sembilan

43 10 17
                                    

"Jangan terlalu mengharapkan sesuatu yang tidak pasti. Sudah tau tidak pasti tapi, kenapa masih mengharapkan?"

Claudia Nanda


******
"Kalo ngantuk ya tidur aja ntar kalo udah sampai gue bangunin"

"Ogah, kalo gue tidur bisa-bisa lo macam-macam sama gue" sahut fera tidak santai.
"Gue gak macam-macam kok, cuma 1 macam saja" balas feri tersenyum yang tidak bisa diartikan apa arti senyumannya.

"Awas aja lo macam-macam sama gue. Gue pukul baru tai rasa lo" sahut fera sebal
"Haha santai kali fer gue gak bakal apa-apain lo, kalo belum sah. Kalo udah sah kan gue apa-apain boleh" goda feri
"Aww...awww" teriak feri
"Sakit bego lo cubit" teriak feri lagi yang kesakitan pinggangnya dicubit fera.
"Makanya kalo ngomong dipikir dulu" decak fera.

"Anjir lo kayak mak lampir galak cuy" ucap feri menggeleng-gelengkan kepala
"Bilang apa lo tadi?!" Sentak fera
"Hehe gak bilang-bilang apa kok cantik"feri cengengesan takut dicubit lagi sama fera.

****
FERA POV

Gue sebel sumpah sama feri. Seenak jidatnya bilang kalau udah sah diapa-apain boleh. Emang gue mau apa sama dia. Batinku

Perjalanan dari restoran kerumahku terasa lama sekali. Padahal letak restoran dan rumahku tidak begitu jauh. Tapi aku merasa sangat jauh. Bagaimana tidak jauh kalau feri naik motornya kayak kakek-kakek sumpah pelan banget bikin gue gak sabar.

"Lo ajaran naik motor apa? Lama banget jalannya" gerutuku
"Alon-alon sing penting kelakon" sahut feri cuek

Hobi banget jawabnya cuek. Batinku sebal

"Artinya apa coba itu" tanyaku yang tidak terlalu mengerti bahasa jawa
"Lo gak tau artinya?" Sahut feri kaget.

Mungkin feri sedikit kaget saat gue tanya apa arti dari alon-alon penting kelakon. Bagiku bahasa jawa itu terlalu sulit untuk dipahami seperti doi yang sulit dipahami. Dulu sebelum gue pindah ke jakarta aku masih lancar bahasa jawa. Ya walaupun tidak begitu lancar lah. Karena sudah agak lama mungkin aku tinggal dijakarta jadi aku mengikuti gaya bahasa di jakarta. Ya, walaupun ada sedikit khas jawanya lah. Ya intinya gue orang jawa tapi gak bisa bahasa jawa.

"Nggak gue gak tau artinya itu" sahutku polos
Feri lantas menggeleng-gelengkan kepalanya. "Artinya itu pelan-pelan yang penting terlaksana. Kurang lebihnya seperti itu."

"Oh baru tai gue" sahutku
"Lo ga pernah perhatiin pelajaran bahasa jawa apa? Masa gitu aja kagak ngerti" tanya feri
"Gue gak suka bahasa jawa sulit dipahami."
"Iyalah lo gak suka bahasa jawa, kan lo sukanya sama gue" feri terkekeh

Gue spontan memukul pundaknya. Ya gitulah gue kalau salting suka mukul orang hehe.

"Aduh sakit bego. Hobi banget sih mukul kalo gak mukul ya nyubit" gerutunya
"Hehe maap" balasku tersenyum tipis.

Tanpa kusadari ternyata sudah sampai didepan rumahku. Tapi, gimana feri tau rumahku? Kan dari tadi gue ngobrol sama dia. Ah gue tidak terlalu memikirkan itu. Yang penting gue udah sampai rumah. Tapi, saat aku menatap depan rumahku. Aku merasa kesenanganku hilang seketika, aku tidak terlalu menyukai rumahku lebih tepatnya rumah ibu tiriku. Banyak orang bilang rumah adalah tempat untuk menemukan kebahagiaan, tapi bagiku tidak, rumah bagiku seperti neraka.

"Kenapa muka lo kok kayak gitu" tanya feri
"Gapapa. Thanks ya" sahutku
Mungkin feri terlalu memperhatikan mimik wajahku yang berubah begitu saja.

Baru saja aku melangkahkan kakiku. Feri memanggilku. "Fer"
"Iya?" Sahutku menoleh untuk melihatnya.

Kulihat dia turun dari motornya dan melepaskan helmnya. Menghampiriku.

Aliquando [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang