Si tuan pemilik payung strawberry ini tidak pernah lagi datang untuk mengambil payungnya. Aku pun tidak menemukan batang hidungnya di sekolah. Aku tahu, dari seragamnya, dia adalah siswa di sekolah yang kutempati. Tapi anehnya, tak ada satupun teman sekelasku yang tahu. Apa jangan-jangan dia tidak terkenal?
Pemikiran semacam itu terus mengganggu pikiranku. Siang ini aku tak lagi cemas terlambat ke sekolah. Hari ini hari libur, jadi aku bisa leluasa menunggu di teras tempat bekerjaku untuk menunggunya. Sambil membawa payung berwarna pink ini, mataku tak henti memandangi orang-orang yang lalu lalang.
Tiba-tiba sebuah van hitam berhenti di depanku. Van itu, ukurannya sedikit lebih besar dari van van yang lain. Warnanya hitam mengkilat, begitu diterpa sinar matahari langsung terpantul ke mataku. Aku berusaha menghindar tapi tak bisa. Ukurannya yang panjang sukses memenuhi bagian depan restoran tempatku bekerja ini.
Dari sela-sela jari tanganku. Aku bisa melihat satu persatu orang dari mobil itu turun. Dari bagian tengah saja turun delapan orang, belum ditambah dari bagian depan dua orang. Mobil sebesar itu rupanya cukup menampung sepuluh pria yang memiliki badan cukup besar. Salah seorang pria yang wajahnya lebih tua dari yang lain, keluar hanya untuk memberikan sesuatu pada salah seorang yang keluar dari bagian depan. Aku tidak tahu dengan jelas benda apa yang sedang dibarter itu. tapi setelahnya pria berwajah lebih tua tadi kembali masuk ke mobil dan membawa mobil tersebut untuk pergi dari depan restoran ini.
Sekarang aku bisa melihat kesembilan orang itu. Oh astaga! Mereka tampan-tampan dan begitu muda. Tinggi badan mereka bervariasi, namun lebih dominan yang tinggi. Mereka bagaikan hallyu star, hanya saja tidak ada fans yang sibuk berteriak-teriak memanggil nama mereka.
Aku sepertinya sedang tersihir. Aku tidak sadar kalau melihat mereka dengan mata yang sama sekali tidak berkedip.
Pria dengan jaket bernomor punggung 61, adalah pria tertinggi yang kutahu. Rambutnya berwarna putih platina dengan kacamata hitam yang menutupi kedua matanya. Dia memiliki bentuk telinga yang unik.
Pria dengan jaket bernomor punggung 94, adalah pria yang berjalan di belakang pria bernomor punggung 61 tadi. Dia juga cukup tinggi. Bedanya adalah wajahnya yang tidak seperti orang Korea kebanyakan. Aku sudah akan menyebutnya pria bule kalau saja dia tidak berbicara dengan bahasa Korea.
Orang yang diajaknya bicara adalah pria bernomor punggung 88. Pria ini warna kulitnya jauh lebih cokelat ketimbang si 94. Matanya sangat kecil dan dia berulang kali menguceknya.
Lalu di belakangnya berjalan seorang pria dengan nomor punggung 01. Pria ini yang tadi keluar dari bagian depan. Tubuhnya jauh lebih pendek dari tiga lainnya. Hanya dia sepertinya cukup disegani. Wajahnya pun terlihat tegang meski dia mempunyai kulit yang lebih mulus dariku.
Ada pria yang sangat manis seperti laki-laki berusia 13 tahun. Mungkin dia yang paling muda, tapi tidak mungkin karena yang lain memanggilnya hyung. Dia adalah pria yang mengenakan nomor 99.
Kemudian di belakangnya berjalan dua orang pria yang sedang mengobrol. Mereka adalah si nomor 12 dan 21. Dan yang berjalan paling akhir adalah si nomor 10 dan 04. Si nomor 10 sibuk mendengarkan lagu dari earphone-nya, sehingga dia melupakan si nomor 04 di sampingnya. Sementara si nomor 04 itu sedang..
Menoleh padaku..
Menatapku..
Tersenyum padaku..
"Byun Baek Hyun," desisku spontan.
Senyumnya semakin lebar. Dia sengaja memperlambat langkahnya, membiarkan yang lain masuk terlebih dulu. Kemudian dia melangkah mendekatiku.
"Annyeong Park Jung Ah-sshi."
"Annyeong.."
"Kita bertemu lagi. Sedang apa kau di sini?" dia memandangku dengan penuh binar di matanya. Kurasa aku mulai menyukai binar itu.
Kuangkat tangan kananku, menunjukkan payung strawberry yang kubawa.
Dia memandang benda itu sebentar kemudian tersenyum kembali padaku.
"Tidak perlu dikembalikan. Itu untukmu."
"Tapi.."
"Aku tidak meminjamkannya."
Aku yakin payung jenis ini sangat langka di dunia. Aku tidak suka strawberry, tapi aku sudah memakainya akhir-akhir ini.
"Gomawo."
Dia mengangguk pelan. "Kau mau makan siang? Bagaimana kalau bergabung dengan kami?"
Aku memandangnya ragu, dan lagi-lagi dia menyadari tatapanku. "Tenang saja. Mereka itu baik. Kami ke sini untuk makan siang."
Aku tahu itu, Baekhyun-sshi. Yang kutanyakan sebenarnya, "mereka itu siapa?"
Matanya melebar sesaat. "Kami... team football Seoul."
Kali ini giliran mataku yang melebar. "Football? American football?"
Dia mengangguk pelan.
"Yaa Baek Hyun!"
Kami serentak menoleh ke asal suara. Pria dengan nomor 21 menghampiri kami. "Ayo masuk."
Baekhyun mengangguk padanya, kemudian menoleh padaku. "Aku harus pergi, Jung Ah-sshi. Sampai jumpa lain waktu."
Aku hanya mengangguk.
Dia pun melangkah pergi bersama si pria bernomor 21. Tapi sebelumnya si pria dengan nomor 21 itu menyapaku dengan senyuman.
American football?
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Everything [Baekhyun FF]
FanfictionAku ingin menjadi cahaya yang selalu menerangi jalanmu, bukan lagi orang yang selalu menghilang dan datang tiba-tiba seperti kekuatan milik Kai. --Byun Baekhyun *sudah pernah di post di blog ^^