"Time is like a river. You cannot touch the same water twice, because the flow that has passed will never pass again."
-Unknown-Anna.
Langit sudah berubah menjadi jingga saat aku menginjakkan kaki ku di Denpasar. Indah sekali lukisan alam itu. Campuran jingga kemerah - merahan dengan saputan warna biru gelap. Tuhan, jika keindahan semacam itu masih ada, maka lukiskan keindahan sekali lagi dalam duniaku. Aku berdoa dalam hati.
Aku meraih kacamata hitam yang menggantung di kemejaku lantas memakainya. Meskipun senja sudah menyapa namun langit masih tampak cerah.
"Mbak Anna." Seseorang menyapaku saat aku hendak berjalan keluar bandara. Aku menoleh dan menemukan seorang pria separuh baya tersenyum padaku.
"Saya Pak Adi mbak. Disuruh Mas Nathan menjemput Mbak Anna disini." Pria itu langsung memperkenalkan diri saat wajahku menunjukkan kebingungan.
"Oh iya Pak." Aku langsung tersenyum saat ia menjelaskan tentang siapa dirinya. Dan Nathan tidak bilang sama sekali, ia akan mendatangkan supir untuk menjemputku segala.
Aku mengikuti Pak Adi menuju tempat dimana mobilnya di parkir, hingga kami sampai di samping mobil sedan hitam. Pak Adi membukakan pintu penumpang dan mempersilakan aku masuk. Aku mengangguk dan melangkah masuk ke dalam mobil. Hanya dalam hitungan menit saja, Pak Adi sudah menjalankan mobilnya keluar dari bandara menuju ke rumah Nathan, entah dimana itu.
"Perjalanannya agak jauh Mbak. Kalau mau tidur dulu tidak apa - apa." Pak Adi berbicara masih dengan konsentrasi menyetir. Sesekali ia melihatku dari spion depan.
"Rumahnya dimana Pak?" Tanyaku. Rasa ingin tahuku tidak bisa ku tahan. Sejak dari Jakarta tadi aku sudah bertanya pada Nathan namun ia hanya menjawab lihat saja nanti. Bagiku, itu bukan jawaban sama sekali.
"Ubud Mbak." Jawab Pak Adi dengan logat jawa. Bapak satu ini tinggal di Bali tetapi logatnya Jawa.
"Sudah lama Pak tinggal di sini?" Tanyaku mencari bahan obrolan.
"Saya sudah 10 tahun ikut keluarganya Mas Nathan. Saya ke Ubud kalo ada permintaan saja Mbak. Selebihnya saya tinggal di Surabaya, ngurus rumahnya bapak yang di Surabaya." Jawab Pak Adi. Bapak yang dimaksud Pak Adi ini pasti Papanya Nathan.
"Jadi bapak tadi baru sampai di Bali hari ini?" Tanyaku lagi.
"Sudah semingguan Mbak. Mas Nathan bilang mau kesini tapi kok diundur - undur terus. Tadi siang baru telepon lagi katanya saya diminta jemput Mbak di Bandara."
Jawaban Pak Adi memunculkan tanya di pikiranku. Nathan akan ke Bali dalam seminggu kemarin dan dia membatalkannya. Ia malah memintaku untuk datang kesini. Apakah dia menundanya karena aku? Aku yang menangis di cafenya dan tidak mau pulang itu. Aku langsung mengusap wajahku. Rasanya sangat malu sekali.
"Nathan sering kesini Pak?" Aku masih saja bertanya pada Pak Adi yang fokus menyetir. Sebenarnya aku hanya ingin membunuh kebosanan.
"Tidak juga Mbak. Dulu pas Mas Nathan punya pacar, sering main kesini sama Mbak.... saya lupa namanya Mbak Anna. Sudah lama sekali itu. Lima tahun lebih. Mas Nathan juga masih kuliah." Pak Adi sepertinya orang yang senang bercerita. Kesan itu yang muncul di benakku. Tapi aku cukup senang, setidaknya aku jadi tahu tentang Nathan.
"Bukannya Nathan dulu kuliah di Inggris Pak?"
"Pacarnya juga Mbak. Jadi pas liburan mereka pasti kesini. Tapi sejak putus kan Mas Nathan jadi jarang pulang, apalagi kesini. Mas Nathan jadi sering jalan - jalan tidak jelas kalau katanya Bapak." Pak Adi ini benar - benar informan sejati. Aku tertawa di dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor [END]
Romansa(Sudah Terbit cetak maupun Google Books) Tidak mudah untuk menjadi kekasih dari seorang laki - laki yang hidup di langit. Meski ia selalu memberikan dunia untuk Anna, tetapi dunia tidak pernah tahu jika Anna memilikinya. Harrys adalah lelaki yang hi...