Serat X

643 18 2
                                    



Karto Marmo begal hutan Pesanggrahan sudah kenyang oleh berbagai aksi bejad yang membuat penduduk hutan itu dan sekitarnya selalu dalam teror ketakutan. Tidak ada senyum dari para penduduk yang ada di sekitar Pesanggrahan. Karto Marmo benar-benar perwujudan iblis yang memba-memba (menyamar) manusia. Iblis yang selalu haus oleh darah manusia tidak peduli kaya atau miskin, selama puluhan tahun, sejak kesumatnya datang ketika dirinya mendapatkan kenyataan bahwa wajahnya yang semula tampan menjadi rusak tidak karuan.

Ia merasa keadilan telah menjauh darinya maka ada dendam yang mengerak di kedalaman jiwanya. Ia ingin merusak siapapun yang berani menentangnya dan berusaha membalas dendam terhadap sesiapapun wanita cantik yang ditemuinya untuk dijadikan gundik dan budak nafsunya. Di samping itu ia akan merusak wajah korbannya. Semakin tua sepertinya Karto Marmo bukannya tambah lemah. Ia bahkan semakin gagah meskipun wajahnya rusak. Ia dendam pada Sri Pawestri yang telah merusak wajahnya sedemikian rupa dan melupakan kenyataan bahwa ia pernah menjalin cinta. Bekas orang terpandang kadipaten Pajang itu menjadi momok bagi penduduk di sekitar lereng Gunung Slamet. Dari sana terbujur sungai Bogowonto yang membelah Begelen (sekarang Purworejo).

Hampir tidak bisa dilepaskan jejak cerita petualangan Sunan Kalijaga di daerah Bagelen dengan cerita-cerita menarik sejak Sunan Kalijaga datang di daerah ini. Di sekitar sini Sunan Kalijaga mengajarkan agama dengan pendekatan budaya. Ia menciptakan lagu-lagu yang bisa dinyanyikan anak-anak sewaktu bermain-main saat bulan purnama. Penerus Sunan Kalijaga adalah sunan Geseng yang menjadi legenda di sekitar Bagelen. Maka Kyai Guntur Geni merupakan anak turun Sunan Geseng yang sering tinggal di Bagelen dan Grabak yang berada di kaki gunung Merbabu. Kesaktian Kyai Geseng memang sudah sangat terkenal dan akhirnya setelah abad-abad berlalu muncul beberapa kyai yang mampu melakukan syiar agama dengan pendekatan sosio budaya. Penduduk sekitar Bagelen sebelah Timur sebagian besar bertani dan beternak kerbau atau kambing. Pesanggrahan yang dipenuhi dengan pohon-pohon besar telah memberikan kenyamanan buat para begal anak buah Karto Marmo. Saat mengganasnya Kejahatan Karto Marmo hampir tidak ada sapi dan kambing yang tersisa. Kambing-kambing itu telah dirampas oleh gerombolan tengik itu.

Banyak pendekar yang terbunuh ketika mencoba melawan Karto Marmo. Kesaktiannya luar biasa. Kata orang-orang ia mempunyai pusaka Gada wesi Kuning , dan berbagai jimat lain yang membuatnya susah dikalahkan oleh kalangan persilatan. Karto Marmo terlalu sakti, bahkan kyai-kyai yang ada di sekitar yang mempunyai anak murid yang pandai Silat tidak berdaya menghadapi Karto Marmo. Ia seperti malaikat pencabut nyawa. Dengan enaknya ia bisa menghabisi nyawa orang dengan ekspresi dingin. Iapun bisa mengambil gadis yang baru menginjak dewasa dengan seenak jidatnya. Konon katanya ia akan semakin muda, semakin kuat jika selalu meniduri gadis perawan yang sedang menginjak masa dewasa.

Tragedi demi tragedi memilukan selalu berulang tapi tak pernah ada yang berani menghentikannya. Berita tentang Kekejaman Karto sampai di telinga Joko Nunggal. Karena hatinya panas dan diliputi dendam membara karena keluarganya menjadi korban kekejian Karto Marmo belasan tahun lalu, Joko Nunggal merasa siap menghadapinya. Ia surutkan tekadnya untuk ketemu Kyai Guntur Madu dan ia kembali pulang untuk mencegah berlarutnya tragedi kemanusiaan yang ada di sekitar Pesanggrahan. Dalam hati berjanji jika keadaan sudah tenang dan Karto Marmo sudah bisa diatasi ia akan bawa Sawitri ke rumahnya.

Perjalanan yang panjang dan melelahkan tidak dihiraukan Joko Nunggal terus menyusuri Kali Winongo dan berusaha menemukan alur sungai Bogowonto, ia mencoba menghapal jalan-jalan lama belasan tahun lalu, agak susah. Tekad petualang tidak akan menyerah walaupun banyak rintangan menghadang. Banyak huran-hutan larangan yang mesti dilewati, menyusuri jalan setapak yang kadang –kadang harus berhadapan dengan binatang buas. Berbagai jenis ularpun menjadi pemandangan biasa dari hutan-hutan yang memang lebat. Tapi ternyata untuk sampai ke hutan Pesanggrahan tidak semudah yang ia pikirkan. Ia mesti melewati berbagai semak-semak yang susah ditembus. Perdu berduri memang tidak terlalu sulit bagi Joko Nunggal yang mempunyai kemampuan meringankan tubuh, tapi untuk melewati rawa-rawa yang penuh lumpur dan banyak buaya kelaparan tidaklah mudah bagi siapapun. Sementara jalan darat belum dibuat. Ia menjadi kagum pada gurunya Kyai Prabandaru yang secepat kilat bisa membawanya ke lereng pegunungan Menoreh tempat ia ditempa ilmu beladiri dan segala ilmu tentang kehidupan.

Bara Asmara di Kaki Pegunungan MenorehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang