"Bibi, maaf aku tidak sempat sarapan, aku sudah sangat telat." seruku sambil memakai sepatu dan melambaikan tangan pada Bibi Jules yang melihatku dari dapur.
"Tapi, Rosie....." Bibi Jules menggelengkan kepala melihat tingkahku pagi itu.
Bodohnya aku! bisa-bisanya aku telat padahal aku seorang karyawan pengganti disitu. Itu perusahaan besar, Rosalie! Kau harusnya tau diri!
"Kau terlihat kacau, Miss Stone." ucap Mrs. Portman saat melihatku tiba di ruangan kami.
"Maafkan aku, Mrs. Portman. Alarm-ku tak berbunyi pagi ini," ucapku menyesal.
"Oh, ayolah, kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu. Kau hanya terlambat 3 menit," balas Mrs. Portman dengan tawanya.
Aku menuju ke mejaku yang berhadapan dengan mejanya. "Mrs. Portman, bukankah aku sudah bilang tidak perlu memanggilku Miss Stone? Kau cukup memanggilku Rosie,"
"Bukankah panggilan seperti itu harusnya hanya untuk orang yang akrab denganmu?" tanya Mrs. Portman.
"Ini sudah tiga minggu, Mrs. Portman. Aku merasa akrab denganmu, dan aku yang memintamu untuk memanggilku seperti itu." ucapku.
"Baiklah, Rosie. Ngomong-ngomong, apa kau tidak terpikir mencari pacar? Kau sudah 24 tahun," ucap Mrs. Portman tiba-tiba membuatku terkejut.
Aku pun tertawa. "Tidak semudah itu, Mrs. Portman. Kau tau kan? Lelaki hanya ingin tubuh seorang wanita saja, bukan hatinya. Dan aku tidak mencari yang seperti itu,"
"Well, hati-hati saat kau jatuh terlalu dalam pada seseorang nantinya, pastikan ia orang yang tepat." sarannya.
"I know," ucapku mengangguk dan tersenyum.
**
Malamnya, aku mendapat kabar dari Bibi Jules kalau kakak perempuan Ayahku, Bibi Nat sedang dirawat di rumah sakit. Ia terkena serangan jantung dan merambat ke stroke. Ayahku ingin mengunjungi kakaknya dan memintaku menemaninya. Ibuku tentu saja tidak bisa, dia harus mengurus restoran kecil mereka. Aku panik karena berita tersebut terlalu mendadak dan aku sadar bahwa aku hanyalah karyawan pengganti di Foster Enterprise. Segera aku menelepon Mrs. Portman dan menjelaskan mengenai apa yang terjadi pada Bibi Nat. Untungnya, Mrs. Portman mengijinkanku pergi selama seminggu, mengingat banyak pekerjaan yang sudah ku selesaikan sebelumnya.
Aku dan Ayah janjian untuk bertemu di Bandara Edinburgh. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya aku bertemu dengan pria paruh baya yang sudah tak kutemui selama 2 tahun ini, aku memeluknya erat. Tahun ini usianya menginjak 50 tahun, hanya berbeda 3 tahun dari Ibu.
Kami terlebih dulu mengunjungi rumah saudara Ayah yang berada di Edinburgh. Lalu setelahnya kami naik bus menuju Manchester, rumah masa kecil Ayah dan tempat dimana Bibi Nat tinggal. Rumah bergaya klasik itu mudah sekali ditebak umurnya, pekarangannya kecil, bahkan sebuah mobil pun tidak masuk. Tapi entah kenapa, aku merasakan kehangatan hanya dengan melihat rumah ini. Rumah tempat Ayahku tumbuh.
Seorang pria berumur sekitar 60 tahunan keluar dari pintu rumah tersebut. Ia yang semula menunduk lalu melihat ke arah kami dengan senyum sumringahnya. "Ben!!"
Ayahku pun menjatuhkan ranselnya dan menghamburkan diri pada pria tersebut, mereka berpelukan, pelukan rindu. "Henry, you look so old!" ucap Ayahku lalu mereka berdua tertawa.
Paman Henry? Sepertinya aku tahu, ia adalah suami dari Bibi Nat. Ayah pernah bercerita padaku mengenai Paman Henry yang memiliki toko sol sepatu yang terletak didekat pasar tak jauh dari rumah mereka. Ia dan Bibi Nat pernah berkunjung sekali ke Vancouver saat aku masih berusia 3 tahun. Paman Henry menghampiriku dengan senyumnya. "You're Little Rosie!" serunya dengan aksen british sambil memelukku. Aku pun balas memeluknya walaupun ingatanku tentangnya sangat terbatas. Aku menanyai kabarnya dan Bibi Nat, ia mengatakan bahwa Bibi Nat sedang dijaga oleh saudara Paman Henry, sedangkan paman sedang pulang untuk mandi dan mengganti bajunya.
**
Aku duduk disalah satu kursi yang tersedia di koridor rumah sakit. Ah, aku tidak suka bau rumah sakit. Bibi Nat dirawat secara intensif di ruang ICU, banyak selang di sekitar tubuhnya. Ayah memilih untuk tetap berada di ruangan menemani Bibi Nat. Satu hal yang membuatku tenang di rumah sakit ini hanyalah suara orang-orang yang berbicara dengan aksen british nya. Oh, aku sangat menyukainya. Aksen british begitu seksi menurutku.
"Kau tak ingin makan?" tanya Paman Henry padaku sembari duduk disampingku.
"Tidak, Paman. Aku masih kenyang," balasku sambil mengusap perut.
Paman Henry memandangiku sambil tersenyum. "Kau sudah menjadi gadis cantik yang dewasa, Rosie. I'm so happy to see you here,"
"Me too, Uncle Henry." aku memeluknya, dari matanya aku tau bahwa ia sangat lelah. Namun ia sangat mencintai Bibi Nat dan bersikeras untuk menjaganya setiap hari disini.
"Itu Arthur dan Anna sudah datang," ucapnya sambil menunjuk ke arah seorang cowok dan seorang cewek yang sepertinya usianya tidak jauh dariku.
Aku menoleh, lalu berdiri menyambut mereka.Mereka pun menyambutku dengan senang, kami banyak berbincang karena usia yangtidak terpaut jauh. Anna adalah anak pertama Paman Henry dan Bibi Nat,senyumnya manis dengan mata coklatnya, rambutnya pendek sebahu dan berwarna dark brown, umurnya 23 tahun. SedangkanArthur, tubuhnya atletis, cukup tampan, berumur 21 tahun. Selagi berbincang,tak jarang aku melamun saking aku menikmati aksen british mereka. Oh God! I'm in England!
YOU ARE READING
D for Destiny
RomanceBeberapa part utk usia 21th keatas. Namaku Rosalie Stone. Aku berasal dari Vancouver, Canada. Sebenarnya, aku sama sekali tidak memiliki darah Canada, namun orangtuaku melahirkan dan membesarkanku disana. Saat aku menginjak usia 22 tahun, aku pergi...