Aku mencintaimu dalam bait doa yang aku ucapkan pada Sang Pencipta.
Aku mencintaimu pada setiap kata-kata yang ku rangkai menjadi sebuah kalimat.
Tapi aku mencintaimu hanya sekedar ini saja.
Tidak lebih, cukup seperti ini.
Karena aku tidak ingin mencintaimu melebihi cintaku pada-Nya.
Karena aku lebih mencintai Dia dari pada kamu yang belum tentu menjadi imamku.
Maafkan aku jika selacang ini mencintaimu tanpa persetujuanmu.
Karena ini rasaku, ini hatiku, dan aku tidak bisa memaksanya untuk tidak mencintaimu.
-aza"Manteb nih puisi.. siapa sih aza?" Tanya Rendra pada Aurel. Aurel mengendikkan bahunya.
"Ya mana gue tau. Elo sendiri kenal nggak sama si aza itu?"
"Ya kalo gue kenal, gue nggak akan tanya elo Aurel cantik." Ucap Rendra penuh penekanan pada kata 'Aurel Cantik'.
"Baru sadar kalo gue cantik? Udah dari dulu kali." Jawab Aurel dan langsung mendapat cibiran dari Rendra.
"Udah deh buruan ke kantin. Laper gue." Ucap Aurel lalu melenggang mendahului Rendra menuju kantin.
Sementara Rendra masih memikirkan siapa penulis puisi itu. Otaknya berputar, ia seperti mengenal tulisan itu. Karena tulisannya tidak asing bagi dirinya. Tapi tetap saja, dalam keadaan lapar otaknya akan lebih lambat dalam bekerja. Maka dari itu ia memilih untuk mengejar Aurel yang sudah lebih dulu menuju kantin.
Kantin tampak ramai. Tentu saja, namanya juga kantin. Setiap kali jam istirahat tiba pasti banyak manusia-manusia dengan perut lapar berdatangan untuk mengisi perutnya.
Kepalanya menengok kesana kemari untuk mencari keberadaan Aurel. Dan saat ia menemukannya ia segera melesat menyusul beberapa orang yang turut duduk bersama Aurel."Makan itu bukan masalah dimana dan sama siapanya. Tapi masalah halal atau enggaknya."
"Nah bener tuh Dinda. Yang penting halal." Sahut Rama.
"Terus kapan kamu halalin aku?" Celetuk Aurel asal-asalan. Membuat orang-orang di hadapannya berdeham-deham tidak jelas. Sementara Rama malah tampak menegang.
"Udah di kode-in tuh kak. Buruan di halalin." Tambah Zhafran. Membuat Rama semakin menegang. Sedangkan Dinda yang juga ada di sana sedari tadi mengamati Rama. Senyum terbit di bibirnya. Bukan karena ia bahagia, melainkan senyum getir karena nyatanya sangat terlihat dari mata Rama bahwa pria itu menaruh perasaan lebih kepada Aurel.
Sementara Aurel yang sedari tadi menjadi biangnya malah tengah duduk tenang sembari mengaduk-aduk minumannya.
"Aku mencintaimu dalam bait doa yang aku ucapkan pada Sang Pencipta." Ucap Rendra tiba-tiba. Ia baru saja datang dan berbicara seperti itu membuat lima orang di hadapannya menoleh ke arahnya. Kemudian Rendra tanpa berucap lagi, ia mendudukkan badannya tepat di hadapan Clarista yang tengah menikmati nasi gorengnya.
"Aku mencintaimu dalam bait doa yang aku ucapkan pada Sang Pencipta. Aku mencintaimu pada setiap kata-kata yang ku rangkai menjadi sebuah kalimat." Ucap Rendra lagi. Clarista mendongak menatap Rendra.
"Tapi aku....."
"Lo kenapa bang?" Potong Zhafran yang membuat Rendra mendengus.
"Abis ngapalin puisinya aza tuh tadi." Sahut Aurel.
"aza?" Tanya Clarista.
"Itu, ada puisi yang di tempel di mading. Nama penulisnya aza. Nggak tau deh siapa. Tapi Rendra baper tuh sama puisinya." Jawab Aurel.
"Enak aja, gue nggak baper kali." Protes Rendra.
"Terserah." Jawab Aurel.
"aza siapa sih?" Tanya Rendra.
"Adinda Zahra Abhimanyu." Ucap Zhafran spontan. Membuat semuanya menoleh menatap Adinda.
"Apa??" Tanya Dinda seolah tidak terjadi apa-apa.
"Beneran? Aza itu elo?" Tanya Aurel.
"Makanya gue nggak asing sama tulisannya." Tambah Rendra. Sementara Dinda memilih diam tak menjawab. Sebenarnya ia malu saja.
"Emang gimana sih puisinya bang?" Tanya Clarista, membuat Rendra tersenyum penuh arti.
"Rista mau denger. Kebetulan abang hafal." Ucapnya lalu berdeham.
"Aku mencintaimu dalam bait doa yang aku ucapkan pada Sang Pencipta.
Aku mencintaimu pada setiap kata-kata yang ku rangkai menjadi sebuah kalimat.
Tapi aku mencintaimu hanya sekedar ini saja.
Tidak lebih, cukup seperti ini.
Karena aku tidak ingin mencintaimu melebihi cintaku pada-Nya.
Karena aku lebih mencintai Dia dari pada kamu yang belum tentu menjadi imamku.
Maafkan aku jika selacang ini mencintaimu tanpa persetujuanmu.
Karena ini rasaku, ini hatiku, dan aku tidak bisa memaksanya untuk tidak mencintaimu."Selepas Rendra membacakan puisi itu. Semuanya menatap Dinda. Membuat Dinda kelabakan.
"Emang siapa Din yang kamu cintai dalam bait Doa yang kamu ucapkan pada Sang Pencipta?" Tanya Rama. Membuat ia semakin kelabakan. Pipinya bahkan sudah memerah. Andai saja ia punya keberanian. Mungkin ia sudah meneriaki Rama dan mengatakan bahwa yang ia maksud adalah Rama. Sayangnya keberanian itu tidak di milikinya. Terlebih saat ia menatap perempuan yang duduk di samping Rama, Aurel--perempuan yang Rama sukai. Hatinya langsung terasa sakit."Ada lah." Jawab Dinda.
"Cie malu-malu. Kayaknya Dinda yang lebih siap di halalin deh Ram. Buruan Ram halalin." Ucap Aurel asal. Membuat pipi Dinda semakin merah.
"Kak Rama kan maunya halalin kak Aurel." Ucap Dinda menyatakan fakta yang ada. Namun sayangnya fakta itu tidak di ketahui orang-orang di sekelilingnya.
"Kok jadi gue sih?." Ucap Rama.
"Udah Ram. Halalin dua-duanya aja." Ucap Rendra asal.
"Satu aja berat. Apalagi dua."
"Gue mah. Mau halalin Clarista aja lah."
"Eh??" Clarista menatap Rendra tajam.
"Ngaco semuanya deh." Lanjut Clarista. Membuat semuanya tertawa.
"Mungkin mereka udah pengen nikah kali Ris." Jawab Zhafran.
"Zhafran jangan mulai deh. Makan dulu gih." Ucap Aurel menginterupsi Zhafran. Membuat Zhafran terkekeh lalu melanjutkan makannya. Dan keadaan pun menjadi hening, tidak seramai tadi. Semua memilih untuk menikmati makanannya sebelum bel masuk berbunyi.
"Tapi abang serius loh Ris." Ucap Rendra tiba-tiba.
"Abang makan dulu deh. Clarista belum siap di halalin. Mau sekolah" Ketus Clarista membuat semuanya kembali tertawa kecuali Aurel. Karena biarpun bercanda. Ucapan Rendra benar-benar mengusiknya. Ah hati.. mengapa kau rapuh sekali??
***-maaf absurd
-hks
KAMU SEDANG MEMBACA
Hexagon Love
Genç KurguIni bukan lagi kisah cinta segitiga dimana ada tiga hati yang merebutkan satu cinta dan berakhir dengan satu hati yang tersakiti atau justru ketiga hati itu tersakiti. Tapi ini adalah kisah dimana ada enam hati yang saling tertaut. Lantas bagaimanak...