Lima

253 39 10
                                    

Marcus memasukkan kedua tangannya dalam kantong celana yang ia kenakan. Dalam sesaat pandangan pria itu berubah tajam, menatap tepat kedalam manik cokelat Ryeowook.

"Aku sudah memperkenalkan diriku sebelumnya, kau lupa Ryeowook?" Jawab Marcus ringan.

"Tidak. Bukan itu yang kumaksud. Sikapmu itu Marcus. Kenapa-"

"Cukup sampai disitu Ryeowook, atau kau akan membuat semua orang disini melewatkan makan malam mereka" potong Marcus cepat dan segera berbalik. Langkahnya terlihat angkuh, tapi Ryeowook tahu ada yang disembunyikan pria itu.

Makan malam. Jujur saja perutnya sangat lapar, tapi Ryeowook sama sekali tak peduli. Identitas pria bernama Marcus itu lebih penting ketimbang perutnya.

Setidaknya itulah yang Ryeowook pikirkan sebelum kakinya melangkah turun menuju meja makan. Jamuan yang disiapkan dibawah sana benar-benar membuat air liurnya tergoda. Bagus. Dalam semalam berat badanku akan naik. Gumamnya.

Ketua pelayan, Jeremy, menyambut kedatangan Ryeowook dan menarik sebuah kursi dihadapan Marcus untuknya. Marcus terlihat tenang menikmati makan malamnya, Pria ini terlalu sempurna untuk jadi nyata. Ryeowook terus memperhatikan setiap gerakan Marcus, antara rasa penasaran dan kagum, Ryeowook tak bisa menghentikannya.

"Selesaikan makan malammu, Ryeowook" satu kalimat terlontar dari bibir Marcus. Ryeowook terkejut, tentu saja! Betapa malunya gadis itu karena terang-terangan melihat Marcus.

Kepala Ryeowook menunduk, dan bibirnya menggumamkan kata maaf, yang bahkan lebih mirip cicitan. Marcus memandang Ryeowook dari ekor matanya, kemudian tersenyum setelahnya. Gadis ini tidak berubah sama sekali. Ryeonggu, tidakkah kau sadar?

***

Marcus berdiri menghadap jendela besar di kamarnya. Cahaya temaram karena sinar bulan membuat suasana kamar tersebut semakin kelam. Mata tajam Marcus menatap lurus kearah bulan sabit diluar sana. Sial.

Perlahan darah dingin mengalir dari pelipis Marcus, hingga membasahi tubuh bagian atasnya. Tubuhnya bergetar, napasnya tersengal.

"Tuan" dibalik kegelapan yang menyelimuti kamar tersebut, Jordan memanggil Tuannya dengan nada prihatin. Serangan itu muncul lagi.

"Tuan, anda sebaiknya tidak memaksakan diri seperti ini. Nona Ryeowook, berbeda dari yang anda harapkan Tuan. Gadis itu mungkin bukan yang anda cari" Jordan mengutarakan pendapatnya. Tapi Marcus tetap bungkam, dengan tangan kiri yang masih menahan perih di dadanya, Marcus berjalan pelan kearah ranjang. Tangan kanannya menggapai figura gadis itu.

"Tidak Jordan. Aku akan selalu mengenali Ryeonggu-ku bagaimanapun keadaannya. Ryeowook adalah dirinya" Marcus berkata lirih.

"Tapi Tuan-"

"Jordan, apa kau lupa? Yang aku perlukan ketika bertemu dengan dirinya bukanlah ingatan dari pikiran. Tapi hatinya. Memori bisa menghilang, tapi tidak dengan perasaan, Jordan. Aku percaya, Ryeonggu akan mengingat janjiku padanya dulu" Marcus berkata lantang, cukup untuk membungkam Jordan yang hanya berdiri diam disebelah pria itu. Marcus menarik napas, menahan sakit di dadanya yang kian menjengit.

Ryeonggu, tidakkah hatimu berjalan kearahku?

"Lalu, apa selanjutnya rencana Tuan? Dengan keadaannya sekarang, nona Ryeowook akan sangat sulit mengingatnya"

Piano ForestWhere stories live. Discover now