BAB XVII

2.3K 100 2
                                    

Tak perlu diselidiki lagi bahwa tugas seorang anggota OSIS memanglah sangat banyak, terutama jika ada acara seperti ini. Felicya nampak masih bergelut dengan terangnya layar notebook dihadapannya dan tentu saja masih berada di ruang OSIS.

Hari berlalu dan sekaranglah waktunya, jika bulan lalu SMA Nusa Bangsa mengadakan sebuah acara Pentas Seni atau lebih sering dikenal dengan Pensi. Lain halnya dengan acara saat ini, acara kali ini hanya melibatkan warga sekolah saja tidak sekolah lain.

Berhubung Felicya adalah penanggung jawab acara, yang tentu saja kerjaannya lebih banyak dibanding ketua OSIS. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam dan ia masih berada di ruangan itu.

Ingat, gadis itu tidak sendirian. Masih banyak anggota lainnya yang sedang berkumpul. "Fel lo gak pulang? Ini udah malem banget loh, setau gue arah rumah lo tuh susah kendaraan umum," seru Ina.

Felicya mengadahkan kepalanya lalu menatap kakak kelas yang sangat cerewet itu. "Kerjaan gue masih banyak kak, kalo lo mau pulang duluan aja gue gak apa-apa."

"Bener? Kalo gue pulang lo tinggal berdua doang sama si Ardi."

"Loh emang Ardi masih disini?"

"Masih, tapi lagi ke toilet."

"Ehm ... yaudah gak apa-apa, lagi juga rumah lo kan lebih jauh dari gue."

"Ok deh, gue duluan ya," balas Ina.

Felicya mengangguk lalu kembali melakukan olahraga senam sepuluh jari. Waktu terus berjalan dan sekarang sudah menunjukkan pukul delapan lebih tiga puluh menit. Felicya merenggangkan otot punggungnya yang pegal, lelah seharian hanya duduk dan menghadap ke layar monitor.

Kening Felicya mengait ketika mengingat sesuatu yang hampir ia lupakan. Ardi belum kembali dari toilet sejak Ina masih berada disini! Raut wajahnya berubah menjadi ketakutan sekarang, keadaan sekolah sudah sepi mungkin jika ingin melaporkan pada satpam yang berjaga akan sangat jauh menyusulnya karena pos satpam berada di ujung gerbang.

Felicya merapikan semua barang-barangnya dengan terburu-buru. Jangan pernah lupakan tentang dirinya yang takut  hantu. Saat ia berbalik tubuh, ia dikejutkan dengan sosok Ardi yang sudah berada dihadapannya.

Felicya mengelus dadanya karena terkejut. "Lo ngagetin gue tau gak!"

"Tadi gue udah ngasih salam loh, lo gak denger? Jadi yang salah siapa sekarang?"

Felicya memutar bola matanya malas. "Serterah, gue pulang duluan."

"Sendirian?"

"Lo liatnya gue sama siapa?"

"Pacar lo mana? Gak ngejemput?"

"Perduli apa lo?" Felicya melenggang melewati Ardi yang masih diam mematung.

"Gue anterin."

"Gak usah."

"Gue gak nerima penolakan. Tunggu sebentar, gue kunci ruangannya dulu."

Felicya mendengus kesal ketika mendengar kalimat Ardi yang terdengar sangat menyebalkan. "Gak usa--"

"Ayo!" balas Ardi yang berjalan lebih dulu dari Felicya. "Gak baik cewek balik sendirian, mana udah malem lagi."

Dan benar saja dugaannya, parkiran sudah sepi dan hanya menyisakan motor Ardi saja. "Pake helmnya, nanti kalo kenapa-napa gue gak mau tanggung jawab."

Felicya hanya menggumam. Bersamaan dengan getaran pada ponselnya hmyang mengejutkan jantung Felicya untuk kedua kalinya.

Line.

20.44

Alwanrn: lo udah balik?
Alwanrn: gue gabisa jemput, sorry.

Felicya: dah, ok noprblm.

Felicya menutup aplikasi tersebut laku dimasukkannya ponsel berwarna peach kedalam tas ranselnya.

Mereka dalam hening selama perjalanan menuju rumah Felicya. Masing-masing dari mereka segan untuk bekata lebih dulu, atau mungkin bisa dikatakan gengsi.

"Besok bisa ke sekolahkan?" Adalah pertanyaan pertama ketika mereka sudah sampai di depan rumah Felicya.

Gadis itu mengangguk seraya berkata terimakasih kepada Ardi karena sudah menghantarkannya pulang. "Oke deh, gue pulang dulu ya."

Felicya memasuki rumahnya setelah motor yang dikendarai Ardi tidak terlihat lagi di ujung gang. Seperti biasa, selalu sepi. Pantas saja tidak ada satupun orangtuanya yang menghubungi atau sekedar bertanya apakah ia sudah pulang.

Resiko menjadi seorang anak tunggal, batinnya.

Line.

Ardi: send a picture

"Padahal belum ada sepuluh menit dia pergi kok udah nge-line aja ya?" Felicya berbicara kepada dirinya sendiri.

Dengan gerakan cekatan, ia membuka isi obrolannya dengan Ardi.

Kakinya melemas seperti jelly, hanya dengan sebuah foto sukses membuat Felicya terdiam mematung. Sekali lagi, ia memperhatikan foto tersebut, dan ternyata matanya tidak ada masalah apapun begitupula dengan ponselnya.

Jarinya mengetik sesuatu disana, guna membalas pesan singkat yang dikirim sang ketua OSIS.

Felicya: maksudnya apa ya?

Dua detik menunggu, Felicya mendapat balasan.

Ardi: gue ketemu dia di persimpangan perumahan lo! gak bohong fel!

Felicya menutup aplikasi tersebut, mematikan koneksi internet, lalu yang terakhir mematikan ponselnya hingga menjadi mati total.

Ia tidak bisa merasakan apa-apa.

Lelah fisik dan lelah hati. Hanya itu.

Felicya memejamkan matanya guna menetralkan semua pikiran yang mengganggunya akhir-akhir ini. Setelah dirasa sudah baikan, ia mengucapkan sesuatu.

"Kalo ini yang terbaik, say goodbye to him."

***

I'm sorry for late update!

Gue kena writer's block geng. Wuaaa ditambah lebih fokus ke cerita sebelah, jadinya gini :')

But, thankyou, 5K viewers!
Wow!

A/n: jangan jadi silent readers :') seengganya kasih gue sapaan atau apa gitu, karena buat cerita ga segampang membalikkan menara pisa biar ga condong, terimakasih.

Regards,
Agust D ×

Kakak Kelas-ku [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang