Part 22
•°•
"Aaaaaa!!!" Suara teriakan seorang gadis mendominasi suasana hening di rumah Dimas.
Dimas hapal betul itu suara siapa. Dia melirik sebentar keluar jendela, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar. Dengan langkah tergesa-gesa, Dimas berlari menuju kamar yang ada disebelah kamarnya. Langkah Dimas terhenti saat dirinya sudah sampai didepan pintu kamar yang ia tuju.
Tok... Tok... Tok...
Dimas melayangkan beberapa ketukan di pintu kamar tersebut.
"Dimas!" pekik seorang gadis perempuan setelah pintu terbuka.
Benar yang Dimas pikirkan, gadis perempuan itu ialah (Namakamu) yang sejak tadi tak henti menjerit histeris di dalam kamarnya. Entah apa sebabnya, tak ada yang tahu selain (Namakmu) sendiri.
Beruntung saja, suara jeritan itu hanya didengar oleh Dimas sebab rumah sedang kosong. Oma dan Adik (Namakamu) pergi ke supermarket untuk membeli sesuatu. Sedangkan beberapa pembantu dan para supir sedang mengambil cuti karena hari ini tanggal merah. Jadilah sekarang (Namakamu) dan Dimas hanya berdua dirumah.
"Lo kenapa sih (Nam)? Siang-siang gini teriak-teriak gak jelas. Lo mau bikin gue jadi budek ya? Emangnya ada apaan sih? Apa yang bikin lo teriak?" tanya Dimas bertubi-tubi.
"Eng... itu Dim..."
"Itu? Itu apaan? Ngomong yang jelas dong!" Dimas mulai kesal.
"Sebenernya gue teriak-teriak karena nonton film hantu, serem banget sumpah! Takut gue!" (Namakamu) menghambur ke pelukan Dimas begitu mendengar suara mencekam dari televisi yang belum dimatikannya di dalam kamar.
"Kalau takut, gak usah sok-sok an nonton!'' ejek Dimas sambil mencoba melepaskan diri dari pelukan erat (Namakamu). Namun tak berhasil.
"Ya, mau gimana lagi. Abisnya gue penasaran banget sama film itu." Jawab (Namakmu) seadanya.
"Terserah lo deh, sekarang lepasin gue! Biar gue matiin tuh filmnya."
(Namakamu) menangguk kemudian melepaskan pelukannya pada Dimas seraya menutup kedua matanya menggunakan telapak tangan.
Dimas sedikit terkikik menyaksikan tingkah lucu (Namakamu), Dia juga merasa bahagia sebab (Namakamu) tak bersedih seperti kemarin lagi.
Dimas berjalan masuk kekamar (Namakamu). Kamar gadis itu terlihat sangat rapi, semuanya kelihatan bersih, semerbak harum juga tercium di indera penciuman Dimas. Tipe cewek seperti (Namakamu) sudah masuk ke dalam kriteria cewek idaman Dimas.
Langkah Dimas kembali berhenti melangkah lalu tangannya bergerak menekan tombol off di televisi (Namakamu), setelah itu duduk bersila di lantai kamar orang yang dicintai nya diam-diam itu.
Mata Dimas menyapu kesekeliling kamar yang di dominasi warna putih ini, sampai pandangan nya tertuju pada sebuah buku yang dibiarkan tergeletak di atas meja belajar.
Entah kenapa, rasanya buku itu mampu menarik seluruh perhatian Dimas, membuat Dimas tergerak untuk dan melihatnya. Baru saja Dimas berdiri untuk mengambilnya, sebuah teriakan kembali menghentikan langkahnya.
"Dimas! Lo lama banget sih? Udah dimatiin apa belum?"
Suara lengkingan (Namakamu) mampu membuat jantung Dimas berdetak tak karu-karuan. Akhir-akhir ini Dimas semakin sering berdebar jika sudah menyangkut segala hal tentang (Namakamu).
Apakah seperti itu rasanya menyukai seseorang?
Entahlah, Dimas juga tak tahu karena dia sama sekali belum pernah merasakan nya. Bisa dibilang (Namakamu) adalah cinta pertama Dimas.
Perasaan cinta itu memang tak bisa Dimas pungkiri lagi, hatinya memang benar-benar berkata bahwa dia mencintai (namakmu) dan harus menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkannya agar tak terjadi hal yang menyakitkan lagi. Untuk Dimas juga (Namakamu).
"Udah beres (nam), udah gue matiin kok" Jawab Dimas sejujurnya.
"Beneran nih Dim? Lo gak bohongin gue kan?" tanya (Namakamu) memastikan.
"Iya (Namakamu) sahabat terbaik gue. Gue gak bohong kok" Jawab Dimas lagi.
Dimas kembali melangkah ke arah meja belajar yang sejak tadi jadi tujuannya, keningnya mengernyit membaca judul buku yang sudah ada ditangan nya.
'My idol'
ternyata cuma novel, batin Dimas.
Duk!
Kepala Dimas terbentur dengan kepala seseorang saat ia akan berbalik.
"Aww"
Dimas membuka matanya yang tadi tertutup dengan spontan. Memperhatikan orang yang meringis mengusap kepalanya. Itu (Namakamu).
Dimas merasa bersalah, walau sebenarnya ini terjadi karena ketidak sengajaan.
"Duh, lo kenapa muncul tiba-tiba gitu sih (Nam)?" Dimas meringis, memijat pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut.
(Namakamu) hanya diam, tak menjawab apa-apa terhadap pertanyaan Dimas. Gara-gara kepala nya dan Dimas saling berbenturan ingatannya tertuju kembali pada pertemuan pertama kali nya dia dengan Ari, laki-laki yang teramat sangat ia cintai.
Sejak (Namakamu) menceritakan semua yang terjadi terhadap dia dan Ari pada pertemuan terakhir kali pada Dimas. Dimas seakan memberi jarak antara Dimas dan Ari, bahkan bisa di bilang mereka tak pernah saling berbicara atau tegur sapa jika bertemu atau sekadar berpapasan di jalan.
Salah satu alasan (Namakamu) adalah rasa cnggung dan malu, sebab dia sudah mengungkapkan yang sebenarnya ke Ari, balasan Ari terhadap perasann nya juga tak seperti yang (Namakmu) harapkan. Balasan Ari berupa penolakan secara halus yang begitu menyakitkan untuk disimpan dalam ingatannya.
"(Namakamu) lo kenapa? Kok cuma diem? Masih sakit ya? Atau lo marah sama gue? Maaf ya?" tanya Dimas tanpa henti.
"Dim, bisa tinggalin gue sendiri?"
Pertnyaan (Namakamu) membuat Dimas mengernyitkan dahi tanda tak mengerti.
"Lo marah ya (Nam)?"
(Namakamu) menggeleng cepat, lalu menuntun Dimas untuk keluar dari kmarnya kemudian tersenyum tipis kerah Dimas yang mentapnya heran, sebelum akhirnya menutup pintu kamar dan menguncinya rapat-rapat.
Lo kenapa lagi (Nam)?
***
Pagi ini berjalan seperti biasanya, Dimas dan (Namamakamu) berangkat ke sekolah bersama tanpa ada gangguan.
Dimas dan (Namakamu) berjalan beriringan melintasi koridor sekolah dengan tangan yang saling bergenggaman. Beruntung koridor sedang sepi sebab ini masih sangat pagi.
"Ih kenapa harus pegangan tangan gini sih Dim? Kita kan lagi gak mau nyebrang" keluh (Namakamu).
"Sstt, diem gak usah banyak tanya bisa gak?"bisik Dimas sambil meletakkan jari telunjuk nya di depan bibir.
(Namakamu) memutar bola matanya jengah, Dimas selalu saja bersikap aneh seperti ini.
Dimas berhenti berjalan dengan tiba-tiba, membuat (Namakamu) hampir saja jatuh.
Seseorang menghadang langkah mereka.
"Ada apa?" tanya Dimas pada orang tersebut.
(Namakamu) tak ingin melihat atau sekadar mendongak untuk melihat siapa orang itu. Cukup melihat sepatu yang orang itu kenakan saja, (Namakamu) sudah bisa menebak siapa orangnya.
To be continued...
See you next part
29 April 2017

KAMU SEDANG MEMBACA
Akankah Dia? [√]
Fanfiction[COMPLETED] [#992] in fanfiction (10/5/2017) [#38] in Nrazka -Ari Irham fanfiction Ujungnya, bukan dengan siapa yang bisa membuatnya jatuh cinta melainkan dengan siapa dia bisa berbahagia. ||Edisi Revisi||