Tangisan Kai

7.7K 444 34
                                    

Kai merasa kehidupannya berubah semejak ia mengenal Gio, apalagi semenjak ia resmi jadi pacar Gio. Hubungan mereka kini sudah hampir mencapai satu bulan, tepatnya lusa adalah hari jadi mereka. Akankah dia mendapat kejutan? Kai tersenyum sendiri memikirkan itu. Jujur, ia juga ingin merasakan kejutan di hari jadinya, seperti hubungan teman sekelasnya. Tapi ia memaklumi kalaupun Gio tidak memberikannya kejutan, ia tahu bahwa Gio adalah orang yang sibuk tidak seperti anak SMA yang kekurangan kerjaan.

Hari ini ia merasa kesepian di kelas, karena kedua curut yang biasa ngerecokin kehidupannya tidak bisa masuk dengan alasan Vey yang sakit dan Awi yang ikut orang tuanya kerja ke luar kota. Dan penderitaannya, semakin bertambah dengan chat dari pacarnya itu.

Aku ga bisa jemput, nanti Temi yang jemput.

Kai berdecak, ia merasa bahwa pacarnya itu bukan Gio melainkan Temi. Karena sudah tiga hari berturut-turut ia diantar jemput oleh Temi. Kai menggerakan jarinya membalas pesan Gio.

Iya.

Hanya itu yang Kai balas, ia tidak mungkin mengutarakan kekesalannya karena Kai yakin Gio mungkin sedang sibuk. Ia harus berpikir positif untuk sekarang ini.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya mobil Gio berhenti di depan gerbang. Kai masuk ke dalam mobil, ia ingin bertanya pada Temi tapi ia ragu.

"Ada apa Non?" Temi bertanya melihat gerak-gerik Kai yang gelisah.

"Ahh, tidak Pak. Cuma.. kalo boleh saya tahu, emang Gio lagi sibuk ya?" Dan pertanyaan itu akhirnya keluar dengan jelas.

"Iya Non, tuan sedang sibuk dengan proyeknya bersama nona Isla." Temi sudah mengenal Isla, karena sewaktu dulu Gio selalu membawa teman-temannya ke rumah.

Isla? Siapa itu? Perempuankan? Pertanyaan itu muncul setelah mendengar penuturan Temi. Kai menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh berpikiran buruk. Itu hanya rekan bisnis, ya rekan bisnis.

"Masih muda Pak?" Pertanyaan Kai tadi membuat Temi tertawa renyah, karena ia tahu pasti Kai takut Gio berpaling.

"Emang kenapa Non?"

"Eng.. engga cuma pengen tahu aja." Kai gelagapan menjawab pertanyaan Temi.

"Seumuran sama den Gio dan kebetulan juga dia temen waktu kuliahnya Gio dulu Non." Mendengar itu Kai mematung, mengapa Gio tidak pernah bercerita padanya kalo ia bertemu bahkan bekerja sama dengan teman kuliahnya dulu.

Persaan Kai semakin tidak tentu arah, tapi dengan cepat ia membuang pemikiran anehnya itu. Ia harus percaya pada Gio, ia ingat ucapan Oma bahwa suatu hubungan harus berdasarkan kepercayaan terhadap sesama. Jadi ia percaya dengan Gio.

Sesampainya di depan rumah, Kai turun dengan sebelumnya mengatakan terima kasih seperti biasa pada Temi. Ia masuk ke rumah, disaat akan menaiki tangga, ia di kejutkan Juna yang tiba-tiba meloncat ke arahnya.

"Astaga..." Kai mengusap dadanya dan menatap Juna yang sekarang tertawa terbahak-bahak.

"Ga lucu lo bang, kalo gue jantungan gimana hah!?" Sungguh Kai kesal sekali, abangnya ini tidak tahu apa kalo adeknya yang unyu ini lagi gundah gelisah.

"Muka lo lucu, adu..duh perut abang sakit." Juna masih tetap tertawa sambil memegang perutnya, yang ia yakini sakit gara-gara ketawa berlebihan. Rasanya Kai ingin mencekik abangnya sendiri, agar diam dan berhenti tertawa.

Melihat tatapan Kai yang tidak bersahabat, Juna mencoba meredakan tawanya. Walau sulit, karena ekspresi Kai tadi saat kaget kembali melintas di otaknya.

Setelah merasa lebih baik, Juna berdehem sebelum bicara. "Lagian lo masuk-masuk bukannya salam maen nyelonong aja. Pake bengong lagi."

Bukannya menjawab Kai melangkahkan kakinya menaiki tangga, Juna yang merasa belum mendapat jawaban mengikuti Kai dari belakang.

Your Sister is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang