sebelas

1.1K 29 8
                                    

-Bagaimana cara mengembalikan hati yang sudah terlanjur jatuh?-

Akbar berjalan masuk ke dalam rumah yang sudah sepi. Kakinya melangkah ke ruang tengah dan duduk di sofa. Akbar membaringkan tubuhnya, tangannya bertumpu pada kening dengan kedua bola mata terpejam.

Beberapa menit dengan posisi yang sama, lalu matanya kembali terbuka. Helaan nafas keluar dari lubang hidungnya, tangannya bergerak merogoh saku celana hitamnya dan mengambil ponsel dari sana. Ia menyalakan ponsel itu, lalu kedua bola matanya menatap sendu pada walpaper yang terpampang jelas di layar ponselnya.

Foto seorang perempuan yang sedang tertawa. Jujur, akbar rindu perempuan itu atau bahkan sangat rindu. Baginya, seribu penyesalan tak mudah mengembalikan semua. Akbar bingung apa yang harus ia lakukan, katakan ia pengecut karena tidak terlihat berjuang sedikitpun.

Akbar tidak ingin memaksa, jika nia tidak mau memafkannya maka biarkanlah. Bukankah memaafkan karena ikhlas, bukan karena keterpaksaan? Akbar kembali menghela nafas. Jika saat ini tuhan tidak mengizinkannya bersama nia tak masalah. Tapi, apakah boleh ia berharap kalau suatu hari nanti tuhan meyatukannya dengan nia?

^^^^^

Nia duduk di bangku taman sekolah dengan buku yang ada di pangkuannya, kedua bola matanya menatap hamparan luas taman itu. Melamun. Kicauan burung pagi itu seolah tak megalihkan kefokusannya, suara beberapa murid yang mengobrol di sana seolah tak membuatnya terganggu.

"woy...." seruan dan tepukan di bahu membuat nia tersentak dan menatap tajam pada seseorang itu.

Tiara.

"ngelamun mulu kerjaan lo" tiara duduk di samping nia.

"ngagetin lo" nia mendelik

Tiara tertawa renyah "lebay lo ah, btw lo ngapain di sini? Meratapi nasib?"

"sialan" nia mendorong wajah tiara membuat tiara kembali tertawa "gue belajar lah disini. Emangnya lo gak pernah belajar"

"eh sorry ya tanpa belajar, gue mah pinter. Albert einstein aja kalah" tiara mengibaskan tangannya.

"idih, najisun. Emang kepedean lo"

"bodo, yang penting cantik"

"serah deh"

Tiba-tiba tiara berdeham, membenarkan posisi duduknya. "gue mau traktir lo nih di kantin sebelum bel masuk."

Mata nia berbinar. "serius?"

"gue kan baik" tiara terkekeh. "sebenernya ini pajak jadian gue"

Nia menganga, sebelum akhirnya berteriak heboh. "sumpah, serius? Lo jadian? Tiara udah gak jomblo lagi."

Tiara meringis, menutup telinganya. "suara lo ngalahin toa, gila"

"habisnya gue seneng"

"gue lebih seneng" tiara tersenyum.

"sama siapa?"

Kedua alis tiara menaut. "apanya?"

Nia berdecak "jadiannya lah"

Tiara menunduk, tersenyum. "alex"

Nia kembali berteriak membuat beberapa pasang mata menatap ke arahnya, tapi ia tidak peduli yang jelas saat ini ia sedang senang. Sementara tiara meringis malu, menatap sekitarnya.

"udah ah, lo berisik. Ayo ke kantin" tiara beranjak dari tempatnya.

"ke kantin? Ah gak gaol lo ah. Ke restoran, cafe, apa kemana gitu"

Tiara memutar bola matanya. "iya deh iya. Sekalian ngajak alex"

Setelah itu nia terus menggoda tiara.

^^^^^

Suara gelak tawa mendominasi kafe malam itu. nia duduk bersama beberapa orang, diantaranya tiara, alex, intan, dila, noval, dan firman. Malam itu hujan baru selesai mengguyur bumi, meninggalkan udara dingin menusuk kulit.

Nia tertawa ketika alex memiting kepala noval dengan menghujat beberapa jitakan karena kesal.

"nggak usah gitu lo. Lo harus inget, lo pernah jones. Tiara mau sama lo karena dia khilaf, argghh sakit" noval terus meronta.

"bacot mulu mulut lo" alex menjejelkan pizza ke dalam mulut noval lalu melepas pitingannya.

"sialan ya lo" noval menggeplak belakang kepala alex.

Nia terkekeh "btw, gue mau ke toilet bentar ya" pamitnya langsung melangkah pergi.

Nia berjalan di lorong menuju toilet, saat hampir sampai. Pintu toilet pria terbuka, tanpa disangka dari dalam toilet keluar akbar dengan jaket kulit membalut tubuhnya, wajahnya terlihat freesh mungkin cowok itu habis cuci muka.

Sejenak keduaya saling pandang dengan jantung berdegup kencang. Keduanya hanya mampu terdiam, tidak ada yang menyapa duluan ataupun melempar senyum. Awkward. Itulah yang dapat menggamarkan suasana saat itu, beruntung tidak ada yang berlalu lalang di sana. Sampai pada akhirnya secara bersamaan tanpa direncanakan keduaya melangkah hingga terhenti dan berdiri berhadapan.

Nia menunduk, secepatnya mengalihkan pandangannya. Tidak ingin menatap ke dalam bola mata cowok itu yang sewaktu-waktu dapat kembali membuat ia merasa lemah karena perasaannya.

"ni," suara bass itu memuat nia menggigit bibir bawahnya.

Sekuat tenaga, ia mempertahankan dirinya agar tidak menatap akbar. Gadis itu bergeser ke kiri bermaksud pergi dari tempat itu dan melanjutkan niatnya untuk ke toilet, tapi akbar malah mengikuti pergerakannya. Lalu ia bergeser ke kanan, akbar masih melakukan hal yang sama.

"permisi, gue mau lewat" ucap nia tanpa menatap lawan bicara.

Akbar meghela nafas lelah, "please, kali ini izinin gue ngomong sama lo"

"itu udah ngomong" kali ini nia berani manatap akbar.

"bukan itu ni, izinin gue ungkapin semua apa yang gue rasain. Izinin gue jelasin semuanya.

Nia menelan ludahnya. Tidak, ia tidak boleh mendengar penjelasan itu. jika ia mendegarnya maka hancur saja pertahanan yang sudah ia buat. Dulu, hal inilah yang ia tunggu tapi tidak untuk sekarang, justru hal ini malah membuat rasa sakit hatinya kian meluas.

"ni, please"

Nia mundur satu lagkah, tapi sebelum ia sempat melangkah pergi. Akbar dengan cepat menarik tangan gadis itu.

"please, forgive me. Sekarang gue sadar, kalau gue... gue cinta sama lo"

***
percaya ato gak tapi emang harus percaya kl ceritanya tinggal 1 bab lagi :v akhirnyaaa selese juga🍌

-Because I Love You- [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang