Part 8

334 46 0
                                    

"Selamat ulang tahun yunaaa" teriak ibu mengagetkanku saat aku menghampiri dapur. Senyum yang selalu menenangkanku terkembang jelas dibibirnya. "Malaikat ibu yang paling cantik. Tiap lilinnya nak. Jangan lupa sebutkan permohonanmu" lanjut ibu sambil menyodorkan kue dengan lilin menyala terang di atasnya.

Permohonan?

Aku bahkan takut memohon sekarang. Seakan segala permohonan ada biaya yang musti kubayar. Aku pernah memohon untuk debut, dan disinilah aku. Gadis yang berhasil bangkit dari keterpurukannya dan selangkah lagi meraih mimpinya, tapi kembali terpuruk akan hal lain. Aku tidak jauh pintar daripada keledai. Karena aku jatuh di lubang yang sama. Kenangan langkah kaki seokmin masih terngiang di telinga meski sudah 1 bulan lamanya aku tidak bertemu dengannya. Langkah kaki yang tak jauh berbeda dengan langkah soonyoung saat meninggalkanku dulu.

Kutiup lilin dengan segera karena kasihan kepada ibu karena telah mengangkat kue ku terlalu lama. Karena terlalu cepat, Aku bahkan lupa untuk memohon sesuatu.

Di tengah carut marut perasaaanku, ada rasa kelegaan yang kusyukuri. Aku tidak perlu memilih. Aku bebas sekarang. Seokmin dan soonyoung sudah memutuskan pergi dariku. Meski setelah soonyoung menciumku. Aku tau dia pasti hanya ingin mempermainkan perasaanku. Aku tidak akan membuka hati untuk 2 bersaudara sialan itu. Lagian, aku bukan orang yang terlalu mendalami remeh temeh apalagi soal cinta. Meski sebenarnya aku mulai meragukan hatiku saat ini.

Beberapa hari lalu aku mendapat telepon dari ibu eunha, katanya eunha sudah mau diobati. Orang tuanya memutuskan untuk membawanya keluar negeri. Tapi saat itu aku sedang di asrama dan dilarang keras untuk meninggalkan jadwal latihan kecuali aku jatuh sakit. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk eunha dari tempatku berada.

Agencyku cukup baik dengan memberiku hari libur di hari ulang tahunku. Dan itupun hanya sehari. Besok pagi aku harus kembali menghadapi tatapan tajam dari gadis yang selalu membuatku ingat kepada soonyoung. Gadis itu memiliki bakat tari luar biasa. Aku sempat dibuat kagum olehnya saat pertama kali melihatnya menari. Seperti soonyoung, dia memiliki gaya tari yang powerfull. Lewat dia lah aku bisa kembali bertemu dengan pemuda yang sudah meluluhlantakkan hatiku saat masa sekolah dulu. Gadis itu akan debut bersamaku. Aku sungguh tak bisa membayangkan masa depanku kelak.

Ibuku tidak ingin berpisah dariku selama masa liburanku. Jadi aku berdiam diri dirumah, berusaha selalu tersenyum agar ibuku tidak khawatir. Badanku semakin kurus jika dibanding terakhir kali aku bertemu dengan ibuku. Ibu sempat menangis saat melihatku lagi setelah 1 bulan kita tidak bertemu, beruntungnya aku bisa meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja. Setidaknya kupikir saat ini begitu.

Akhir-akhir ini, saat-saat bersama keluargaku, bersama ayah dan ibuku tercinta, aku masih merasa sendiri. Beban di hatiku terasa berat dan aku merasa tidak ada tempat untuk membaginya. Segala tekanan yang kuterima di agency, sakit hatiku, keyakinan diriku menggerogoti diriku perlahan.

Biasanya saat-saat seperti ini, eunha selalu tahu dan muncul tiba-tiba di depan rumah. Tapi sekarang dia sedang berjuang untuk dirinya sendiri. Tidak ada waktu untuk gadis yang terlalu banyak masalah ini. Berkali-kali aku kembali menonton frozen hanya untuk mengingatkanku untuk kuat. Tapi saat film selesai, kenangan akan 2 bersaudara yang mencabik-cabik hatiku datang lagi. Kusadari aku jadi lemah gara-gara mereka. Tapi aku tidak bisa berbuat apapun.

Kembali di dapur saat ibu memberikan potongan kue ulang tahunku kepadaku. Aku merasa sangat bersalah kepada ibuku, karena untuk saat ini aku tak bisa memakannya. Agency sudah mensyarat berat badan yang kupunya sebelum debut dan aku masih sedikit berlebihan. Aku tahu ini akan terjadi saat masa debutku semakin dekat. Jadi itu bukan jadi masalah. Hanya saja ibuku belum tahu soal itu. Untuk menghindari interogasi dari ibu, aku meminta izin untuk makan kue di kamar. Meski pada akhirnya kue itu takkan kusentuh. Dan memang aku sedang tak bernafsu dengan makanan manis. Semoga ibu tidak melihat potongan kue yang kubuang, batinku sedih saat membuangnya di tong sampah kamar dalam kondisi terbungkus plastik agar tidak nampak berwujud kue.

NostalgiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang