Semalaman Rangga tidak bisa tidur. Matanya benar – benar tidak mau untuk di ajak kerja sama. Pikirannya juga saat ini melantur entah kemana. Sibuk mencerna ucapan – ucapan sahabatnya tadi siang.
Jujur saja saat ini ia benar – benar merasa andilau. Antara dilema dan Galau. Kalau ia seandainya memilih mengejar Cisa. Mungkin ia akan bahagia. Cisa orang yang sedari dulu ia sukai. Dan ia masih inggat, dulu ia tidak pernah peduli walapun Fadly sering melarangnya mendekati gadis itu. Dulu ia juga tidak pernah ambil pusing mengetahui Cisa sudah punya pacar. Yang ia inginkah hanyalah bisa bersamanya.
Tapi itu ‘dulu’. Kenapa ia mengunakan kata dulu?. Karena kini tanpa sadar cinta sepertinya juga sudah memiliki arti tersendiri dalam hidupnya. Ia memang sudah mati – matian menepis anggapan kalau ia menyukai gadis itu. Ia yakin itu tidak mungkin terjadi. Bahkan kedekatannya dengan cinta tidak lebih dari satu bulan. Apa mungkin dalam waktu yang sesingkat itu ia bisa dengan mudah jatuh cinta. Tentu saja tidak bukan?.
Rangga melirik jam yang tetera di hapenya. Sudah hampir jam satu pagi dan ia masih terjaga. Akhirnya diputuskannya untuk langsung tidur saja. Toh ia tidak mungkin harus terjaga semalaman hanya untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang terlontar tanpa jawaban. Seperti yang Fadly katakan, ia hanya perlu menyadari perasaannya sediri. Terdengar mudah, tapi nyatanya itu terlalu susah.
Setelah sedari tadi hanya berbolek balik diatas ranjangnnya. Akhirnya Rangga berhasil tertidur.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Begitu kelas nya berakhir Rangga segera keluar untuk langsung berlalu pulang. Saat melewati koridor ujung kelas tak sengaja matanya menangkap punggung kasih dan cinta duduk berdampingan di bangku depan tak jauh darinya. Berniat mengabaikan keberadaan mereka, Rangga justru malah menghentikan langkahnya saat terlinganya menangkap kata yang keluar dari mulut kasih.
“Cinta, kalau loe memang suka sama Rangga kenapa loe justru malah minta putus?”
Merasa sedikit terkejut sekaligus penasaran Rangga segera bersembunyi tak jauh darinya. Menguping pembicaraan mereka. Baiklah, ia tau mencuri dengar diam – diam itu tidak baik, tapi membicarakan orang lain di belakang juga bukan tidakan terpuji bukan. Terlebih apa yang mereka bicarakan sepertinya berkaitan dengan dirinya.
“Gue nggak suka sama dia” Bantah cinta kesel. Secara pertanyaan yang sama sudah berulang kali terlontar dari mulut kasih terhitung dari tadi setelah ia mengatakan tentang putusnya hubungan dengan Rangga.
“Gue pernah bilangkan kalau loe nggak bisa ngebohongin gue. Walaupun mulut loe sampe berbusa untuk membatahnya tapi mata loe justru malah mengatakan sebaliknya."
“Heh”Cinta mencibir. Sejak kapan mata mengambil alih tugas mulut? Pikirnya.
“Jangan sok blo’on. Gue mau sekarang juga loe kasi tau, kenapa loe sampe mutusin Rangga."
“Nggak_ada_tapi..” sambung Kasih memotong ucapan cinta yang bahkan belum sempat untuk di ucapkan.
“Memang nya segala sesuatu itu harus ada alasannya ya?” Cinta balik bertanya dengan tatapan menerawang jauh.
“Tentu saja. Bukannya setiap kata ‘kenapa’ selalu membutuhkan ‘karena’ sebagai jawaban” Balas Kasih tegas.
“Nggak juga. Menurut gue tidak semua kenapa harus selalu karena. Kan masih ada walaupun....” balas Cinta lirih.
“Ha?” kening Kasih berkerut bingung.
“Loe tau, Dulu kak rio nggak pernah ngasi tau kenapa di nggak ngajak gue untuk ikut pergi bersama. Terus nyokap gue juga nggak pernah ngasih alasan kenapa ia selalu berantem sama papa. Sementara papa sendiri, sepertinya juga tidak berniat untuk menjelaskan semuanya ke gue. Tapi walaupun begitu. Gue tau. Mereka melakukan itu karena mereka sayang sama gue. Kakak pasti tidak ingin gue terlantar karena ia sendiri belum mapan. Dia tentu juga merasa tidak yakin kalau seandainya gue bareng sama dia hidup gue bisa lebih baik. Dan mama. Walau dia ngga cerita gue juga ngerti dia ngelakuin itu karena nggak yakin gue siap untuk tau semuanya. Sementara papa. Walau ia terus marah – marah dan berantem sama mama ia tetap bertahan juga pasti karena tidak ingin gue bingung untuk menentukan pilihan. Jadi loe tau kan Tidak semua tanya ada jawabnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika cinta harus memilih
Teen FictionCinta berlalu di hadapan kita terbalut dalam kerendahan hati Tetapi kita lari darinya dalam ketakutan Atau bersembunyi dalam kegelapan Atau yg lain mengejarnya Untuk berbuat jahat atas namanya ~khalil gibran~.