Bab 14

6.7K 508 61
                                    

Wira melepas dasi yang terasa mencekik leher. Dia kemudian menyandarkan tubuh di kursi kerja. Jari telunjuknya memijit area di antara kedua alis. Lalu dia memejamkan mata, mencoba menghilangkan sedikit rasa lelah yang mendera. Terdengar dia menarik napas panjang.

Pemandangan gedung pencakar langit di luar sana, tidak menarik sedikitpun. Aroma parfum yang sangat khas, menyeruak begitu saja menyapa indera penciumannya. Bukan Nawang. Harum gadis itu sangat lembut dan feminin.

"Hai, sayang. Apa yang kamu pikirkan sepagi ini?" Sepasang lengan putih dan mulus, sudah melingkar di pinggang Wira.

"Dira? Kapan kamu pulang dari Paris?" Wira tidak berbalik, bahkan dia tidak memiliki niat meski hanya untuk memeluk Dira.

Dira bersandar dengan nyaman. Sementara tangannya yang berkutek merah darah, memeluk Wira dengan erat dari belakang, "Kemarin sore, dan aku sudah merindukanmu sepanjang malam tadi. Sayangnya aku harus menghadiri gala dinner dan peragaan busana, hingga aku tidak sempat menghubungimu,"

"Tidak masalah, akhir-akhir ini aku juga terjebak dengan rutinitas padat." Tidak terlintas dalam pikiran Wira untuk menceritakan tentang Nawang kepada wanita itu.

"Kamu tidak merindukanku?"

Rindukah dirinya pada Dira? Wira merasakan kehampaan yang menyiksa batin. Dulu, semua terasa benar. Harum tubuh dan pelukan Dira, selalu bereaksi cepat pada tubuhnya. Jika dulu, pertemuan setelah sekian lama itu hanya berarti satu hal. Mereka pasti sudah bergulat dengan panas di atas sofa. Tapi tidak dengan sekarang.

Wira terdiam selama beberapa detik. Dia kemudian mengurai pelukan Dira, sebelum berbalik, "Aku sedang banyak pekerjaan, bisakah kita bertemu nanti malam saja?"

"Baiklah. Tempatku apa tempatmu?" Karena perjalanan yang melelahkan, sepertinya Dira tidak mencurigai apapun.

Wira berpikir lama, sebelum menyahut dengan enggan, "Tempatmu saja."

Dira tersenyum senang. Tanpa sungkan, wanita itu kemudian melingkarkan tangannya yang terawat di leher Wira. Dira mendongak, menampilkan kecantikan mewahnya. Bibirnya yang merah, dan kian penuh karena sedikit tindakan dengan alasan estetika, terlihat begitu menantang. Tanpa menunggu persetujuan, Dira kemudian menyatukan bibirnya dengan bibir Wira.

"Ada apa? Kenapa kamu tampak tidak seperti biasanya?" Dira menjauh, ketika Wira tidak merespon tindakannya. Matanya penuh tanda tanya, tapi Wira hanya mengangkat bahu acuh.

Wira tahu pasti jawaban dari pertanyaan Dira. Hanya saja, dia enggan mengatakan yang sebenarnya, "Sudah kukatakan tadi, bahwa perkerjaanku sekarang sangat menumpuk. Mungkin hanyaku sedikit lelah. Jadi, aku mohon jangan menggangguku sekarang,"

"Baiklah, aku mengerti." Dira mengelus pipi Wira lembut, "jangan terlalu memforsir tenagamu. Sisakan sedikit untukku, oke? Aku berjanji, nanti malam kamu akan memperoleh kembali tenaga supermu!"

"Kita lihat nanti," Wira ragu akan menjadi pria normal nanti malam. Tapi tidak ada salahnya untuk mencobanya.

Sekali lagi, Dira mengecup bibir Wira sebelum meninggalkan Wira dengan tatapan penuh janji, "Aku pergi dulu, sebentar lagi ada pemotretan di studio."

"Aku berharap hadiahku dari Paris tidak akan mengecewakan."

"Kamu bisa mempercayai diriku!" ujar Dira sembari mengedipkan satu mata, sebelum sosoknya menghilang dari balik pintu kerja Wira.

Wira kembali menatap nanar pada keramaian di bawah sana. Sebenarnya jadwal acaranya hari itu memang tidak terlalu padat. Karena dia memang berusaha menyibukkan diri, semenjak kepulangan dari Samarinda. Sesekali dia juga menyempatkan diri pergi ke Klub langganan, hanya untuk minum dan bertemu dengan beberapa teman lama.

Janji Cinta (ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang