Hadiah lagi buat kalian!
Cheers,
Astrid***
Begitu Ai terjaga di pagi harinya, hangat napas Ansel di tengkuknya menambah tingkat kesadarannya. Dia tersenyum ketika merasakan jemari Ansel ada di atas perut buncitnya. Ini adalah salah satu pagi di mana jemari Ansel menemukan tempat yang tepat. Jemari itu biasanya berada di atas dadanya atau di tempat lain yang lebih tidak sopan lagi. Apalagi ketika posisi tidur mereka saling berhadapan, bisa dipastikan jemari Ansel berada di atas bokongnya. Ditambah lagi kalau Ansel terbangun lebih dulu, lelaki itu tidak akan ragu meremasnya sedikit.
Ai meraih jemari itu dan ingin memindahkannya karena dia ingin bangun lebih dulu. Erangan Ansel merespon sentuhannya. Lelaki itu menyentak sedikit dan mengeratkan pelukannya. Ditambah dengan kakinya yang kini menahan kaki Ai.
"Sebentar lagi," gumam Ansel. "Kamu wangi. Hm...." Ansel menenggelamkan wajahnya semakin dalam di ceruk leher Ai.
"Aku mau ke toilet," protes Ai. Dia menepuk pelan punggung tangan Ansel, kode minta dilepaskan.
"Aku juga. Nitip ya," ujar Ansel tidak jelas. Lalu lelaki itu terkikik pelan.
"Aku serius, ah, Ansel!" seru Ai.
"Janji, nanti balik lagi ke sini?" tanya Ansel.
"Iya, iya," sungut Ai. Ansel melepaskan pelukannya.
"Awas ya, nggak balik ke sini!" ancam Ansel. Ai bangun dan memakai sandal kamarnya. Dia menyisir asal dengan jemarinya.
"Uhm, pagi-pagi udah sebar ancaman!" gerutu Ai sambil berjalan ke kamar mandi.
"Hei, aku denger loh! Lagian kan ini weekend. The morning's mine!" balas Ansel.
Selang beberapa menit kemudian, wanita itu keluar dari kamar mandi. Dia berniat untuk langsung keluar kamar dan membuat sarapan. Namun, begitu pintu kamar mandi terbuka, dia melihat bahwa Ansel sedang mengamati gerak-geriknya. Lelaki itu tersenyum dan menepuk pelan kasur di sebelahnya, mengisyaratkan Ai untuk kembali ke sebelahnya.
Dengan berat hati, Ai melangkah mendekat. Wajahnya sedikit ditekuk, biar Ansel tahu bahwa bukan itu maunya.
"Kamu nggak laper, Sel?" tanya Ai sambil bersandar di sebelah Ansel. Ansel langsung merengkuh Ai dalam pelukan eratnya.
"Belum," jawab Ansel. "Aku mau peluk-peluk kamu dulu. Soal makan, bisa delivery."
Ansel mencium pipi Ai dengan lembut sambil diusapnya perut buncit Ai dengan sayang.
"Aku nggak sabar nunggu mereka lahir," ujar Ansel. "Mudah-mudahan perempuan semua ya."
"Lho kok gitu?" tanya Ai. "Kamu nggak mau punya anak laki-laki?" Ansel terlihat berpikir.
"Uhm, mau sih, tapi kalau tiga-tiganya laki-laki ... uhm, mereka 'kan harus menyusui dari kamu. Aku kurang ikhlas kalau berbagi dengan tiga sekaligus," ujar Ansel. Ai menahan tawa yang terdengar seperti dengusan.
"Bukannya kamu udah puas?" tanya Ai. Ansel menggeleng pelan.
"Kamu tau sendiri kalau aku nggak pernah bisa menahan diri untuk nggak menyentuh kamu," ujar Ansel. "Dan aku kurang suka kalau ada lelaki lain yang dekat sama kamu." Kali ini tawa Ai pecah.
"Lelaki lain? Maksud kamu, anak kita nanti?" ujar Ai. Ansel mengangguk mantap.
"Meskipun darah dagingku sendiri, tetap aja dia laki-laki," gumam Ansel. "Gimana pun, aku lebih suka anak perempuan. Mereka lucu, bisa dimanja, cantik, seperti kamu." Ai memutar bola matanya.
"Dan kamu lebih suka aku cemburu lihat kamu memanjakan mereka?" tukas Ai. Ansel menggeleng.
"Aku tidak bisa melakukan apa yang biasa aku lakukan ke kamu, Ryn. Kamu akan tetap jadi satu-satunya wanita yang kupeluk dan kusentuh sepanjang malam. Aku nggak bisa lakukan itu ke anak perempuan kita, 'kan?" balas Ansel. Ai mencebikkan bibirnya. Dia tahu kalau dia kalah argumen kali ini. Wanita itu memalingkan wajahnya dari Ansel dan memandang titik lain.
Ansel tersenyum melihat reaksi Ai. Lelaki itu menghela napas lalu mengusap pelan puncak kepala istrinya.
"Tapi, apa pun jenis kelamin anak kita nanti, aku akan menyayangi mereka dengan sepenuh hati. Yang penting buatku adalah mereka lahir dengan sempurna dan kamu bisa melaluinya dengan baik," ujar Ansel. Ai menoleh untuk menatap mata Ansel. Lelaki itu balas menatapnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Senyum merekah di bibir Ai.
"Thanks," kata Ai tulus.
"I love you, Fairyn!" ujar Ansel. Lelaki menyentuh wajah Ai mendekat lalu mencium bibirnya. Mengulumnya pelan dengan penuh cinta. Dia bisa merasakan senyum Ai mengembang di bawah ciumannya.
"I love you more," balas Ai begitu Ansel melepaskan ciumannya. Ansel menggeleng.
"No, you love me longer," bantah Ansel. Ai menghela napas lalu mengangguk pelan menyetujui kalimat itu.
Mereka diam beberapa saat untuk sama-sama meresapi kebersamaan mereka. Ai menyandarkan kepalanya di dada Ansel, sementara Ansel mengusap pelan pundak Ai yang dipeluknya.
"Namanya Triple Twist," ucap Ansel.
"Apa?" tanya Ai dengan bingung.
"Itu nama eskrim dengan rasa bubble gum yang aku mau. Pas banget sama triplets yang ada di perut kamu," jelas Ansel. "Kamu nggak lupa janji kamu, 'kan, untuk cari eskrim itu hari ini?"
"Iya, aku nggak lupa. Tapi kita sarapan dulu 'kan? Aku nggak boleh skip sarapan loh!" ujar Ai.
"Iya, sarapan dulu," balas Ansel. Lelaki itu menjangkau jauh dan mengambil ponselnya. Dia memberikan benda itu pada Ai. "Pesen aja sekarang."
Ai mengambil ponsel yang disodorkan Ansel dan mulai mencari makanan yang dia inginkan untuk sarapan. Dia membiarkan Ansel tetap mengusap kepalanya dan sesekali mengecup lembut.
"Sepertinya kamu yang ngidam, tiba-tiba mau eskrim dengan rasa aneh begitu. Enggak sekalian mual dan muntahnya juga?" canda Ai.
"Oh, mungkin sekalian juga sama sensitifnya. Biar aku yang lebih sering nangis ketimbang kamu?" tambah Ansel.
"Kamu yang bikin aku nangis," sanggah Ai.
"Iya, iya, tetap aku deh pokoknya yang salah," putus Ansel.
"Biar begitu, aku tetap cinta sama kamu," tukas Ai sambil mengalihkan tatapannya sejenak ke mata Ansel yang sedang memandanginya. Ansel tersenyum lebar.
"Aku yakin kamu nggak mau nambah jadi hamil kembar empat, 'kan?" goda Ansel sambil mendekatkan wajahnya dan mengecup ujung hidung Ai. Lalu dia langsung melumat bibir Ai yang masih membuka sedikit dengan penuh gairah.
Sebentar saja, posisi mereka sudah berubah. Setengah tubuh Ansel berada di atas Ai, dan tangannya sudah merajai tubuh mungil itu. Ai melupakan tugasnya untuk mencari sarapan. Malah dia sudah tidak tahu di mana ponsel suaminya. Wanita itu sibuk menjaga supaya Ansel tidak menindih perutnya.
Bunyi barang jatuh yang cukup keras membuat Ansel menghentikan aksinya. Napasnya masih terenggah-enggah ketika dia melewati tubuh Ai dan melihat apa yang jatuh.
"Hape aku!" pekik Ansel.
"Maaf," ujar Ai pelan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Let Go (COMPLETED)
ChickLitHighest rank: #37 in Chicklit (28 Juni 2017) Manusia diciptakan berpasangan. Kalau Hawa ditakdirkan untuk jatuh ke dalam dosa dengan Adam, maka Fairyn Anastasia, secara sukarela menjatuhkan diri ke dalam dosa dengan Ansel Wilhemus.