan tampil di panggung utama Balai Kota di pusat kota Windsor. Yeah, memang sudah menjadi agenda tahunan setiap malam Natal, Klub Teater Windsor High School tampil di panggung utama tersebut. Dan itu akan menjadi moment pertama kalinya Ashilla Thompson tampil di panggung itu.

Kesibukannya ini membuat Ash sedikit melupakan Will. Yeah, walaupun tidak sepenuhnya lupa. Tapi akhir-akhir ini Ash dan Will mulai jarang bertemu. Sesekali mereka berangkat ke sekolah bersama, seringnya tidak pulang bersama. Kadang-kadang mereka masih saling mengucapkan ‘selamat malam’ dari jendela kamar masing-masing. Namun, karena Ash seringnya pulang terlalu malam karena latihan, jadi ‘kegiatan rutin’ tersebut mulai jarang dilakukan. Ash agak merasa bersalah setiap sampai di kamarnya lalu melihat jendela kamar Will sudah tertutup tirai dan Will mengirimkan SMS ‘selamat malam’ untuknya.

Ash dan sahabat-sahabatnya untuk sementara tidak berkumpul dulu di markas. Selain karena kesibukan masing-masing dan cuaca yang semakin dingin juga menjadi salah satu alasan mereka tidak berkumpul. Tidak mungkin, kan, memaksakan diri di cuaca yang sangat dingin seperti ini daripada mereka semua sakit? Kesehatan lebih penting bukan?

Will memang tidak terlalu sibuk dengan klub basketnya. Karena memang tidak ada turnamen di musim dingin. Lagipula mereka baru mengikuti kejuaraan basket dan berhasil juara. Tidak perlu di ingat kalau Will pahlawan Klub Basket Windsor High School. Agak mengganggu sebenarnya buat Ash mengetahui Will akhirnya menjadi salah satu murid popular di sekolah. Bukan karena kepopulerannya, tapi Ash tidak mau ikut masuk ke dunia teman-teman elite-nya dan Will sepertinya menyadari itu.

Ash dan Will seperti memiliki hubungan yang aneh. Mereka beberapa kali saling menggoda, menyadari kalau saling tertarik, tapi tidak ada satu pun yang menyatakan perasaan. Mungkin karena sudah terlalu nyaman satu sama lain, sehingga perasaan masing-masing tidak perlu lagi dinyatakan? Atau Will memang hanya bersikap baik pada Ash? Terkadang Ash berpikir, mungkin karena dia suka menghindarinya, sehingga Will merasa d haanya menganggapnya teman. Bukan maksud Ash menghindarinya, hanya saja seharusnya dia paham. Ash paling tidak terbiasa dengan teman-teman elite-nya itu.

∞∞∞

Hari senin di awal Desember. Seperti biasa Ash menunggu ayah yang sedang bersiap-siap.  berangkat bersama. Cuaca semakin dingin, jadi Mr.Thompson memutuskan akan mengantarkan Ash ke sekolah daripada harus berjalan kedinginan ke halte bus.

“Ayah! Cepatlah! Aku akan terlambat!” teriak Ash sambil melirik jam di layar ponselnya.

“Gadis kecil ayah semakin tidak sabaran saja,” celetuk Mr.Thompson yang sudah ada di belakang Ash lalu mencium kepalanya. Aku memajukan bibirnya kemudian mencium kedua pipi ibunya sebelum berpamitan.

Merka pun mulai berangkat dan saat melewati rumah Will, Ash melihatnya sedang berjalan menuju ke halte bus.

“Itu Will, kita ajak berangkat bersama saja? bagaimana?” tanya Mr.Thomspon.

“Terserah ayah saja,” jawab Ash.

Mr.Thompson menghentikan mobilnya. “Hey, Nak! Mau berangkat bersama?” tanyanya sambil menjulurkan kepalanya keluar.

Will yang kaget lalu melihat Ash kemudian tersenyum dan mengangguk. Dia lalu masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku belakang. Ash menyapanya dan mereka saling berbalas senyum. Mr.Thompson tampak senang. Sepanjang perjalanan dia mengobrol dengan Will. Sepertinya mereka berdua bersemangat sekali. Ash hanya tersenyum geli melihatnya.

“Terima kasih, ya.” kata Will.

“Ah bukan masalah, tadi ayahku yang ingin mengajakmu berangkat bersama,” sahut Ash dengan santai.

“Ayahmu orang yang baik.”

“Yeah, sebenarnya sih ayahku penasaran denganmu.”

“Oh, ayahmu penasaran denganku? Kenapa? Dia tidak berpikir kalau kita berpacaran, kan?”

“Tentu saja tidak!” Ash lalu tertawa salah tingkah.

“Kenapa tidak? Kau tidak ingin berpacaran denganku?” tanya Will.

“Yang benar saja! Kau dan aku?” tanya Ash sambil menatapnya. Sekilas dia lihat wajah Will yang seolah-olah mengatakan dia serius dengan pertanyaannya itu. “Sudahlah Will …,” ujarnya sambil meninggalkan Will di lorong sekolah

Will masih menatap Ash yang meninggalkannya berlalu. Dia terus memandanginya dari belakang. Entah apa yang dipikirkan pria itu lalu dia tersenyum kemudian menghela napas. Untuk kesekian kalinya, Will memberi kode dan Ash tidak menggubrisnya.
Bukannya Ash tidak peka, hanya saja dia ingin ketegasan dari perasaannya itu. Bukan semacam kode dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggodanya. Oh ya ampun Will! Kalau kau memang suka pada Ash kenapa harus menarik ulur perasaannya? Tidak salah bukan jika Ash berpikir Will hanya bersikap baik padanya?

“Hei! Melamun saja!” Karen mengagetkan Ash dari lamunannya. “Kau mikirin siapa? Will?” tanyanya yang seperti bisa membaca pikiran Ash.

“Hm-mm,” gumam Ash sambil menganggukkan kepalanya.

“Memangnya ada apa? Bukankah kalian sudah membereskan salah paham di pesta halloween itu?”

“Yeah, kesalahpahaman di pesta halloween itu memang sudah selesai, tapi bukan itu yang aku pikirkan.”

“Lalu apa?”

“Aku hanya bingung, sebenarnya apa status hubunganku dengan Will.”

“Loh? Kalian memang tidak berpacaran?”

“Tentu saja tidak! Will tidak pernah menyatakan perasaannya padaku.”

“Astaga! Lalu selama ini hubungan kalian apa?”

“Entahlah….”

“Serius Ash! Kau harus memperjelas semuanya!”

“Kenapa harus aku?”

“Karena kau jatuh cinta kepadanya, kan?”

“KAREN!”

“Apa? Aku benar, kan?”

Karen memang benar. Ash memang jatuh cinta pada Will, tapi dia berusaha tidak menunjukkannya. Will mungkin tidak menyadarinya, tapi Karen tidak bisa dibohongi. Dia bahkan bisa membaca pikirannya. Lalu, Ash teringat dengan Jackson White. Tiba-tiba saja dia jadi penasaran.

“Ngomong-ngomong, bagaimana kelanjutan hubungamu dengan Jackson? Ada kemajuan?” tanya Ash pada Karen.

“Ah itu … aku rasa Jackson menyukaimu,” jawab Karen datar.

“Yang benar saja! Mana mungkin seorang Jackson White menyukaiku! Ada-ada saja kau!” sanggah Ash tidak percaya.

“Aku serius Ash … setelah kejadian di pesta halloween itu, Jackson terus menanyaiku tentangmu. Dia begitu khawatir padamu. Semenjak saat itu aku sadar kalau Jack menyukaimu. Dan aku memutuskan menjaga jarak dengannya.” jelas Karen.

“Karen … aku benar-benar tidak tahu….”

“Tidak apa-apa Ash, kupikir kau sudah berpacaran dengan Will. Tahu begini mending Jack buatmu saja,” canda Karen.

“Mana bisa begitu.”

“Oh iya, aku lupa kau jatuh cinta dengan Will”

Ash memicingkan mata ke arah Karen dengan ekspresi –Jangan meledekku!– dan Karen hanya tertawa geli melihat tingkahnya.

Dua jam pelajaran di kelas matematika akhirnya selesai. Ash dan Karen bersiap-siap untuk ke kelas berikutnya. Dan dua jam berikutnya pun akhirnya selesai. Kini waktunya istirahat. Ponsel Ash tiba-tiba bergetar.

WINDSOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang