KISAH KEEMPAT: HAREM

338 25 152
                                    

"Wah, kita sekelas," ucap Avira-san setelah mendengar cerita selama aku di sekolah tadi. "Tapi, kenapa kepala sekolah langsung menerimamu, ya?"

"A-Aku juga tidak tahu..." balasku mengelak.

Sebenarnya, aku memiliki asumsi kalau alasannya adalah supaya dia bisa dengan mudahnya menantangku bertarung sampai dia menang. Tapi, aku rasa asumsi ini tidak perlu diceritakan. Kalau kuceritakan, rasanya aku bersalah kepada calon murid yang mendaftar ke sana atau pindah ke sana.

Sekarang, kami sedang berjalan menuju asrama, tepatnya di perkotaan. Sebenarnya kami bisa saja langsung sampai di dekat asrama, kalau Avira-san tidak salah menaiki bus. Ditambah, Avira-san baru menyadari kalau dirinya salah menaiki bus setelah pemberhentian ketiga. Dan di daerah kami turun karena salah naik bus, tidak ada halte jadwal jalan menuju daerah asrama. Walau begitu, untungnya menurut Avira-san tempat kami turun dengan asrama tidak terlalu jauh... paling butuh 1 jam dengan jalan kaki.

"... A-Aku benar-benar minta maaf... Kita jadi harus berjalan kaki..."

"Sudah kubilang tidak apa-apa. Aku sudah biasa jalan kaki. Lagipula, dengan begini aku bisa bersama denganmu cukup lama."

Aku bisa melihat Avira-san mengalihkan pandangan dan menundukkan kepalanya. Kurasa, dia malu mendengar kalimatku tadi. Yah, memang itulah reaksi yang kuharapkan. Reaksi malunya itu terlihat cukup manis.

"Oh iya, Avira-san. Sepertinya, aku melupakan sesuatu..." Avira-san pun langsung melihat ke arahku dengan wajah tanda tanya. "Seragamku bagaimana?"

Seketika, aku melihat pupil mata Avira-san membesar, bahkan ekpresinya terlihat baru saja mendengar dunia akan hancur. Dia benar-benar terkejut diam. Walau aku menjetikkan jariku di depan wajahnya, dia tidak tidur juga. Ah, dia kan bukan dihipnotis. Pokoknya, dia terlihat terkejut.

"GOMENNASAIIII!!" ucap Avira-san ditambah menundukkan badan tiba-tiba, sampai membuatku terkejut dan hampir meloncat ke belakang. "Aku lupa bilang kalau kau harus memesan seragamnya di toko sekolah! Maaf!"

"Eh, ah... i-ini bukan salahmu... Aku juga salah karena lupa..."

Avira-san pun menundukkan kepala, tanda menyesal. "Ta-Tapi... gara-gara aku ceroboh lagi, waktu belajarmu akan terpotong atau bahkan tidak bisa mengikuti pelajaran, apalagi kau baru saja masuk... Jadi, kau tidak bisa menikmati pelajarannya dengan baik..."

Gawat, dia benar-benar terlihat murung sekali... rasanya kalau aku berpikir negatif berlebihan, dia bisa saja langsung bunuh diri gara-gara menyesal akan kecerobohannya itu. Aku tidak bisa membiarkannya!

"Ngo-Ngomong-ngomong, Avira-san! Soal jadwal belanja hari ini, biasanya kalian beli di toko mana?"

"... Kami... biasanya pergi ke toko yang berbeda-beda..." jawabnya masih menundukkan kepala dengan murung.

Sial, pertanyaan untuk mengalihkan kemurungannya gagal! Apa yang harus aku lakukan? Kalau misal ini adalah galge, mungkin akan muncul beberapa pilihan dan aku tinggal pilih salah satunya. Tapi, sayangnya itu tidak akan terjadi. Apa aku harus membuatnya sendiri? Tapi apa pilihannya, ya?

Eto... pertama, menembak dia. Kedua, menciumnya. Ketiga, mengajaknya ke... Bentar!! Kenapa harus hal yang memalukan dan mesum pilihannya?!!! KENAPA DENGAN OTAKKU!!!?

"A-Ano... Rifki-kun..." panggil pelan Avira-san, berhasil mengalihkan perhatianku. "A-Apa kau su-suka... ma-makan jajanan atau makan siang saat istirahat di sekolah...?"

"Eh, ah... Sebenarnya aku lebih suka jajan, tapi kadang aku tidak jajan u-"

AH! Aku punya ide! Mungkin dengan pertanyaan ini, murungnya akan teralihkan menjadi marah malu-malu! Dan bisa juga menjadi candaan yang pas untuk menghilangkan rasa penyesalannya!

ATNIL (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang