Epilog: Tentang Ai

9K 369 50
                                    

Sesuai janji ya, votes 1k, epilog up! Jangan dianggap serius, beneran cuma iseng-iseng nulis ini untuk mereka.

Kalian udah ikutan Giveaway-ku belum? Tengok gih IG-ku @beingacid

Happy reading!

***


Ekor mata Ansel bolak-balik mengikuti ke mana pun Ai berjalan sementara dia menanggapi obrolan bersama beberapa teman dan keluarga yang sedang berkumpul di rumahnya. Sabtu sore itu memang ramai karena Ansel mengadakan perayaan kecil ulang tahun Ai dengan mengadakan barbekyu. Ai membantu mama dan mama mertuanya menyiapkan bahan makanan untuk dimasak.

"Istri lo nggak kabalan kabur kok, Sel," ujar Stevan, salah seorang temannya, sambil terkekeh pelan melihat tingkah Ansel.

"Hah? Apa?" tanya Ansel tidak fokus. Masalahnya dia sedang memperhatikan Ai yang sedang membungkuk mengambil sesuatu di lemari dapur. Bokong Ai terlihat lebih penuh dari balik celana legging yang dipakainya. Terpaksa sekali Ansel mengalihkan matanya ke arah Stevan dan tidak lagi memperhatikan Ai.

"Istri lo nggak bakalan kabur, Sel. Nggak perlu diliatin terus," ujar Stevan.

"Ah, ya emang nggak bakalan kabur," tukas Ansel. "Tapi dia tetap menarik buat dilihat. Makin seksi."

***

Ansel memberikan seuntai kalung sebagai hadiah ulang tahun Ai. Wanita itu tersipu malu ketika Ansel memasangkan benda itu ke lehernya. Seolah belum cukup membuat wajah Ai merona, lelaki itu mencium bibirnya penuh gairah sebelum Ai terpaksa mendorong tubuh Ansel menjauh.

"Aku juga punya sesuatu buat kamu," kata Ai setelah wanita itu mengatur napasnya. Ansel menaikkan alisnya.

"Apa?" tanya Ansel. Ai mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Mata Ansel mengawasi dengan seksama. Lelaki itu nyaris melompat kegirangan ketika dia melihat logo rumah sakit ada di ujung kertas yang dipegang oleh Ai.

"Kamu hamil!" pekik Ansel. "Ya, kan?" Matanya berbinar-binar seperti anak kecil yang baru mendapatkan mainan incarannya. Beberapa orang yang ada di sana ikut tersenyum mendengar kabar itu dan juga karena reaksi Ansel yang heboh.

"Ansel! Liat dulu!" Ai menyodorkan kertas itu pada Ansel.

"Nggak perlu! Aku udah tau! Kamu pasti hamil!" ujar Ansel. "Kamu hamil!" Lelaki itu sepertinya sudah lupa bahwa ada beberapa pasang mata yang mengamatinya. Diangkatnya tubuh Ai ke dalam gendongannya dan diputar beberapa kali sampai wanita itu harus mengalungkan lengannya ke leher suaminya supaya tidak jatuh.

Ansel menurunkannya beberapa saat kemudian dan menghujaninya dengan kecupan-kecupan ringan.

"Ansel, malu ah! Diliatin banyak orang," ujar Ai pelan. "Lagian kamu lihat ini dulu!" Ai membuka lembaran kertas yang dari tadi tidak diterima oleh Ansel dan memperlihatkannya pada lelaki itu.

Ansel harus mengambil waktu beberapa detik sampai dia benar-benar fokus pada kertas itu. Kertas hasil USG Ai. Ansel sudah pernah melihat benda itu sebelumnya. Dia sudah sangat familier dengan itu. Tidak perlu dua kali mengecek untuk memastikan hal itu. Namun, Ansel menyadari, ada yang berbeda dari hasilnya.

"Kembar?" gumam Ansel tidak jelas. Matanya bergantian dari kertas itu ke wajah Ai yang sedang tersenyum padanya.

"Tiga," tambah Ai sambil menunjuk titik hitam yang lebih kecil nyaris terluput dari perhatian Ansel.

"What?" seru Ansel. "Tiga? Kamu hamil kembar tiga?" Ai mengangguk sambil tersenyum lebar.

"Enam minggu," imbuh Ai. Ada rasa bangga dalam suaranya.

"Kamu hamil kembar tiga dan masih berani sibuk ngurusin acara ini?" omel Ansel dengan nada tinggi. "A big no, young lady!" Lelaki itu celingukan mencari sesuatu. Lalu dia mengambil kursi terdekat dan membawanya ke samping Ai.

"Duduk di sini, nggak usah jalan ke mana-mana," titah Ansel. "Soal makan, biar aku yang ambil. Apa pun yang kamu mau, bilang sama aku, aku yang ambil. God, I can't believe you're still move around so much!"

"Jangan berlebihan, Sel!" tolak Ai.

"I am not. Kamu hamil satu saja udah kewalahan, Ryn. Ini tiga!" ujar Ansel. Ai memutar bola matanya.

"Ini alasan aku nggak mau bilang sama kamu," tukas Ai. "Pasti deh aku dilarang ini itu. Kata dokter, kandunganku bagus, Sel. Lebih kuat dari yang sebelumnya."

"Itu kalau satu," bantah Ansel. "Ini tiga!" Sepertinya lelaki itu masih terpaku pada jumlah calon anak yang sedang bertumbuh dalam rahim istrinya. Dia mengulang-ulang terus.

"I'll be fine, I promise," ujar Ai, menyakinkan Ansel. Lelaki itu masih merengut. Ai menangkup wajah Ansel. "Sebaiknya kita lanjutin acaranya. They are watching us."

Ansel akhirnya menyadari lingkungan sekitarnya. Matanya memandang sekeliling. Wajahnya merona merah begitu menyadari semua pasang mata menuju padanya, melihat reaksi panik bercampur bahagianya.

Sebuah senggolan di rusuk kanannya membuat Ansel menoleh.

"Pregnant women are sexy, couldn't agree more!" Stevan menggodanya.

***

How To Let Go (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang