Bab 3

6K 443 7
                                    



"Jadi, Wira tidak bisa datang ke sini?" Agung Putratama meneliti berkas yang baru diberikan oleh Nawang.

"Tadi bilangnya sih, begitu, Pa. Kak Wira mau pergi ke Tembagapura, nengokin salah satu perusahaan gitu," Nawang meletakkan dua cangkir besar berisi kopi hitam di meja, salah satu cangkir itu dia letakkan di depan Papanya, "ngopi dulu deh, Pa."

"Terima kasih, sayang." Agung Putratama mendongak sebentar, sekedar untuk memberikan sebuah senyuman hangat kepada putrinya.

"Ehm, Pa. Malam ini aku boleh minta izin buat keluar sama Wisang?" Nawang bertanya dengan ragu. Dia meremas jemarinya dengan gugup, seperti remaja labil yang baru pertama kali mau pergi kencan.

"Ke mana?" Agung Putratama bertanya tanpa mengalihkan tatapan dari berkas di tangannya.

"Hanya sekedar makan malam, sih. Papa kan tau, kalo akhir-akhir ini kita jarang ketemu, karena kesibukan masing-masing."

"Memangnya Wisang sudah tidak sibuk?"

Nawang tampak tersipu malu, pipi putihnya terlihat memerah menggemaskan, "Sibuk sih, Pa. Tapi demi mengobati rasa kangen, dia bela-belain buat keluar malam ini."

"Wisang yang kangen, apa kamu yang rindu?" ledek Agung Putratama yang kini sudah tertawa melihat putrinya salah tingkah.

"Papa, kayak nggak pernah muda aja!" Nawang mengerucutkan bibir mungilnya dengan sebal. Tangan Nawang meraih cangkir kopi, lalu diulurkan ke arah Papanya. Setelah itu, dia menyesap kopi miliknya sendiri.

"Papa sih, tidak keberatan. Lagipula Wisang juga sudah minta izin kok, pada Papa."

"Papaaaa!" Nawang berteriak kesal, tapi setelah itu dia tertawa dengan riang.

Agung Putratama hanya tertawa lepas ketika Nawang meliriknya dengan kesal. Bagaimanapun dia mengizinkan putri semata wayangnya pergi keluar malam, karena dia sudah tahu kualitas Wisang. Pemuda itu sangat menyayangi Nawang, dan selalu menjaganya dengan baik.

Sejak kecil Nawang seperti tidak membutuhkan teman lain. Hanya Wisang yang selalu berada di seputaran pergaulannya. Sebagai seorang Ayah, Agung Putratama pernah merasa sangat khawatir. Dia takut jika Nawang nantinya akan mengalami kesulitan di dalam pergaulan.

Nyatanya kekhawatiran Agung Putratama tidak terbukti. Nawang adalah gadis yang periang dan selalu dapat menempatkan diri dengan baik, di manapun dia berada. Putrinya ternyata memiliki banyak teman di luaran sana. Hanya saja memang Wisanglah teman paling dekat Nawang, seumur hidupnya mungkin. Alasan lain, karena rumah mereka memang berdekatan.

Agung Putratama tidak merasa keberatan, ketika hubungan persahabatan mereka berubah menjadi hubungan dua orang dewasa. Mata terlatihnya sudah melihat sejak lama, jika ada ketertarikan di antara dua anak muda itu. Meski terkadang ada kekhawatiran tidak berdasar, yang melanda hati Agung Putratama.

"Tapi tidak boleh melebihi jam 9 malam!" tandas Agung ketika Nawang meminta izin pulang lebih awal.

Nawang yang sudah menyandang tas selempang, hanya melihat sang Papa dengan wajah makin cemberut, "Papa norak, deh! Nawang kan, udah dewasa. Nawang bisa jaga diri kok, Pa! Lagian Wisang juga nggak mungkin berbuat yang macam-macam!"

"Lebih baik mencegah sebelum terjadi, kan? Jaga diri baik-baik, dan jangan lupa minta masukan dari Mama untuk baju yang nanti kamu pakai."

"Ih! Papa terlalu, deh!" Nawang menghentakkan sepatu dengan keras, sebelum beranjak pergi dari ruang kerja Papanya. Yang entah mengapa, kini justru terasa menyesakkan.

Janji Cinta (ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang