Bab 9

6.5K 493 29
                                    

"Kak Wira, jangan!" Nawang ingin berteriak, tapi yang keluar dari mulutnya justru desahan penuh hasrat. Matanya hampir tidak mempercayai, sesuatu hal yang berada di depannya. Dia tidak sedang bermimpi. Ini nyata.

Wira tengah mencumbunya. Lebih tepatnya, pria itu tengah bermain di dadanya. Kedua bukitnya yang indah dan kencang, telah menjadi sasaran remasan kedua tangan pria itu. Sesekali bahkan mulut Wira ikut ambil bagian. Hisapan demi hisapan, yang diselingi dengan remasan lembut, membuat Nawang terlena.

"Aku tidak bisa menghentikannya sekarang, Nawang. Terserah kamu mau menganggap diriku apa setelah ini, tapi saat ini aku tidak bisa melepaskan kamu." Ucapan itu penuh tekad tanpa sedikitpun rasa bersalah.

"Kak, ini nggak bener! Ini—Oh, Kak—" desah Nawang tidak berdaya, ketika jemari panjang Wira mulai turun menelusuri permukaan kulit di sepanjang perutnya. Nawang mencoba memberontak, terlebih ketika kepala Wira telah berada di depan gundukan rahasia milik Nawang. Begitu mulus dan tak terhalang apapun.

Tunggu! Apa! Darah Nawang berdesir seketika. Tadi dia tidur dengan mengenakan kemeja dan celana panjang. Namun benda-benda itu telah tercecer entah ke mana. Begitu pula dengan pakaian dalamnya. Padahal Nawang yakin jika dia berpakaian lengkap, sebelum berangkat tidur tadi.

"Aku menginginkan kamu, Wang. Sudah terlalu lama kamu menyiksa aku, dan sekarang kamu harus tanggung jawab." Wira tentu saja tidak mengalami kesulitan berarti. Selain tubuhnya kebih besar dan kuat, posisi Nawang sangat tidak memungkinkan untuk melawan. Tubuh gadis itu terjepit di bawah tubuh Wira yang panas.

Kedua tangan Nawang ditahan di atas kepala. Nawang mencoba melawan, meski hasilnya sia-sia. Tubuh mereka tidak dibatasi apapun. Seketika rasa panik menjalari dada Nawang, manakala merasakan bukti milik Wira yang telah siaga penuh.

"Kak, kenapa harus begini? Aku—" Lumatan bibir Wira di bibirnya membungkam apapun protes yang ingin dilontarkan gadis itu. Bahkan Nawang tidak memiliki kesempatan untuk menolak, kala lidah ahli Wira mulai memaksa dan memporak porandakan seluruh jiwanya.

Lidah dan bibir Wira yang panas, menari dan menjelajah dengan penasaran. Tubuh Nawang seakan terbakar. Seluruh permukaan kulitnya terasa begitu sensitif, dan menginginkan sentuhan yang lebih intens. Wira menggoda dan membimbing Nawang, menikmati sesuatu yang baru. Sesuatu yang seharusnya Nawang tolak kehadirannya. Namun reaksi tubuhnya sangat bertolak belakang dengan niat mulianya. Betapa tubuhnya menggelenyar nikmat, merasakan setiap belaian bibir dan tangan pria itu, seolah kulit dan dagingnya melumer setiap terkena sentuhan Wira.

Nawang tidak mengingat lagi dosa besar yang tengah diperbuatnya. Tidak ingat jika dia adalah tunangan adik pria itu. Yang sangat penting, dia melupakan setiap nasehat dari Papa dan Mama. Tubuh Nawang sudah sepanas bara, membuatnya menyerah pada keindahan surgawi yang diberikan oleh Wira.

"Kak, sakit!" rintih Nawang ketika tubuh besar dan berotot Wira mulai menindihnya. Dia ingin berontak ketika setengah kesadaran membawa Nawang ke dunia nyata. Namun tangan pria itu menahan pinggulnya dari bawah, hingga gadis itu tidak mampu bergerak.

"Tenanglah, sayang. Ini hanya sebentar, untuk seterusnya kamu akan merasakan betapa indah dunia ini. Aku akan menjamin, kamu nggak menyesal melalui semua ini denganku." Bisikan Wira yang sudah bermandi peluh, seakan datang dari Lucifer di neraka terbawah.

Satu hal yang sangat mustahil, tapi Wira sudah terlanjur bertindak sejauh ini. Pada kenyataannya, adik kecilnya berfungsi dengan sangat baik ketika bersama Nawang. Betapa Wira memuja tubuh Nawang yang bagai Dewi. Begitu indah dan seakan melumer di bawah sentuhannya. Sebenarnya Wira merasa belum puas menjelajahi seluruh tubuh menawan itu, yang membuatnya seperti kecanduan. Namun kebutuhan untuk memasuki gadis itu, terasa sangat mendesak.

Wira menginginkan gadis itu, menjadi satu-satunya miliknya. Semua yang ada di tubuh Nawang sudah berhasil menghipnotis, hingga seluruh tubuh wanita yang pernah tidur dengannya benar-benar tidak sebanding. Gadis itu juga pernah tersentuh. Hingga Wira harus menahan diri sekuat mungkin, karena kerapatan yang mencengkeram di kedalaman Nawang.

Nawang merintih dan menitikkan airmata, kala Wira berhasil merobek halangan terakhir. Dengan sedikit kelembutan yang masih dimiliki, Wira mengecup bibir Nawang untuk mengalihkan gadis itu dari rasa sakit.

Aroma harum dari mulut Nawang membuat Wira hampir meledak, hingga dia tidak melepaskan sedikitpun pagutan pada bibir ranum menggoda gadis itu. Hanya sesekali dia melepaskan gigitan, ketika dirasa Nawang mulai kehabisan napas. Sementara, bagian bawah tubuhnya terus menggoda. Tidak lama kemudian, terdengar desahan penuh kenikmatan dari bibir Nawang.

Entah berapa lama, mereka menari dalam irama surgawi yang seperti takkan pernah berakhir. Udara di dalam mobil semakin panas, dan Wira dengan lihai mampu membuat pengalaman pertama Nawang terasa sangat memabukkan. Gadis itu seperti sudah melupakan segalanya. Hingga hanya nama pria itu yang dijeritkannya, manakala mencapai titik tujuan. Begitu pula dengan Wira. Mereka saling menjeritkan nama masing-masing, sebelum akhirnya terkulai bersimbah keringat.

"Wang, kamu nggak papa, kan?" tanya Wira lembut, sekaligus dilingkupi kekhawatiran begitu mendengar isakan dari mulut Nawang.

"Kak Wira jahat! Kenapa Kakak melakukan ini sama aku?" isak Nawang dengan tubuh terguncang keras. Dia tidak peduli pada ketelanjangannya, dan langsung berguling hingga terjatuh di lantai mobil. Gadis itu kemudian menangis sambil meringkuk, menyembunyikan wajah di balik lututnya yang ditekuk.

Wira masih terdiam, mengamati sorot terluka dari kedua bola mata Nawang yang sudah memerah. Dia tidak lagi menemukan badai penuh hasrat dan cinta yang tadi ditunjukkan gadis itu ketika bercinta dengannya. Gadis itu terlihat putus asa dan hancur. Namun Wira tahu jika ada sesuatu yang sudah terjalin antara dirinya dan Nawang.

"Kakak nggak akan meminta maaf untuk yang tadi. Karena Kakak tahu, kamu juga menikmatinya. Tanpa kamu mintapun, Kakak akan mempertanggung jawabkan perbuatan Kakak sama kamu."

Wira meraih jaket milik Nawang, dan menyelimutkannya di bahu telanjang gadis itu. Dia bukan gadis lagi, dan Wira yang telah merenggutnya. Wira duduk tak jauh dari Nawang, hanya memperhatikan bahu Nawang yang masih berguncang keras.

Hingga beberapa lama, tangis Nawang tidak kunjung berhenti. Wira akhirnya nekad mendekap gadis itu. Nawang berusaha melepaskan diri, tidak sudi disentuh oleh tangan Wira, "Jangan sentuh aku, Kak! Pergi! Aku nggak mau lagi lihat muka Kak Wira!"

"Aku tidak peduli meski kamu menolak aku. Bahkan jika itu berarti kamu tidak mau menerima diriku. Tapi aku berjanji akan menikahi kamu. Hanya aku, bukan Wisang ataupun pria lain!" tegas Wira ketika pada akhirnya dia menyerah. Dia menjauhkan diri dari Nawang, mengerti jika keadaan itu masih sulit diterima oleh wanita itu.

Hati Wira sedikit merasa bersalah, ketika melihat kedua mata sembab dan merah milik Nawang. Sedikit banyak, semua karena dirinya. Sangat jelas terlihat, jika Nawang memusuhinya. Namun Wira adalah pria tak tahu malu. Tentu saja dia tidak takut sedikitpun, apalagi dialah yang pertama untuk Nawang. Hal itu juga dilakukan, tanpa paksaan sedikitpun.

"Mulai sekarang, kamu hanyalah milikku. Aku sudah menandaimu, jadi tidak ada alasan untuk pria lain dapat memasuki kehidupanmu." Ucapan Wira begitu tegas dan tak terbantah.

"Asal Kak Wira tahu, aku bukan barang! Dan aku tidak akan membiarkan Kakak merusak kebahagiaan yang akan aku bangun bersama Wisang! Cukup semua ketidakberdayaanku di sini! Tapi di luar sana, jangan harap Kakak dapat menyentuhku kembali!" Nawang mengusap wajah kasar. Setelah itu dia menyentak tangan Wira yang terulur kepadanya. Bisa-bisanya dia tergoda dan terlena, hingga mempertaruhkan kehormatannya. Nawang membiarkan Wira keluar dari mobil. Sementara Nawang duduk termangu, dengan pikiran kosong.

"Pa, Ma! Wisang! MaafkanNawang yang tidak bisa menjaga diri. Maafkan Nawang karena sudah merusakkepercayaan kalian. Sekarang Nawang harus bagaimana? Nawang benci sama KakWira! Dia ternyata juga tega merusak Nawang!"







Regard,


Maya 

Janji Cinta (ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang