1106 R (chap 6)

1.1K 141 9
                                    

Hai hai,
Mudah-mudahan nggak bosen nunggu ff abal ini wkwwkwkwkwk.
Oke terimakasih buat yang udah nge vote dan comment di chapter sebelumnya, maaf nggak bisa bales comment kalian, bukannya sombong atau apa, tapi memang dunia nyata saya meminta saya untuk terus diperhatikan wkwwkwkwk.
Oh ya, I bring new chapter. *nggak nanya
Hehe, maaf membuat kalian menunggu untuk baca ff abal ini.
Maaf jadi banyak cuap cuap nggak jelas, saya peringatkan typo bertebaran. Baca jangan sambil tidur, oke?!

Happy Reading

Seohyun mendorong baby stroller milik Hanwoo menjelajahi komplek perumahan yang di tempati oleh Kyuhyun. Pagi-pagi begini sudah banyak orang berlalu lalang di jalan perumahan mewah ini, Seohyun tersenyum ramah menyapa beberapa orang yang menyapanya. Di ujung jalan perumahan ini terdapat sebuah taman bermain untuk anak-anak, juga terdapat lapangan olah raga yang dikhususkan untuk mereka yang memang menyukai olah raga. Seohyun kemudian mendorong stroller Hanwoo menuju taman bermain. Sepanjang  perjalanan menuju taman bermain Hanwoo terlihat begitu antusias, bahkan bayi gembil itu bertepuk tangan dengan semangat, Seohyun hanya terkekeh melihat tingkah lucu Hanwoo. Tiba di taman bermain, pagi hari seperti ini sudah banyak anak kecil yang dibiarkan bebas bermain oleh ibu mereka. Seohyun tersenyum, mengingat dulu ia juga pernah dibiarkan bermain seperti itu ketika pagi ibunya sibuk membuat makan pagi untuk keluarga mereka. Bukannya membantu, gadis itu dulu justru memilih untuk bermain bersama teman-temannya di kebun kakeknya. Seohyun menurunkan Hanwoo dari baby strollernya, gadis itu membimbing Hanwoo untuk belajar berdiri dengan berpegangan pada kursi taman. Hanwoo terkikik geli saat hampir berhasil melepas pegangannya pada kursi taman, Seohyun sudah tertawa melihat tingkah lucu Hanwoonya. Fokus Seohyun pada Hanwoo berantakan saat mendengar suara ribut kecil dibalik punggungnya. 2 anak kecil berbeda kelamin tengah bertengkar memperebutkan sendok pasir untuk bermain, Seohyun mengamati sekelilingnya untuk mencari tahu siapa orang tua 2 anak kecil yang tengah bertengkar itu. Tak mendapati orang dewasa lain selain dirinya, Seohyun menggendong Hanwoo untuk menghampiri 2 anak kecil yang kini justru saling mendorong untuk berebut sendok pasir itu.
"Hei! Kenapa saling berebut?" tanya Seohyun saat sudah berdiri didepan kedua anak kecil itu, Hanwoo yang berada digendongan Seohyun bertepuk tangan lucu saat melihat dua anak kecil yang kini menatap bingung kearah Seohyun.
"Imoo siapa?" tanya si anak kecil berjenis kelamin perempuan.
"Imoo... nama imoo Seohyun." ucap Seohyun cepat, gadis kecil itu mengangguk-angguk mendengar jawaban Seohyun. Seohyun memperkirakan 2 anak kecil berbeda jenis kelamin itu berumur 5 tahun, dan jika diamati lekat 2 anak itu adalah saudara kembar.
"Jadi... kenapa kalian saling berebut? Bukankah sesama saudara seharusnya saling berbagi?" tanya Seohyun kemudian, si gadis kecil buru-buru membuat alasan.
"Oppa tidak mau meminjamkan sendok pasir itu, padahal dia berjanji akan meminjamkannya padaku." jelas si gadis kecil, tak mau kalah anak laki-laki disampingnya segera menyahut.
"Aku akan meminjamkan sendok itu jika aku sudah selesai memakainya, aku memang berjanji padanya." Jelas si anak laki-laki pada Seohyun. Seohyun mengangguk-anggukkan kepalanya, seolah menjadi mediator dalam pertengkaran kecil saudara kembar ini.
"Siapa nama kalian?" tanya Seohyun kemudian.
"Ruby." Ucap si gadis kecil penuh semangat.
"Robin." Jawab si anak lelaki datar. Seohyun menilai sikap kedua anak kecil didepannya dengan teliti, sikap keduanya cukup contrast.
"Oke, Ruby kau harus menunggu oppa mu selesai menggunakan sendok itu, kau harus bersabar. Bukankah oppa mu sudah berjanji akan meminjamkan sendok itu untukmu?" tanya Seohyun kemudian, gadis kecil bernama Ruby itu mengangguk pelan.
"Nah, Robin. Kau anak lelaki, kau juga seorang oppa seharusnya kau menjaga donsaengmu, lagipula kau sudah berjanji meminjamkan sendok itu pada Ruby kan?" tanya Seohyun kemudian. Robin mengangguk singkat mendengar penuturan Seohyun, ia memberikan sendok plastik itu pada sang dongsaeng. Namun, Ruby menolaknya dan perhatiannya kini teralih pada bayi gembil digendongan Seohyun.
"Siapa namanya?" tanya Ruby antusias, gadis kecil itu takut-takut memegang kaki Hanwoo yang bebas dari gendongan tangan Seohyun. Seohyun memainkan tangan Hanwoo seolah mengajak jabat tangan Ruby.
"Namaku Hanwoo, noona." Kata Seohyun menirukan logat anak kecil, tangan Hanwoo yang mungil ia sentuhkan pada tangan Ruby yang  juga kecil. Ruby begitu antusias menyambut tangan mungil Hanwoo. Robin yang melihatnya hanya menatap datar kearah Ruby dan Hanwoo bergantian. Seohyun yang menyadari ekspresi datar Robin kini mendekatkan Hanwoo pada Robin.
"Senang bertemu denganmu, hyeong." Ucap Seohyun lagi-lagi menirukan logat anak kecil. Hanwoo terkikik mencoba menggapai wajah Robin, Robin sendiri sudah membiarkan tangannya yang kecil menyentuh wajah Hanwoo.
"Robin! Ruby! Kajja, kita pulang!" kata seorang wanita yang sudah berdiri beberapa meter di belakang Robin dan Ruby.
"Oh, bukankah ini nyonya Cho?" tanya wanita tersebut ramah. Seohyun tersenyum ramah, gadis itu membungkuk kecil pada wanita yang kebetulan adalah ibu dari sikembar Robin dan Ruby.
"Wah, kalian sudah akrab rupanya? Siapa nama bayi imoo?" tanya wanita tersebut pada kedua anaknya. Robin dan Ruby saling bersahutan menjawab pertanyaan ibu mereka.
"Mereka pasti berebut mainan lagi, biasanya Ruby sudah menangis jika saya datang kemari. Tapi hari ini ia tidak menangis, ah terimakasih banyak sudah melerai mereka." ucap wanita tersebut tersenyum ramah, matanya membentuk bulan sabit ketika tersenyum, manis sekali. Wanita itu bermarga Lee, karena suaminya memang bermarga Lee.
"Ah, kebetulan hanya ada saya disini nyonya, jadi tentu saja saya akan melerai mereka jika bertengkar. Mereka anak yang lucu." Ucap Seohyun menatap ramah pada Robin dan Ruby yang kini sibuk menggoda Hanwoo di gendongan Seohyun.
"Sepertinya mereka menyukai bayimu, nyonya." Ucap nyonya Lee ramah. Nyonya Lee melihat kearah jam di pergelangan tangannya.
"Kajja! Kita harus pulang, appa pasti sudah menunggu kalian." Ucap nyonya Lee kepada kedua anaknya.
"Eomma, aku ingin bertemu Hanwoo lagi. Boleh kita membawa Hanwoo kerumah?" tanya Ruby polos, Seohyun terkejut mendengarnya kemudian tersenyum, nyonya Lee tersenyum canggung pada Seohyun.
"Tentu saja boleh, kalian juga bisa bermain dirumah imoo." Ucap Seohyun kemudian.
"Benarkah?" kali ini yang bertanya bukan Ruby melainkan Robin.
"Hum, kalian bisa bermain bersama Hanwoo dirumah kami." Ucap Seohyun kemudian, Ruby menatap kearah sang eomma seolah meminta persetujuan.
"Apa tidak akan merepotkan bila kedua anak ini bermain dirumah kalian? tetangga kami bahkan sering complaint karena tingkah nakal kedua anakku." Ucap nyonya Lee canggung, Seohyun tersenyum disana.
"Saya tidak masalah, lagipula Hanwoo juga belum memiliki teman bermain disini. Sepertinya mereka menyukai Hanwoo." Ucap Seohyun kemudian, nyonya Lee lagi-lagi tersenyum canggung.
"Lalu tuan Cho? apa tidak masalah jika kedua anakku mengganggu kalian, maaf  bukannya saya ikut campur, tapi suami anda jarang sekali bergaul dengan kami, tetangganya sendiri." Ucap nyonya Lee merasa tak enak hati karena terlihat seperti menjelekkan Kyuhyun didepan istrinya sendiri. Seohyun mengangguk-angguk kecil disana, mendapati fakta baru yang tidak terlalu mengejutkan, lelaki itu terlalu memikirkan diri sendiri.
"Anda tidak perlu khawatir nyonya, suami saya pasti sangat senang jika rumah kami ramai. Pintu rumah kami akan selalu terbuka untuk nyonya jika nyonya ingin datang." Ucap Seohyun, nyonya Lee tersenyum mengangguk disana.
"Kalian harus berpamitan pada imoo. Besok eomma akan mengantar kalian kerumah imoo dan kalian bisa bermain bersama Hanwoo." Ucap nyonya Lee pada kedua anaknya. Robin dan Ruby mengangguk semangat, kedua anak kecil itu berpamitan pada Seohyun. Seohyun pun bergegas untuk pulang kerumah. Hari ini ia tidak akan ke restaurant, karena laporan keuangan sudah ia buat beberapa hari lalu. Jadi siang hari ini rencananya ia akan membuat cookies dan juga beberapa makanan ringan untuk kedua bocah kembar itu. Setelah menitipkan Hanwoo pada Jeong ahjumma, Seohyun bergegas menuju dapur. Dapur dirumah Kyuhyun ini tergolong dapur yang cukup besar. Gadis itu kemudian membuka satu persatu rak yang tersedia di dapur tersebut. Senyum Seohyun tersungging saat mendapati beberapa persediaan tepung di rak dapur, juga beberapa coklat batang. Seohyun dengan semangat menggulung lengan kemejanya, untuk membuat adonan cookies.
"Nona sedang apa?" tanya Kim ahjumma tiba-tiba.
"Ah, maafkan saya ahjumma. Bolehkan hari ini saya menggunakan dapur ahjumma?" tanya Seohyun kemudian. Kim ahjumma menatap heran nona nya, tapi tetap menggangguk mendengar pertanyaan terakhir sang nona.
"Nona sedang membua kue?" tanya Kim ahjumma memastikan.
"Ya, cookies. Besok teman Hanwoo akan datang kemari, jadi saya harus membuat snack kecil untuk mereka." jelas Seohyun.
"Boleh saya membantu anda, nona?" tanya Kim ahjumma kemudian, Seohyun mengangguk antusias. Kedua wanita berbeda generasi tersebut membuat kue diselingi dengan obrolan ringan.
"Sudah berapa lama ahjumma bekerja disini?" tanya Seohyun sembari memindahkan kue yang selesai dicetak oleh Kim ahjumma ke dalam pemanggang.
"Sejak tuan muda berumur 2 tahun, saya hidup sebatang kara, dan ibu tuan muda, nyonya Cho memberi saya kehidupan yang layak meski sebagai asisten rumah tangga. Keluarga tuan muda, menganggap saya seperti keluarga sendiri." Jelas Kim ahjumma, Seohyun mengangguk-angguk disana, ia kira Kim ahjumma akan berhenti berbicara mengenai masa lalunya dan keluarga Cho Kyuhyun. Namun, perkiraan Seohyun jauh melesat salah saat Kim ahjumma kemudian melanjutkan penjelasannya.
"Dulu tuan begitu lucu dan pintar untuk ukuran anak usia 2 tahun. Dia sudah pandai mengeja  juga menghapal huruf konsonan dan vocal. Dia cukup dekat dengan kedua orang tuanya, sangat terbuka mengenai apapun yang terjadi disetiap hari yang dilaluinya. Saat remaja, tuan muda bahkan berterus terang pada nyonya dan saya bahwa ia tengah menyukai seorang gadis yang berbeda kelas dengannya. Betapa polos dan lucunya tuan muda saat itu, saya jadi merindukan almarhum kedua orang tua tuan muda." Kim ahjumma menunduk sedih, Seohyun hanya diam mendengarnya.
"Saya merasakan banyak perubahan pada tuan muda usai menyelesaikan pendidikannya di London, apalagi saat tuan dan nyonya Cho meninggal. Tuan muda menjadi sosok yang tidak saya kenal, selalu menyimpan kesedihannya sendiri, terlalu banyak yang tersembunyi dari tuan muda. Padahal, saya selalu siap jika tuan muda berbagi kesedihan dengan saya. Saya selalu berdo'a agar tuan muda mendapat kebahagiaannya kelak. Sepertinya do'a saya sudah dikabulkan dengan menikahnya kalian berdua." Ucap Kim ahjumma tersenyum diakhir kalimatnya, Seohyun tersenyum canggung mendengar penjelasan Kim ahjumma. Dari penjelasan wanita paruh baya tersebut, Seohyun bisa mengambil kesimpulan bahwa selama ini Kyuhyun hidup sebatang kara tanpa orang tuanya, seandainya saja pria itu mau menerima bantuan Kim ahjumma untuk menyembuhkan lukanya saat kedua orang tuanya pergi mungkin pria itu akan tetap menjadi pria yang terbuka pada sekitar. Seohyun meringis membayangkan kemungkinan itu, gadis itu seolah tertohok mengenai keadaan Kyuhyun. Seharusnya ia bersyukur, kedua orang tuanya masih hidup dan dalam keadaan baik-baik saja, tapi apa yang dilakukannya? Ia membiarkan orang tuanya salah paham mengenai dirinya hingga membuat ia terusir dari rumah. Tiba-tiba saja perasaan rindu yang selama ini ia tekan mati-matian membuncah ingin disuarakan kepada orang tuanya. Sudah sejak dulu Seohyun ingin menjelaskan semuanya pada orang tuanya, tak ingin kedua orang tuanya salah paham terhadapnya. Namun, ego gadis itu terlalu sakit karena pengusiran sepihak appanya. Gadis itu sebenarnya ingin menunjukkan pada kedua orang tuanya bahwa ia bisa menjadi seorang yang tak dipandang sebelah mata dengan memiliki 3 resaurant yang selalu ramai pengunjung itu. Sekarang, setelah ia sukses, sikap pengecutnya muncul disaat seperti itu. Bukannya mendatangi kedua orang tuanya, gadis itu justru memilih untuk mengurungkan niatnya bertemu orang tuanya, takut jikalau Hanwoo tidak diterima lagi oleh kedua orang tuanya. Selama ini Seohyun memiliki orang kepercayaan yang menginformasikan padanya mengenai keadaan kedua orang tuanya.
"Ahjumma, bisakah anda menunggu kue-kue ini hingga matang? Saya harus pergi sebentar." Jelas Seohyun, gadis itu megingat janji temunya dengan orang kepercayaannya.

Bertepat direstaurant miliknya tepatnya di ruang kerjanya, Seohyun kini tengah duduk membaca riwayat hidup seorang pria yang sudah menghancurkan hidup sahabatnya. Seohyun sangat serius membaca riwayat  hidup pria bernama lengkap Lee Baekjoon itu hingga mengacuhkan sosok laki-laki yang kini terlihat menyandarkan kepala pada sofa ruang kerja Seohyun.
"Seperti penyelidikan yang kulakukan sebelumnya, pria itu memang satu-satunya pria yang dikencani Haera sebelum Haera menghilang beberapa bulan darimu. Terakhir yang ku konfirmasi dari temanku, Baekjoon bahkan membentak Haera dan mengolok gadis itu wanita jalang saat gadis itu datang ke kantornya." Jelas pria bermata sipit namun tajam bagaikan mata elang itu, Seohyun yang mendengar penjelasan pria tersebut meremas kecil ujung kertas riwayat hidup yang dibacanya. Gadis itu menghela nafas panjang, terlalu terkejut mengenai penuturan pria yang duduk didepannya. Pria itu adalah Kim Jongwoon, sepupu dari pihak keluarga eommanya.
"Haera tidak pernah mengatakannya padaku, menurutmu kenapa gadis itu mencoba melindungi Baekjoon?" tanya Seohyun pada Jongwoon.
"Cinta memang membuat buta, kau mungkin akan melakukan hal yang sama seperti Haera jika kau mengalami kejadian serupa seperti Haera." jelas Jongwoon santai, pria itu memainkan boneka voodoo kecil replika dirinya sendiri yang khusus dibuat sang istri. Jongwoon menganggap boneka voodoo replika dirinya itu adalah jimat khusus yang diberikan Taeyeon, istrinya.
"Ck, aku tidak akan melakukan hal bodoh itu jika aku menjadi Haera. Apa mungkin Haera diancam oleh pria itu?" tanya Seohyun kemudian, Jongwoon memasukkan kembali boneka voodoo buatan sang istri kedalam saku jasnya.
"Mungkin saja, mengingat betapa kejamnya Lee Baekjoon. Aku harus pergi, Taeyeon pasti menungguku." Ucap Jongeoon kemudian.
"Hati-hati, sampaikan salamku pada Taeyeon eonnie." Ucap Seohyun, Jongwoon mengangguk dan kemudian bergegas pergi begitu saja.

TBC

1106 RendezvousWhere stories live. Discover now