Pagi ini, aku meminta ijin dari Ayah dan Paman Henry untuk berjalan-jalan mengelilingi Kota Manchester. Kota yang terkenal dengan dua klub sepakbola besarnya. Aku pergi sendirian, namun Anna berjanji akan menemuiku setelah ia selesai bekerja di sebuah rumah makan jam 1 siang ini.
Aku menuju ke Albert Square. Khas seorang turis, aku bermaksud untuk melihat Great Abel, sebuah menara jam besar yang terdapat di antara gedung-gedung balai kota dan pemerintahan Manchester. Gedung-gedung bergaya Victorian itu terlihat tua namun tetap kokoh dan gagah. Entah berapa kali aku terkagum dengan gedung-gedung yang terdapat di Manchester ini. Aku mengambil beberapa foto sebagai bukti bahwa aku pernah berada disini, karena aku tidak tau kapan aku bisa kembali. Ya, jika bukan karena Bibi Nat sakit, aku dan Ayah mungkin akan terus menunda kedatangan kami ke Manchester.
Selesai mengambil beberapa foto, aku mampir ke sebuah kedai kopi dan membeli segelas Americano, aku memilih untuk membawanya sambil berjalan menikmati keindahan Manchester. Aku tidak tau apakah aku terlalu kagum dengan kota ini atau bagaimana, tanpa sadar aku terus berjalan menyeberang tanpa melihat lampu tanda menyeberang terlebih dahulu. Americano-ku terlempar dan aku pingsan seketika, bayangan terakhir yang kuingat hanyalah orang-orang yang datang menghampiriku.
Aku merasakan pusing yang hebat saat bangun. Aku membuka mataku perlahan, aku berada di ruangan berwarna putih dan tubuhku tertutup selimut. Ah, ini rumah sakit! Kenapa aku ada disini? Kenapa tanganku diinfus? Ah, aku takut!
Seorang lelaki tak dikenal datang menghampiriku dari luar. "Nona, anda sudah sadar?"
Aku mengangguk. "Anda siapa? Kenapa aku ada disini? Apa yang terjadi?"
Lelaki itu dewasa, usianya sekitar 30 tahunan, tubuhnya gagah. "Namaku Oliver Bower. Maaf, anda tadi menyeberang saat lampu penyeberangan masih merah. Aku sangat terkejut saat anda muncul didepan mobil, aku tidak sengaja menabrakmu, Miss...."
"Stone, Miss Stone." sambungku. "Jam berapa ini? Keluargaku pasti mengkhawatirkanku,"
"Sekarang pukul 4 sore, Miss Stone." ucapnya yang membuatku tersentak bangun dari tempat tidur.
"Aku harus pergi. Maafkan aku karena sudah lalai saat menyeberang," ucapku sambil melepaskan selang infus, aku tidak peduli dengan sakit yang kurasa.
"Maaf, Miss Stone. Tapi anda masih butuh istirahat, dan sebaiknya anda bertemu dengan atasan ku dulu, ia ingin meminta maaf secara langsung padamu."
"Aku yang salah, Mr. Bower. Katakan pada Tuanmu bahwa aku tidak apa-apa, atau kalau memaksa.." Aku mengambil tas yang diletakkan diatas meja disamping ranjang, mengambil secarik kertas dan menuliskan nomorku. "Anda bisa menghubungi saya di nomor ini, Mr. Bower."
Aku bergegas pergi meninggalkan ruangan tersebut. Tanganku masih meraba-raba isi dalam tasku untuk menemukan ponselku. "Ah.. Hello?... Ayah, maaf aku mengkhawatirkanmu... Tidak, aku baik-baik saja, ada sedikit insiden... Aku sekarang ada di rumah sakit tak jauh dari Albert Square... Tidak apa Ayah, aku akan pulang sendiri, aku akan menceritakan padamu nanti... Bye.."
Ayah memelukku saat aku tiba di rumah. Ia terlihat begitu mengkhawatirkanku, Anna juga meminta maaf karena seharusnya ia bolos saja untuk menemaniku pergi. Aku meyakinkan mereka bahwa aku baik-baik saja, walaupun ternyata ada bekas darah mengalir yang sudah mengering di tanganku, mungkin karena aku mencabut paksa infusku. Aku sedikit merintih, namun aku tak menunjukkannya.
**
"See you, Uncle Henry, Aunt Nat, Arthur and Anna! I will miss you, and I promise that I will come to Manchester again." ucapku saat berpisah dengan keluarga Ayah di Bandara Edinburgh. Bibi Nat sudah membaik, namun ia tetap harus menggunakan kursi roda karena fungsi kakinya berkurang akibat stroke. Ayah berpelukan dengan Paman Henry dan mencium pipi Bibi Nat. Aku ingin menangis namun kutahan. Pasti sulit bagi Ayah untuk hidup jauh dari sanak saudaranya. Tapi waktu yang kuhabiskan selama satu minggu di Manchester benar-benar membuatku jatuh cinta, aku pastikan diriku untuk kembali lagi kesini. Harus! You can do it, Rosalie Stone!
Ayah langsung kembali ke Vancouver tanpamengantarku dulu. Lagipula aku sudah besar, ia percaya padaku walau setelahkejadian waktu itu. Aku kembali menghirup udara Manhattan, sungguh segar danada kerinduan tersendiri bagi diriku pada udara ini. Aku memesan taksi danmeminta mereka mengantarku ke apartemen, Bibi Jules menyambutku dengan pelukanhangat.
YOU ARE READING
D for Destiny
RomanceBeberapa part utk usia 21th keatas. Namaku Rosalie Stone. Aku berasal dari Vancouver, Canada. Sebenarnya, aku sama sekali tidak memiliki darah Canada, namun orangtuaku melahirkan dan membesarkanku disana. Saat aku menginjak usia 22 tahun, aku pergi...