part nine

102 1 0
                                    

loe kan belom jawab pertanyaan gue. Cisa itu siapa?. Kok dia bisa bareng sama Rangga sementara loe sendiri malah naik bus sendirian?” tanya kasih yang masih belum puas dengan jawaban atas pertanyaannya tadi.

“Tau...” Cinta hanya angkat bahu sambil duduk di kursinya. Diliriknya jam yang melingkar di tanggannya. Tumben dosen belum masuk. Biasanya kan cepat. 

“Masa loe nggak tau si. Loe kan pacarnya. Lagian....”

“Ssssttt....” Cinta segera mengisaratkan sahabatnya itu untuk diam. 

Walau kesel Kasih terpaksa manut saat mendapati arah telunjuk Cinta, dimana terdapat seorang pria tak dikenal berdiri di depan. Sejenak kasih terdiam. Sibuk memberikan penilaian pada sosok tersebut. Tampang, 8. Style 9. Tinggi oke. Gayanya, modis. Kesimpulannya, tu orang keren amat ya?.

Sementara cinta justru bersukur karena merasa terselamatkan dari pertanyaan yang paling tak di inginkan dari sahabatnya secara bagaimana caranya ia bisa menjelaskan siapa cewek yang bersama Rangga tadi jika pada kenyataannya ia juga tidak tau apa – apa selain kenyataan bahwa cewek tadi bernama Cisa.

“Mohon perhatian semuanya. Perkenalkan saya Alvino. Dosen baru kalian. Mengantikan tugas bu lilian yang dipindah tugaskan dari kampus ini” kata makhluk tersebut yang segera mendapat sambutan hangat dari semuanya. Terlebih dari para mahasiswi. Secara tampang dosen baru ini benar – benar mengiurkan.

“Baiklah, sebelum kita mulai pelajaran, mungkin ada diantara kalian yang ingin bertanya?”.

Kasih segera mencibir sinis kearah teman – temannya saat mendapati hampir semua teman – teman ceweknya mengangkat tangan.

“Pak, sudah punya pacar belom?” tanya Thalita yang langsung mendapat pelototan tajam dari Ardian , Calon pacarnya.

Pak Alvino tampak tersenyum menanggapinya.

“Jujur saja untuk saat ini masih belum. Jadi bagi yang berminat di persilahkan. Pendaftaran masih terbuka kok” Canda pak Alvino menanggapi. 

Sontak terdengar sorakan riuh.

“Persaratannya apa pak” tanya yang lain ikut – ikutan.

“Yang pertama dan paling utama. Wajib, kudu dan harus ‘Perempuan’ pastinya."

“Ha ha ha...” Tawa seisi kelas koor.

Cinta juga ikut tertawa. Wah ternyata nie dosen asik juga, pikirnya.

“Terus pak, punya nomor hape enggak?”.

“Nomor punya, tapi hapenya enggak. Tertarik untuk membelikan?” Balas pak Alvino yang lagi lagi di sambut tawa.

“Ah bapak bisa aja nie becandaannya” Kata sang penanya terlihat salah tinggkah sambil mengaruk – garuk kepalanya yang tidak gatal.

“Baiklah, punya kok. Kenapa memangnya?” tanya pak Alnino lagi.

“kalau gitu boleh minta nomornya donk pak?”.

“Yah jangan donk. Satu – satu nya juga” balas Pak alvino pura – pura pasang tampang serius.

“Ah bapak pelit nie. Padahal walau kita minta kan nggak abis juga. Lagian siapa tau nantinya ada urusan penting gitu. Jadi kan gampang menghubunginya pak” Rayu Mahasiswi yang lainnya.

“Iya deh, boleh” Pak Alvino akhirnya ngalah.

“Nah gitu donk. Bapak asik deh” kata candy yang merasa mendapat tanggapan baik, Yang lain juga ikut – ikutan mengeluarkan hapenya masing – masing. Siap ikutan nyatat.

“Nomorny berapa pak?”

“12” Balas pak Alvino sok polos.

Gubrak, ini dosen beneran koclak.

Ketika cinta harus memilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang