Chapter 7

123 15 4
                                    

Di kelas 11 ini rasanya berbeda, tidak ada Irsyad semuanya menjadi sepi. Aku satu kelas dengan Revan, beruntung masih ada yang kenal.

Hari demi hari aku jalani di kelas 11 ini, hingga saatnya diklat eskul di sekolah ini dimulai. Aku menjadi ketua pelaksana diklat eskul jurnal, berat bagiku memegang tanggung jawab ini, ditambah sekertaris yang sudah ditunjuk tidak menjalankan tugasnya. Dengan terpaksa aku harus menggantikan tugas tersebut, beruntung Irsyad mau membantuku untuk membuat proposal diklat tersebut. Kalau Irsyad seorang perempuan sudah aku peluk erat dia, namun sayangnya dia laki-laki bukan muhrimku.

Tugas sekertaris perlahan-lahan telah selesai, juga tugas yang lainnya hampir selesai, hari H juga sudah semakin dekat. Hari ini aku akan memberikan hasil pembuatan proposal, namun yang terjadi aku malah dimarahi oleh kaka kelas. Irsyad yang melihat kejadian tersebut geram dan pergi meninggalkanku. Ketika aku telah selesai dimarahi aku kembali mencari Irsyad, kali ini dia menatapku dengan tatapan murka.

“Kamu kenapa?” tanya dia

“nggak, emang kenapa?” tanyaku kembali

“Kenapa kamu dimarahi dia? Emang dia siapa? Emang dia bisa gitu bikin proposal ha? Mulai sekarang kalau ada yang marahin kamu atau apapun itu bilang sama aku”

Aku hanya terpaku diam tidak dapat mengeluarkan suara sedikit pun.

“Udah dong syad, aku kan nggak kenapa-napa”

“Aku nggak akan biarkan kamu kenapa-napa”

Bahagia sekali rasanya mendengar kalimat itu, saat itu juga aku selalu merasa aman disampingnya. Jika boleh meminta aku tidak ingin dia menghilang dari bumi ini, aku bahagia bersama dia.


**


Setelah sekian lama menjalani hal-hal yang sulit akhirnya hari-hari yang dinanti pun tiba. Hari itu kami semua sibuk sekali dengan acara diklat, hingga tengah malam aku sudah lelah sekali rasanya ingin menghamburkan tubuh ini ke kasur, tapi sayangnya tugas ini belum selesai sampai besok. Diklat Jurnal dari tahun ke tahun selalu ada puncak acara di malam hari, kami melatih mental mereka yang hendak masuk eskul jurnal dengan cara menyuruh membuat puisi lalu ditampilkan di depan panitia juga seluruh alumni eskul jurnal yang menghadiri acara tersebut. Selain itu, kami juga berkumpul dan berbincang-bincang untuk membangun chemistry yang baik di eskul ini. Senang rasanya bisa berkumpul seperti ini. Setelah puncak acara selesai kami menyuruh para peserta untuk beristirahat. Saat itu aku masih ingat waktu menunjukan pukul 00.00 aku di evaluasi habis-habisan oleh alumni, kalau saja aku menggunakan perasaan mungkin aku sudah sakit hati. Namun, aku tersadar ini adalah sebuah resiko dari seorang pemimpin. Manusia itu tidak ada yang sempurna, pasti mereka mempunyai kesalahan, termasuk aku yang saat itu banyak melakukan kesalahan.
Setelah selesai ditegur dan dimarahi oleh alumni aku kembali ke ruangan panitia. Disana Irsyad menatapku dengan tajam, mungkin sekarang dia mempunyai hobi baru menatap aku dengan tatapan seperti itu.

“Kenapa?” Tanya Irsyad

“Nggak kenapa-napa” Jawabku lesu

“Jangan bohong cepat kasih tahu aku kenapa?”

Aku hanya diam tidak menjawab. Saat itu aku benar-benar sudah lelah dan tidak ingin banyak bicara. Jangankan untuk berbicara, ketawa pun susah sekali rasanya. Padahal Irsyad melakukan hal-hal gila sehingga membuat seisi ruangan itu penuh dengan gelak tawa.
Irsyad geram melihatku yang terus diam seperti itu. Akhirnya dia menghampiriku

Intuisi AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang