Oke Deh!

30 3 0
                                    

"Tapi aku malu mulai duluan." Ah, jadi ini yang jadi masalahnya. Malu untuk memulai.

"Sekarang yang terpenting itu bukan rasa malu. Lagian malu kenapa sih Bib?" Ami berusaha menarik Bibah untuk mau memulai lebih dulu.

"Yaa...masa habis diem-dieman aku tiba-tiba nyapa dia sih? Kan malu Miiii."

"Udah, jangan mentingin malu. Nanti gak ada ujungnya. Satu lagi. Jangan pake pe-ran-ta-ra! Nanti jadi salah paham kayak hubungan kamu sama Lana." Ami menekankan kata perantara.

Yah, sebenarnya, aksi diam-diaman antara Bibah dan Firly adalah akibat dari sebuah salah paham. Dimana hubungan Bibah dan Lana direkatkan oleh perantara dari Firly. Dan..seperti inilah akhirnya.

"Tapi gimana aku mulainya?" Jari-jari Bibah kini beralih di depan bibirnya.

"Yaaa...nyapa aja. 'Firly, apa kabar?' Atau gimana kek." Ami menggaruk tengkuk kepalanya yang tak apa-apa. Bingung juga ngasih solusinya.

"Bib... kalo namanya sahabat, ketika kita punya salah lalu kembali untuk memperbaikinya, dia akan menerima kedatangan kita dengan bahagia. Karena akhirnya dia tahu, sebesar apa pun salah kita, selama apa pun kita gak sadar, kita akan kembali. Kembali menjadi sahabat yang saling menguatkan." Entah ide dari mana, Ami mengatakannya dengan serius tanpa tersendat.

Bibah merenung. Tak membalas perkataan Ami. Sedang asik dengan fikirannya sendiri.

"Mmm.. aku jadi inget kata-kata Kak Adib di sanggar," Bibah menerawang, mengingat-ingat. "Bukan sahabat namanya kalo belum pernah marahan gara-gara rebutan cowok." Bibah terkekeh sendiri dengan jawabannya. Melirik Ami di sampingnya.

Manik mata mereka saling beradu. Mengisyaratkan sebuah kalimat yang hanya dipahami oleh mereka. Lantas, keduanya saling tersenyum.

"Oke deh, aku mau mulai duluan!"

#

Gumpalan kertas itu telah sampai pada penerimanya. Setelah melalui saluran tangan-tangan yang lain, akhirnya kertas itu telah di genggam oleh sang predikat.

Sang penerima bingung 'dari siapa?' Fikirnya.

Ia melirik kebelakang. Bertanya hal tersebut pada yang terakhir kali menyampaikannya. Halimah.

Halimah mengangkat bahunya. "Gak tahu, bilangnya cuma buat Firly."

"Oh.."

Firly belum puas. Masih mencari-cari. Barangkali orang yang memberikan sedang memperhatikan.

Nihil. Setelah celingak-celinguk, akhirnya memilih membuka gumpalan kertas. Tidak ada yang sedang memperhatikannya.

#

Firly....

Tulisan di kertas tersebut ternyata hanya berisi namanya. Firly tersenyum. Bukan karena namanya yang tertera. Tapi karena mengenali tulisan tangan yang menuliskannya.

Iya Bibaaah :-)

Firly menulis balasannya dan menyerahkannya pada Halimah yang mendadak menjadi kurir dadakan.

Firly apa kabar?

.

Alhamdulillah, baik Bibah sayang. Bibah sendiri apa kabar?

.

Aku juga baik. Firly...aku minta maaf yah? Sebenernya gak enak diem-dieman sama kamu.

.

Iya, sama aku juga gak enak. Aku juga minta maaf yah Bib, maaf aku jadi ikut diemin kamu.


Seutas senyum kini hadir menghiasi wajah keduanya. Yah, wajah siapa lagi jika bukan Bibah dan Firly? Akhirnya kesalahpahaman yang dulu sempat membuat hubungan pertemanan mereka menjadi capslock kini telah pudar.

"Cieee, baikan!"

"Iya yah? Ternyata baikan itu gampang. Asal kitanya mau berusaha duluan. Hehe." Bibah menertawakan aksi diam-diamannya yang pudar hanya karena mau memulai 'hai'.

Ami pun ikut tertular hiasan senyum walalupun ia jarang tersenyum.
Akhirnya, satu masalah telah berakhir. Syukurnya dalam hati.

DIA-KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang