Prolog

40.3K 2K 41
                                    

Ia menggigil ketika merasakan sentuhan ringan di atas bibirnya. Tanpa sadar ia telah meremas tali tasnya dengan begitu erat. Astaga, tubuhnya menjadi kaku ketika pria itu mengulum bibir bawahnya. Siapa yang pernah melakukan ini padanya? Tidak akan ada yang berani. Reputasi ayahnya cukup membuat pemuda Malvone berpikir ulang untuk mencium putrinya. Sebagai hasilnya ia tak tahu harus berbuat apa saat itu.

Tapi pria itu melakukannya dengan penuh percaya diri. Walau Midas hanya bisa diam dan tidak mengimbanginya, alih – alih putus asa pria itu justru tak henti mencari kepuasan dari bibir amatirannya.

Midas ingin mendorongnya menjauh tapi tangannya tak mampu bergerak. Ia juga ingin menarik leher pria itu mendekat tapi harga dirinya menolak. Kembali lagi, Midas hanya diam dan pasrah dengan apa yang dilakukan pria itu padanya.

Apa yang terjadi setelahnya bukanlah sesuatu yang ingin ia ingat. Sungguh ia ingin melupakan kejadian tiga tahun lalu pada malam ketika ia pulang dari pesta pernikahan Henry dan Stacy Peterson. Namun apa daya kenangan itu terpatri jelas dalam benaknya entah wajah pria itu dan juga rasanya. Bahkan hingga kini, pipinya masih sanggup merona mengingat kejadian itu, seolahhal itu baru terjadi semalam dan bukannya bertahun - tahun lalu.

Kenapa aku membiarkan pria itu melakukannya? Penyesalan itu terus muncul dalam benaknya dan semakin sering belakangan ini, mungkin karena ajang yang sedang ramai dibicarakan belakangan ini setelah istana resmi merilis undangan pesta dansa.

Ketika mandi, ia menggosok kulitnya dengan sabun hingga memerah berharap rasa sakit yang ia timbulkan dapat mengenyahkan sensasi sentuhan pria itu di tubuhnya, untuk sesaat ia merasa bersih dan terbebas darinya namun ia tahu bahwa sensasi mesum itu akan datang lagi nanti terlebih ketika malam tiba.

"...perundingan macam apa?"

Suara tinggi ayahnya dari arah ruang tamu menarik perhatian Midas. Untuk sesaat ia melupakan kenangan sensual di dalam mobil mewah itu.

Ayahnya memang sering menggunakan suara tinggi untuk mengintimidasi lawan bicaranya namun tidak dengan kemarahan seperti saat ini. Sesuatu yang buruk pasti sudah terjadi.

Midas merasa terlindungi dengan sweater hangat dan celana berbahan wol yang ia kenakan. Berendam terlalu lama membuatnya masuk angin. Keluar dari kamar, ia ingin menyeduh teh di dapur tapi sebenarnya ia hanya penasaran dengan siapa ayahnya bicara.

"...benar sekali.Ayahku menginginkan pertukaran. Akhir bulan ini utangmu memasuki jatuh tempo. Kami ingin dibayar lunas lengkap dengan bunganya atau dengan terpaksa Spring Dianne kesayanganmu menjadi milik kami."

Dari persembunyiannya Midas dapat melihat kulit wajah ayahnya meremang dan otot di sekitar pelipisnya menonjol. Ia berang pada Alistair Branaugh, orang yang ada hubungannya dengan utang piutang ayahnya.

"Utangku bahkan tidak sampai dua per tiga harga kebun Lavenderku—Spring Dianne, beri aku waktu untuk menjual tanah itu secara layak lalu akan kulunasi semua lengkap dengan bunganya."

Alistair tidak terintimidasi sedikit pun bahkan iatampak menikmati kemarahan Anthony Framming.Masuk akal, Alistair adalah putra Leslie Branaugh, orang terkaya di Malvone yang ambisius dan selalu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Sementara itu Alistair sendiri bukan orang yang baik, walau terpelajar ia pun menyimpan kelicikan yang menurun dari sang ayah.

"Kami adalah pebisnis," kata Alistair,"waktu sama berharganya dengan uang. Aku tidak bisa memberimu tambahan waktu tapi aku bisa memberimu pilihan lain jika kau tertarik."

Anthony memicingkan matanya, apapun pilihan yang diberikan oleh pemuda itu belum pasti merupakan solusi dan justru patut dicurigai.

"Darimana datangnya tawaran itu? Kau atau ayahmu?" tanya Anthony skeptis.

Throne Of Love (#3 White Rose Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang