"Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam. Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu."
Chairil Anwar.
(1922-1949)Laki-laki itu menatap Cornelia dengan tatapan angkuh tapi sama sekali tidak mengurangi ketampanannya. Rambut hitam legamnya membuat siapapun ingin membelainya. Wajahnya yang halus bagaikan porselen menunjukan seperti ingin dibelai-belai juga.
Apa ini? Apa dia malaikat jatuh yang kehilangan sayapnya? Tapi dari pada pada malaikat sosok iblis lebih tampan nan rupawan lebih cocok untuknya.
"Apa mereka mengirimmu kesini untuk membunuhku?," suara indahnya tiba-tiba saja meluncur tanpa memberi aba-aba membuat Cornelia kembali terlena.
Dia menatap Cornelia waspada seolah Cornelia memang berbahaya. Setelah menatap Cornelia dari atas kebawah dia menghela nafas, "kurasa tidak."Dia menjawab sendiri atas pertanyaannya. Cornelia mengerti. Mungkin pria ini membicarakan tentang seseorang yang akan menjemputnya tapi setelah melihat tampang Cornelia dia pasti kecewa. Mungkin dia raja yang bersembunyi disini. Tapi kalau Cornelia tidak salah dengar tadi pria ini bicara tentang membunuh?
"Lebih baik kau pergi sekarang dan lupakan apa yang telah kau lihat, aku sedang berbaik hati untuk tidak membunuhmu," pria itu sekarang melewati Cornelia dan duduk diatas kursi kayu yang sudah tua itu.
Dia mengikatkan tali yang terbuat dari kain lalu mengikatkannya di lengannya untuk mencegah pendarahan. Merasa diperhatikan dia menatap tajam Cornelia yang berdiri seperti orang bodoh didepan pintu.
"Ku bilang pergi, atau kau akan segera kehilangan nyawamu."
Dia memperingati tapi Cornelia sama sekali tidak menggubris. Pria ini bicara apa? Apa dia sedang mengancam? Pria ini bicara dalam bahasa inggris sekarang karna ia rasa Cornelia tidak akan mengerti bahasa italia yang ia pakai melihat perawan Cornelia tidak seperti orang lokal disini.
"Aku..."
Shuut!
Tiba-tiba saja pisau tajam melesat kearah Cornelia, menggores pipinya sedikit dan melesat ke dinding kayu dibelakangnya. Menancap kuat disana. Cornelia ternganga diam. Dia menatap kearah dimana pisau berasal sambil memegangi pipinya yang sedikit nyeri akibat goresan pisau.
Crek
Pria tampan yang melemparkan pisau itu sekarang mengarahkan pistol kearah Cornelia.
"Aku tidak pernah ragu-ragu," dia mengancam dan sembari bangkit dari kursi tua itu.
"Hhh... hhhh...." Cornelia bernafas memburu tidak bisa menahan rasa takutnya lagi. Tubuhnya gemetar hebat dan Cornelia yakin kalau dia tidak pergi dia bisa mati detik itu juga. Cornelia melangkah mundur perlahan.
"Lupakan apa yang kau lihat dan jangan katakan apapun tentang ku, kalau kau membuka mulutmu sedikit saja aku bersumpah akan mencarimu sampai ke ujung dunia dan aku akan mengeluarkan seluruh isi perutmu," dia dengan santai meletakkan pistolnya dimeja lalu fokus ke lukanya lagi. Tapi dia melirik Cornelia.sedikit yang gemetaran di pintu, "enyahlah...."
Secepat yang Cornelia bisa ia berlari, desisan orang itu membuatnya ketakutan. Dia tidak perduli dengan lolongan serigala atau gelapnya hutan karna yang lebih mengerikan dari pada itu ia baru saja berpapasan dengan kematian...
Cornelia mengutuk dirinya sendiri. Seharusnya ia siap dengan hal-hal yang akan terjadi. Itu keyakinan yang ia siapkan saat ia melangkahkan kakinya keluar dari kehidupannya yang menyedihkan.
Apa Cornelia akan kembali? Ya! Dia belum ingin mati dan dia belum siap menghadapi dunia yang kejam ini. Dia belum siap...
Tapi dia lebih tidak siap menoleh kebelakang dimana ia akan bertemu dengan Rosaline dan Emer lagi..
Dimana ia akan dibanding-bandingkan lagi, dimana ia akan menjadi bahan tertawaan sepupu-sepupunya lagi. Dia tidak siap...
KAMU SEDANG MEMBACA
CORNELIA : Sweet Enemy [COMPLETE]
Romance#1 Cinta, selalu ada kisah tentang air mata. Dan kisah yang ini selalu sama dengan novel-novel romance yang pernah kalian baca, selalu sama, dan selalu ada air mata. . . . . Gillien Alecta Alcael. "Berlarilah padaku saat tak ada seorangpun yang bisa...