Surprise Me, Again?

2.2K 148 1
                                        

"A man biggest mistake is giving another man an opportunity to make his woman smile."
~Drake~

Anna.

Matahari sudah bersinar terik saat aku duduk di restoran hotel yang kebetulan menghadap pantai yang menghampar luas di kejauhan. Semilir angin menerbangkan beberapa helai rambutku dan menerpa wajahku yang sudah aku saput make up tipis. Hari ini aku berencana menuju resort yang berada di Uluwatu, sebuah proyek baru dan pengembangan dari hotel ini. Terbersit dalam pikiranku untuk menginap di rumah Nathan di Ubud nanti malam dan aku sudah menghubungi Pak Adi karena sejak semalam Nathan tidak bisa dihubungi. Mungkin dia sedang sibuk dengan proyeknya sendiri, pikirku.

Secangkir kopi hitam masih mengepulkan asap karena baru saja disajikan oleh pramusaji. Sepotong croissant dan secangkir kopi cukup untuk sarapan pagi ini. Mataku yang sangat mengantuk harus aku kuatkan dengan kopi pahit ini. Semalam aku tidak bisa tidur meskipun aku terus memejamkan mata. Pertemuan dengan Harrys dan juga peristiwa semalam telah berhasil merusak malamku.

Harrys.

Melihat mata Anna berubah sendu saat menatap mataku, aku tidak kuasa untuk mengontrol diriku sendiri. Entah bujukan dari mana yang membuatku memberanikan diri untuk melingkarkan tanganku pada pundaknya dan meraihnya ke dalam pelukanku. Singkat, namun membuatku tahu jantung Anna juga berdetak tak karuan saat itu. Bahkan, aku bisa merasakan kehangatan yang dulu selalu aku rasakan setiap kali memeluk Anna. Rasanya, aku menghentikan putaran waktu cukup pada detik itu saja. Kebahagiaan yang tidak terbantahkan membuatku tidak sanggup untuk tidak tersenyum pagi ini.

Aku menatap diriku sendiri pada cermin. Rambutku sudah rapi begitu juga dengan rambut tipis di sekitar janggut sudah aku bersihkan tadi pagi. Kemeja warna putih dan jas hitam sudah aku kenakan, tapi kali ini tanpa dasi. Kancing kemeja yang paling atas sengaja aku lepas. Kunjungan ke resort tidak membuatku harus tampak seperti akan meeting dengan klien. Aku malah hanya jalan – jalan saja dengan Anna.

Aku berbalik menuju pintu saat tiba – tiba aku merasakan penglihatanku kabur dan seluruh isi kamar rasanya berputar – putar. Tanganku berpegangan pada tembok untuk menjaga keseimbangan tubuhku. Semakin lama aku merasakan kepalaku semakin sakit dan aku tahu ini adalah kesalahanku sendiri yang berhenti meminum obat sejak beberapa hari ini. Tanganku tidak lagi bisa menyangga tubuhku dan aku ambruk di lantai. Tanganku menyenggol vas bunga hingga jatuh berantakan. Untung saja aku tidak pingsan. Aku hanya merasa seluruh sendi – sendi di tubuhku ikut lemas dan rasa mual yang luar biasa.

"Bapaaaak!" aku mendengar suara Marissa yang menjerit dan entah sejak kapan ia sudah menyangga tubuhku. Aku juga mendengar ia berteriak memanggil beberapa guards di depan pintu.

"Ambilkan obat." Aku berusaha untuk meminta tolong pada Marissa. Ia berdiri mengambil obat setelah salah satu dari pengawalku berganti menyangga tubuhku.

Marissa kembali dengan membawa obat dan segelas air putih. Aku meminumnya lalu mereka memapahku ke tempat tidur. Marissa melepas jasku dan membantu menidurkanku di tempat tidur. Perlahan – lahan rasa sakit di kepalaku menghilang dan aku mulai mengembalikan kesadaranku. Marissa masih berdiri di samping di tempat tidur dan melihatku dengan cemas.

"Terima kasih." Aku tersenyum padanya.

"Perlu saya telepon ibu?" tanyanya pelan dan aku jawab dengan gelengan. "Tolong jangan beritahu Anna juga."

Marissa mengangguk mengerti. Ia sudah berkali – kali melihatku seperti ini sejak beberapa bulan yang lalu, sehingga ia tidak pernah lelah untuk mengingatkanku meminum obat yang sudah dibawakan Keylila. Ia bahkan meminta obat tambahan yang akan dibawa jika sewaktu – waktu aku lupa membawa obat itu. Mungkin ia sudah trauma melihatku pingsan di Singapura beberapa bulan yang lalu, hingga harus dilarikan ke rumah sakit.

Petrichor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang