Setelah sebulan lamanya meninggalkan tanah air yang telah membesarkannya, akhirnya seokmin kembali menginjakkan kakinya di bandara incheon dengan tangan masih dibopong. Adegan kecelakaan yang terakhir ia lakukan selama di new york cukup menghancurkan beberapa tulang rusuk dan lengannya. Beruntung kakinya masih baik-baik saja, sehingga ia masih bisa berjalan dengan gagah keluar dari bandara dan pulang menuju rumahnya.
Udara pengap seketika menyambutnya saat ia berjalan menuju pemberhentian bus dan menunggu bus yang mengangkutnya pulang. Sesampainya di depan rumah, soonyoung menyambutnya dengan pelukan hangat.
"Selamat pulang kembali seokmin-a" kata soonyoung.
Soonyoung nampak lebih berantakan dari biasa. Nampak ada keresahan yang sangat dalam di matanya.
"Apa ada sesuatu yang terjadi hyung?" Tanya seokmin saat mendapati hyungnya gelisah.
"Bukan apa-apa. Aku hanya kurang tidur. Sekarang kau pergi istirahatlah di kamar. Aku sudah menyuruh orang membersihkan kamarmu." Balas soonyoung mengalihkan pembicaraan. "Hyung pergi dulu" pamitnya.
"Mau kemana hyung?"
"Ibu sinb meneleponku. Sinb mengunci diri lagi di kamar" jawab soonyoung singkat.
Keluarga sinb dan soonyoung sudah dekat sejak lama. Orang tua mereka sudah bersahabat ketika masih duduk di bangku sekolah. Orang tua sinb pun sudah sangat bergantung kepada soonyoung jika sinb sedang dalam fase tidak bisa diajak bicara. Mereka meyakini hanya soonyoung lah yang bisa membujuk sinb untuk bisa bicara.
Tanpa banyak bicara, soonyoung segera mengambil jaket abu-abu kesayangannya dan menuju stasiun kereta untuk ke rumah sinb. Sementara seokmin memilih merebahkan diri di kamarnya setelah melihat saudara sepupunya keluar dari pagar rumahnya.
***
"Sinb, ini aku" kata soonyoung setelah mengetuk pintu kamar sinb. "Aku masuk ya" lanjutnya sambil membuka pintu kamar sinb.
Sinb nampak terdiam memandangi piala-piala yang terpajang di kamarnya dari tempat tidurnya. Betapa dia banyak memenangkan berbagai kompetisi tari sejak usianya masih muda sekalipun. Dia hanya terdiam saat soonyoong duduk di sebelahnya.
"Sampai kapan kau duduk termenung disini?" Kata soonyoung dingin. "Bukannya kau seharusnya latihan?"
"Tidak ada gunanya lagi aku latihan" jawab sinb pendek. "Aku juga tidak akan debut"
"Ceo hanya menunda, bukan membatalkan" lanjut soonyoung masih mencoba untuk tenang
"Itu hanya tinggal menunggu waktu saja, statusnya akan berubah" jawab sinb sinis.
"Percuma aku melatihmu selama ini. Apakah kau tak memikirkan teman-temanmu yang lain?" mulai sedikit meninggi
"Bilang saja oppa khawatir dengan yuna. Oppa tak perlu kesini. Aku tidak membutuhkan oppa" jawab sinb semakin jutek.
Tiba-tiba soonyoung berdiri. "Kau benar. Tidak seharusnya oppa disini. Dan yuna memang lebih membutuhkan oppa daripada kau" emosi soonyoung meningkat lebih cepat daripada biasanya. Dia cukup frustasi untuk tetap sabar seperti biasanya. Soonyoung berdiri dan keluar dari kamar sinb.
Bukannya pergi dari rumah sinb, tapi soonyoung menunggu di depan kamar sinb untuk mengatur nafas. Dia sadar, tidak seharusnya dia emosi. Apalagi dalam kondisi seperti ini. selain itu, memang itulah yang biasa ia lakukan saat dia cek-cok dengan sinb. Dia akan meninggalkan sinb begitu saja dan pada akhirnya sinb akan mendatanginya dan meminta maaf padanya.
Ternyata kebiasaan itu masih berlaku hingga saat itu. Beberapa saat kemudian, sinb keluar dari kamar dengan kepala tertunduk. Sesaampainya di luar, dia mulai celingukan mencari keberadaan soonyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nostalgia
FanfictionAku pernah memilikimu. Tapi sekarang tak lagi. Kau miliknya, dan aku pun sudah jadi milik yang lain. Tapi jika kau hadir kembali di hidupku, apa yang harus kulakukan?