Chapter 12

7.9K 259 1
                                    

Azifah's POV

" Zifa bangun sayang, ayo kita sholat subuh." Ucap Bunda dari arah pintu kamarku. Jujur aku masih sangat mengantuk, ragaku rasanya enggan untuk singgah dari benda empuk disudut kamarku ini-kasur.
" Iya bun." Jawabku lirih, entah bunda mendengarnya atau tidak. Aku memang tidak biasanya dibangunkan, sebelum adzan subuh berkumandangpun biasanya aku sudah bangun. Tapi kali ini aku masih benar-benar mengantuk, mungkin akibat tadi malam aku pergi ke pasar malam bersama Kak Ilham. Ah iya, gara-gara dia aku jadi tidur larut malam. Tapi tidak dapat aku pungkiri jika tadi malam dia mampu membuat moodku menjadi sedikit lebih baik atas kejadian kemarin saat di kantin. Ya, aku malas untuk membahasnya lagi.

Aku langkahkan kaki ini ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan berjalan keluar melewati pintu kamar yang masih tertutup rapat.
Kreekkk
" Baaaaaa." Teriak Kak Ilham yang mencoba mengagetkanku. Dan hal itu memang berhasil membuatku kaget.
" Apaan sih, ngagetin aja." Aku mendengus kesal.
" Tumben Kak Ilham udah bangun juga, biasanya aku harus teriak-teriak dulu." Ucapku lagi.
" Gue justru udah bangun lebih awal dari Lo dek." Ucapnya santai.
" Kemarin ngomongnya 'adek-kakak' sekarang 'Lo-Gue'. Ga asik ah." Ucapku dengan memanyunkan bibir kecilku. Sedangkan lawan bicaraku justru membalasnya tertawa.
" Oh jadi kemarin ngomongnya manis biar aku mau diajak ke pasar malam dan ketemu sama Kak Naila." Godaku pada Kak Ilham.
" Siapa juga yang mau ketemu Nazwa." Jawabnya sewot.
" Ciee, manggilnya aja beda. Kalo ini sih udah jelas ada apa-apanya." Ucapku terus menggoda Kakak tercintaku yang sepertinya sedang terserang Virus Merah Jambu.
" Ini kok masih pada disini. Buruan ke ruang sholat, udah ditunggu sama Ayah." Ucap Bunda yang menginterupsi kami berdua. Dan kamipun berjalan pasrah menuruti perintahnya.

****

Ilham's POV

Pagi ini rasanya aku sangat bersamangat untuk berangkat ke kampus. Tidak biasanya aku seperti ini, apa mungkin karena tadi malam habis bertemu dengan dia-Nazwa. Ah, mengapa aku terus memikirkannya.
" Huft gue kenapa sih." Ucapku frustasi.

Sekitar satu jam aku berkutat di jalanan Jakarta yang amat sangat macet walaupun masih pagi, akhirnya aku sampai di kampus yang sudah beberapa bulan ini aku tempati untuk mengenyam pendidikan.

" Tumben Lo udah dateng?" Tanya Aira ketika aku memasuki kelas.
" Gue telat Lo maki-maki, gue dateng pagi Lo tumbenin." Ucapku kesal.
" Aelah gitu aja ngambek Lo, kek cewek." Ucap Aira cengengesan.
" Assalamualaikum." Ucap seorang wanita yang baru saja masuk kelas. Dan wanita itu adalah . . .
" Eh Naila. Kemana aja Lo kok baru nongol." Tanya Aira. Ya wanita itu adalah Naila yang sudah beberapa hari ini aku rindukan. Ah, apa yang barusan aku katakan? Aku merindukannya? Tidak, mungkin Authornya salah ketik.
" Iya Ai, beberapa hari kemarin aku di Jogja ikut Ayah jenguk nenek aku yang lagi sakit." Ucapnya lembut. Dan itulah salah satu hal yang aku sukai darinya. Lah aku ngomong apalagi coba? Okee, aku ngelantur.
" Oh gitu, pantes Lo baru kelihatan. Tapi Btw Lo tambah cantik sih Nai." Goda Dito sahabat karibku setelah Aira.
" Moduss." Ucapku ketika mendengar godaan yang Dito lontarkan pada Naila.
" Bukan modus, tapi tulus." Ucap Dito pelan. Aku hanya begidik geli dengan tingkahnya.

****

Azifah's POV

Pertandingan basket hari ini sudah selesai. Setelah akhirnya menang melawan SMA Nusantara. Team Basket Putri SMA ku- SMANLITA besok masuk final. Aku mengucap syukur atas kemenangan ini. Karena ini adalah prestasi perdanaku di sekolah baruku ini. Rasanya bangga dan tertantang untuk lebih semangat agar hari esok aku dan teman se-Team ku mendapat medali emas yang akan diraih oleh pemenang utama.

" Ciee menang lagi. Selamatnya, semoga besok bisa lebih baik." Ucap Zidny ketika aku sudah kembali ke kelas setelah bertanding basket tadi. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya.
" Besok kalo menang gue tunggu tlaktirannya fa." Ucap Pandu dari balik pintu kelas bersama Yudha.
" Hari gini masih aja gratisan." Ucap Zidny setelah mengetahui siapa yang berucap barusan. Ya, Zidny dan Pandu sampai saat ini masih saja sering bertengkar- tapi masih aman kok bertengkarnya, mereka hanya beradu mulut saja.
" Etdah mak lampir kalo mau juga bilang aja deh, gak usah gengsi gitu. ya gak fa?" Ucap Pandu yang mengarahkan pandangannya ke arahku.
" ih siapa juga yang gengsi. Pergi sono, males gue lihat muka Lo." Ucap Zidny yang tak mau kalah dengan Pandu.
" Yakin nih gue disuruh pergi, ntar Lo kangen lagi?" Ucap Pandu terkekeh setelah diusir halus oleh Zidny. Disamping mendengar ocehan mereka berdua, sesekali aku memperhatikan Yudha yang berdiri disamping Pandu. Tak jarang dia juga melirik ke arahku, tapi aku buru-buru untuk memalingkan pandanganku darinya. Entahlah, aku masih malas bertemu dengan dia.
" Udah . . udah, kalian ini kalo gak berantem sehari aja kenapa sih, panas nih dengernya?" Ucapku mencoba melerai mereka.
"Nenek lampir yang mulai duluan fa. Yaudah gue mau pergi aja. Bye nenek lampir cantik." Ucap Pandu ketika ia hendak pergi dari kelas. Dan perkataan terakhirnya berhasil membuat Zidny melongo, serta terlihat raut wajahnya mulai merona.
"Ciee dibilang cantik." Godaku pada sahabat karibku ini.
"

Najisun." Umpat Zidny. Aku yang berada disebelahnya hanya tertawa.

Naila's POV

Aku mengelilingi perpustakaan untuk mencari buku yang dapat aku gunakan untuk membantu tugas mata kuliahku yang diberikan oleh pak Akbar tadi pagi. Setelah berkutat di rak-rak buku selama lima belas menit, akhirnya aku menemukan buku yang aku maksud. Aku berniat untuk mengambilnya, namun disaat yang bersamaan ada orang lain yang juga hendak mengambilnya dari arah berlawanan. Saat kami melakukan kontak mata, betapa kagetnya aku, ternyata orang itu adalah Ilham.
" Kenapa harus dia sih?" Tanyaku dalam hati.
" Jawa." Ucap Ilham pelan.
"Nazwa bukan Jawa. Ish" Aku mendengus kesal. Dan aku lihat dia justru tertawa mendengar ucapanku barusan. Dia memang makhluk menyebalkan yang pernah aku kenal.
" Iya. Gue cuma ngetes Lo aja, kali aja Lo gak denger karna Lo terus merhatiin gue dari tadi." Ucap Ilham dengan rasa Percaya Dirinya. Mendengar ucapannya aku langsung gelagapan menyadari kebodohanku yang tertangkap basah oleh Ilham karena memang sedari tadi aku memperhatikannya. Aku segera mengalihkan pandanganku ke segala arah.
" PD banget." Ucapku dan segera beranjak dari tempat berdiriku sekarang. Aku malas jika harus berhadapan dengan makhluk seperti dia. Rasanya kehadirannya cukup membuatku spot jantung. Entah kenapa, jantungku selalu bekerja lebih cepat saat aku bertemu dengan dia.

Thanks udah setia sama cerita gue 😊
See you next chapter !!

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang