O

14.6K 1.3K 55
                                    

Mereka telah kembali ke pondok untuk menyiapkan makan siang walau waktu makan siang masih dua jam lagi. Leonard melepas rompinya dan duduk di ranjang sambil menonton acara televisi sementara Midas berusaha membuat makan siang paling sederhana.

Ternyata membuat makan siang paling sederhana pun membutuhkan kemampuan, tadinya Midas berpikir bahwa itu akan semudah yang dilakukan para food blogger di dunia maya. Baik Leonard maupun Midas sendiri terkejut ketika kentang yang ia potong melompat ke atas lantai disusul dengan pisau tajam luar biasa.

Gadis itu meringis karena jarinya nyaris menjadi korban kecerobohannya sendiri. Sementara wajah Leonard memucat beberapa saat, ia turun dari ranjang lalu memeriksa satu per satu jari Midas. Setelah memastikan semuanya utuh barulah ia menghela napas lega tapi kemudian ia menjadi sangat marah.

"Apa yang kau lakukan?" Bentak pria itu.

Midas hanya mengerjapkan bulu matanya, ia benar – benar bingung apa yang membuat pria itu pucat ketakutan, panik, dan sekarang kesal. Adegan pisau melompat sudah sering terjadi setiap kali Midas menggunakan dapur ayahnya, dan memang reaksi ayahnya tepat seperti reaksi pria di hadapannya ini. Midas paham kecemasan ayahnya, pria itu mencintainya—putri semata wayang. Tapi Leonard?

"Men...coba menyiapkan makan sss...siang." Jawab Midas tersendat.

"Cuci tanganmu, jangan sentuh apapun di atas meja. Aku akan meminta pelayan mengirimkan makanan kemari."

Hati Midas bersorak riang, belajar memasak memang ada dalam rincian rencana hidupnya sebab ketika ia berumah tangga nanti ia berniat untuk menghidangkan makanan buatannya kepada keluarganya, hanya saja hingga kini rencana itu belum terealisasi.

"Kau tidak bisa masak, kan." Tuduh Leonard dan Midas harus mengakuinya.

"Maaf." Jawabnya sambil merangkak di atas ranjang, ia sengaja menempati ranjang sempit itu seorang diri agar Leonard duduk di kursi.

Sepuluh menit kemudian keduanya berusaha fokus dengan buku yang mereka baca masing – masing. Baik Midas maupun Leonard belum juga membalik halaman selanjutnya. Dan mata mereka bersiborok ketika mencoba mencuri pandang. Tentu saja Midas membuang muka dan mengangkat bukunya lebih tinggi untuk menutupi wajahnya.

Leonard meluruskan punggungnya, ia hanya menduduki kursi kayu yang keras dan sekarang bokongnya sakit. Pria itu berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah ranjang, Midas bersikukuh menguasai tempat itu dan tidak akan membiarkan dirinya terusir.

Dengan tubuh besarnya Leonard membuat ranjang melesak ke bawah ketika ia naik. Ia duduk berdesakan dengan Midas di tempat sempit itu.

"Kekasih sudah seharusnya berbagi ranjang."

Gadis itu terkesiap, matanya melebar dan napasnya tertahan.

"Berbagi ranjang untuk membaca buku." Ulang Leonard ditambah dengan penjelasan yang melegakan.

Makan siang diantarkan tidak lama setelah itu, dengan berat hati Leonard turun dari ranjang, Midas bersyukur karenanya. Berdekatan dengan Leonard di atas ranjang membuat suhu tubuhnya panas sekaligus dingin.Mereka menyantap makanan di meja yang sama tanpa perlu memperhatikan etika yang ketat.

"Aku mengurangi asupan gula." Ia mendorong semangkuk puding bagiannya pada Midas.

Puding coklat adalah kesukaannya dan ia tahu makanan di istana menggunakan gula diet. Hatinya bersorak riang, pipinya memerah, wajahnya menjadi cerah dan ia tersenyum lebar.

"Kau pasti tahu bahwa seluruh makanan di istana menggunakan gula diet." Leonard berhenti mengunyah karena ucapan Midas, ya dia memang tahu, "aku tidak tahu apa maksudmu memberikannya padaku tapi... kuucapkan terimakasih."

Throne Of Love (#3 White Rose Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang