6

52 11 3
                                    

 masih dengan gio yang berlutut tentu saja.

via memandangi gio dengan tatapan yang sangat dingin. sungguh ia membenci pria ini. walaupun ia tidak mengetahui alasannya.

via berdiri kemudian berjalan menuju meja sarah.

" oke, bentar gue bakal nemenin lo ke toko buku. sekalian udah lama ga baca buku." kataku pada sarah.

"wah wah tumben nih lo liat buku lagi, udah berapa tahun ya..wkwkwk" kata sarah sambil menyenggol bahuku.

"biasa aja kali." kataku pada sarah

"eh, gio masih berlutut tuh, kasian tauuu. kasih kesempatan kek.." usul sarah

"ngga. itu kemauan dia sendiri kan..ya udh kita liat seberapa sanggup dia." kataku tanpa sepeser pun rasa simpatik padanya.

" buruan, 5 menit lagi bel pulang. kemasin dah tuh buku buku." kataku pada sarah.


gio pov


"kasih gue kesempatan." kata gio meyakinkan. 

' gue berani bertaruh, dia bakal nerima gue. ' kata batin gio

"ga" kata via dingin.

gio sedikit tercengang, ' gadis yang tidak ada apa apanya ini menolakku. aku tahu dia pasti hanya jual mahal.'

"please, gue mohon." kata gio sudah mulai agak memelas.

"lo budeg?" kata via yang sedari tadi gemas terhadap pria yang ada disampingnya itu

"gue bakal berlutut dihadapan lo sekarang, kalo perlu. supaya lo percaya ama gue." kata gio menanti diberi kesempatan oleh via.

' gue tau, perempuan sukannya dikejar. gue tau lo bakal nerima gue, cuman lo gengsi aja sama perasaan lu.' suara batin gio bercerita sendiri.

"gue ga peduli tuh, jawaban gue tetep sama." kata via mencoba tak peduli. padahal sedari tadi ia merasa tidak nyaman di pandangi seperti ini.

' halah, so jual mahal banget nih cewek, kalo dikasih duit,bunga,coklat, shopping, paling juga kecantol, pada dasarnya semua cewe kan sama.' kata batin gio.

"ya udah, gue bakal berlutut di hadapan lo sekarang juga. ga bakal pindah sampe lo ngasih gue kesempatan."

gio mulai beranjak dari tempat duduknya, menekuk kedua lututnya dihadapan meja teman sebangkunya itu. tapi via tidak mempedulikannya.

gio tidak percaya melihat gadis ini tidak terharu ataupun simpati pada dirinya yang sedari tadi berlutut itu. kakinya mulai kram. setelah berlutut 30 menit, via meninggalkannya begitu saja.

"kita liat aja nanti. lo bakal jatuh ama gue, lo bakal jadi boneka mainan gue." kata gio yang menaikkan lututnya untuk berdiri, karena sudah waktunnya pulang sekolah.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

" yo vi, gue udah nih." kata sarah yang membawa beberapa novel ubtuk di beli.

"bentar ya, ada buku yang gue pengen beli juga."

setlah 15 menit mencari buku yang akan dibelih oleh via, akhirnya ia menemukannya.

" lo ga salah beli yang itu?" kata sarah mengernyit.

"ngga kok, emang ada yang salah ya?" tanyaku

" ada vi. judulnya salah."

" ah enggak deh, orang bacaannya udah bener kok, ga ada typo atau apa juga." kataku.

"ya ampun viii, masa iya lu beli buku aku tahu aku gila. "

"ya ga ada salahnya dong. serah gue lah" kataku cuek.

"yodah yodah. buruan pulang, gue mau dimarahin mama kalo pulang nya magrib." kata sarah padaku.

---------------------------------------------------------

"ma, via pulanggggggggggggggg" kataku tanpa menunggu balasan langsung menuju kekamarku.

via merebahkan punggungnya ke atas kasur. ia memikirkan kejadia disekolah pada saat jam pelajaran ibu tuti tadi. ia terlalu terbawa emosi, ia tidak bisa menahan amarahnya. ia benci menjadi pusat perhatian. semakin menonjol dirinya akan semakin mudah bagi orang orang untuk mencari tahu siapa dirinya sebenarnya.

penyamaran nya telah terbongkar. ia keceplosan karena terbawa emosinya. 

"toh, sifat asliku sudah terungkap. akan aneh jika aku kembali berpura pura seperti dulu.

"mau bagaimana lagi, semuanya sudah terlanjur." kataku pada diriku sendiri

"selama identitasku belum terbongkar, permainannya masih aman." sugestiku untuk diriku sendiri.

kemudian mataku mulai sayup sayup. dan terasa agak berat, seiring dengan dorongan angin, mataku tertutup.




Vianna AlexaWhere stories live. Discover now