48

23 3 0
                                    

Aku sampai di sekolah pukul dua kurang lima belas menit. Di gerbang, aku dihadang oleh seorang namja. Dia memakai masker, topi, serta sarung tangan yang warnanya senada dengan pakaian yang dia kenakan. Di tangannya terdapat sebuah kotak bekal. Dari bentuknya, aku tahu itu adalah kotak bekalku yang dua hari lalu kutinggal di dekat padang rumput.

"Mianhae Jung Ah.." ucapnya dengan suara serak.

Dia tidak menangis. Kedua matanya baik-baik saja dan wajahnya juga tidak memerah.

Aku meraih kotak itu dan mendekapnya erat. Di saat aku menatapnya, dia malah membuang pandangan. Dia membuatku curiga. Sepertinya dia bukan sedang takut kumarahi, tapi lebih pada sesuatu yang agaknya sedang disembunyikan.

"Waeyo, oppa?"

Dia melirikku sekilas. "Tidak ada."

Jawaban itu tidak membuatku puas. Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang menahanku untuk tidak bertanya lebih lanjut. Tanganku bergerak menepuk pundaknya. Dia memandangku. Kali ini sorot matanya sangat sayu. Sehebat apapun dia menyembunyikan masalahnya, aku dengan mudah menangkap sinyal itu dari ekspresinya.

"Lain kali aku akan memasakkan makanan kesukaanmu. Kita makan bersama, ne, oppa?"

Dia tidak menjawab, atau setidaknya tersenyum. Matanya tetap memandangku seperti itu. Lidahku sudah gatal untuk bertanya, tapi lagi-lagi tertahan oleh monitor di otakku. Ini bukan saat yang tepat untuk bertanya tentang masalahnya.

"Ya sudah, oppa. Aku masuk dulu."

Aku pun tersenyum padanya untuk yang terakhir kali sebelum melangkah melewatinya memasuki area sekolah. Namun, langkahku terhenti ketika tangannya mencengkram lenganku. Aku pun menoleh.

"Bisa kau berikan aku nomor ponselmu?"

Kepalaku dengan cepat mengangguk. Dia terlihat terburu-buru mengeluarkan ponsel. Dia membuka log ponselnya lalu dia berikan padaku. Dengan cepat, kuketik nomor ponsel yang kuhafal di luar kepala dan setelah itu kuberikan padanya. Dia memberi nama pada nomor itu, saat kulirik, dia bukannya menulis namaku. Namun yang dia tulis adalah, 48.

Dia memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku lalu beralih memandangku. "Masuklah."

Aku pun mengangguk. Untuk yang terakhir, aku tersenyum lagi sebelum berjalan memunggunginya.

TBC    

My Everything [Baekhyun FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang