"Jangan-, Leon, please-"
Midas masih cukup sadar untuk merasakan sepasang tangan yang meraba ke balik roknya, tangan itu menggapai celana dalamnya dan dalam satu sentakan kasar kulit Midas merasakan irisan kain elastis itu di kulitnya kemudian benda itu tak lagi berada di tempatnya melainkan teronggok di salah satu kakinya.
Midas diserang kepanikan yang luar biasa. Ia membuka matanya, memandang cemas pada wajah kaku itu. Leonard sedang berkutat dengan ikat pinggang dan celananya.
"Apa yang kau lakukan?" Midas mendorong dada pria itu.
"..." Mengabaikannya, Leonard menarik rok Midas hingga sebatas pinggang.
"Kau hanya sedang emosi, kau tidak benar - benar menginginkan ini," Midas menggeleng takut dan panik ketika merasakan desakan hebat di selangkangannya, "Leon, kumohon, jangan lakukan ini."
Midas merasakan dirinya begitu terbuka ketika telapak tangan Leonard menangkup satu bokongnya. Satu tangannya yang lain bergerak liar di kewanitaannya, jari pria itu menusuk masuk menimbulkan rasa tidak nyaman.
Gagal mendorong dadanya, Midas memindahkan tangannya ke pinggang Leonard lalu mendorongnya menjauh tapi tetap gagal, pria itu berat dan lebih kuat.
"Baiklah aku akan membuat pernyataan permohonan maaf kepada media, tapi kumohon hentikan ini." Rintihnya lagi, ia terkesiap merasakan desakan asing-yang tidak seperti jari, menerjang masuk menimbulkan rasa sakit.
"Aku tidak suka mendengar nama pria lain keluar dari bibirmu." Geramnya, ia lumayan kesal karena kesulitan melakukan itu.
"Aku tidak akan menyebutkannya lagi." Janjinya dengan putus asa.
Leonard menggeleng dan mengaku marah, "aku tidak suka, Midas." Dan ia mengulanginya lagi, "aku tidak suka."
"Maafkan aku," ucapnya putus asa, "tapi kau melakukan ini seolah aku mengkhianati hubungan kita padahal aku memilikimu saja tidak."
Mereka menanggalkan formalitas begitu saja mengganti 'saya' menjadi 'aku', dan apakah ini kali pertama Leonard menyebut nama depannya dengan begitu marah. Midas...dengan nada-, Ya Tuhan, pria itu lupa menyembunyikan kecemburuannya.
Leonard membeku, ia menghentikan usahanya memasuki gadis itu ketika mendengar nada putus asa Midas. Ia mendekatkan bibirnya pada daun telinga Midas, berbisik dengan kemarahan, dan menerjang dengan kemurkaan, "kau sudah memilikiku-"
"Akh!!!" Midas dikejutkan oleh sengatan rasa sakit bercampur perih pada daerah kewanitaannya, seluruh tubuhnya menjadi kaku bahkan ia meremas pinggang Leonard sekuat yang ia bisa.
Leonard tidak percaya dengan apa yang ia rasakan, ini... "giliran aku-," Leonard gemetar hebat saat menarik napas, "...memilikimu dengan caraku."
Midas tidak dapat berpikir selain... "Kau menyakitiku." Rintihnya di pundak Leonard.
Rahang Leonard yang ditutup rapat pun berkedut, sambil menarik napas dalam ia memejamkan matanya, tercium wangi rambut Midas menyusup masuk ke dalam hidung. Benarkah yang aku rasakan? Midas adalah seorang...perawan. Mimpi itu-
"Aku tahu." Ucap Leonard kaku. Sebenarnya ia baru saja mengetahuinya. Ia baru saja merampas sesuatu yang berharga dari gadis itu.
Namun demikian rasa lega membanjiri hatinya. Mengetahui bahwa dirinya adalah pria pertama Midas membuat Leonard merasa sangat beruntung, ia memeluk tubuh gadis itu dengan hati - hati lalu mengecup pundak telanjangMidas dengan sangat lembut, mengirim ketenangan pada gadis itu, membujuk tubuhnya agar tidak tegang.
Midas menarik kepalanya dari pundak Leonard, dengan mata yang basah ia membalas tatapan pria itu, mengapa tiba - tiba Leonard bersikap lembut padanya? Bibirnya bergetar karena menahantangis. Bukan ini yang ada dalam bayangannya, seharusnya tidak dengan cara seperti ini ia kehilangan kegadisannya. Rasa sedih membuatnya tak kuasa menahan air mata.
Leonard tak melepaskan perhatiannya pada Midas, ia menyeka dengan lembut setiap butir air mata gadis itu lalu mengecup kening, hidung, dan terakhir memagut bibirnya. Ia menggigit bibir Midas, membujuknya agar terbuka. Ketika Midas menyerah, ia pun mendesah lega. Leonard mendorong lidahnya masuk ke dalam mulut gadis itu, menyentuh setiap bagiannya lalu mengisap lidahnya membuat dada gadis itu bergerak cepat.
"Mengapa aku dihukum seperti ini?" Tanya Midas putus asa di sela ciuman mereka namun hal baiknya ia sudah berhenti menangis.
Leonard tertegun, mengapa ia melakukan itu pada Midas. Apa yang sebenarnya ia inginkan? Menghukumnya atau menguasainya?
"Karena hanya kau yang pantas mendapatkannya." Jawab Leonard dengan sedikit penyesalan.
Dengan hati - hati ia mengulurkan satu tangannya ke bawah paha Midas lalu mengangkatnya melingkari pinggul Leonard. Dengan sangat hati - hati pula ia menggerakan pinggulnya maju membuat tubuh Midas bergolak pelan.
Midas menatap mata Leonard, mungkin ia sedang berusaha menebak suasana hati pria itu sekarang. Bukan jawaban yang ia dapatkan melainkan perasaan asing yang membuat mulutnya tak mampu berhenti melenguh. Secara sadar kami sedang bercinta sekarang, sesuatu yang tidak mungkin bagiku. Hati Midas diremas - remas oleh keterpurukannya menginginkan pria itu.
"Kak-" Keenan menyerbu masuk menginterupsi keintiman mereka, "oh, sial! Tunggu di situ!" Ujarnya pada seseorang di koridor, entah siapa, mungkin Scott atau Brianne.
Midas merasa begitu malu tertangkap basah dalam posisi seperti ini, ia melepaskan ciuman mereka lalu mengubur wajahnya di dada Leonard.
Leonard mematung, ia tidak peduli jika yang memergoki mereka adalah sang raja atau Mr Framming sekalipun, gadis ini sudah menjadi miliknya.
"Tinggalkan kami!" Titah Leonard dengan sangat dingin tanpa menoleh pada adik di belakangnya.
"Kita bisa memikirkan cara lain untuk menghukumnya tapi tidak seperti ini."
"..."
"Midas, kemarilah." Ajak Keenan, ia masih belum bergerak seinchi pun dari ambang pintu, bahkan ia mengarahkan pandangan ke langit - langit kamar karena tidak mampu menyaksikan posisi kakak dengan gadisnya sekarang.
"..." Gadis itu bergeming, mungkin ia sedang mencoba mengembalikan akal sehatnya dan pergi menyelamatkan diri bersama Keenan.
Telapak tangan Leonard mengelus lembut punggung Midas, ia menempelkan pipinya di puncak kepala Midas, "pergilah, Keny! Atau kau lebih suka kita berseteru seumur hidup."
"Leonard? Kau tidak serius, bukan? Lihat, kau menyakitinya." Seru Keenan tak habis pikir.
Seharusnya Midas menggunakan kesempatan ini untuk menyelamatkan diri, seharusnya ia mendorong Leonard, menurunkan roknya, lalu pergi dari sini. Genggamannya di kemeja Leonard mengendur walau tidak benar - benar lepas.
Tapi kemudian Leonard buru - buru berbisik padanya dengan nada terluka dan putus asa, "aku akan hancur jika kau pergi sekarang." Midas tidak pernah membayangkan hal itu ada pada diri Leonard yang selalu superior.
-bersambung
Dari Penulis:
Terimakasih sudah membaca
"Throne Of Love"Kisah Leonard dan Midas adalah cerita ketiga saya dan sudah pernah ditamatkan di wattpad.
Kelanjutan kisah ini pastinya akan sangat seru dan bisa kalian temukan di google play book atau play store LENGKAP dan TAMAT dengan judul yang sama dan tautannya bisa ditemukan di bio saya.
Terimakasih
Salam beestinson
KAMU SEDANG MEMBACA
Throne Of Love (#3 White Rose Series)
RomanceLeonard mengadakan sebuah ajang demi mendapatkan seorang istri yang ideal. Di antara beberapa kandidat terpilih, Leonard telah menetapkan hatinya pada seorang gadis sempurna bernama Maribelle Glinden. Maribelle akan menjadi pasangan yang sempurna ba...