Karena Jadwal

93 18 6
                                    

"Lana Squero Yacobi?"

Ami bertanya dengan pelan kepadaku. Jantungku berdebar lebih kencang saat ini.

Bukan! Bukan karena tebakan Ami yang benar. Melainkan, aku selalu berdebar saat ada orang yang menyebut namanya. Rasanya, tak sanggup mendengar nama 'dia' terucap.

"Bener Bib?" Ami bertanya kembali padaku. Pikiranku tidaj karuan ketika Ami menyebut namanya.

"Ih... ja-jangan keras-keras. Nanti ada yang denger!" Jari telunjuk kuarahkan kebibirku. Aku takut  ada orang lain yang mendengar.

"Cie...akusih udah nebak kok Bib. Dari kelas sepuluh, aku tahu kalo dia suka sama kamu."

"Masak sih?" Ia menganggukan kepalanya. Aku heran dengan Ami, kenapa dia selalu benar saat menebak?

"Ami, tahu gak sih? Aku lagi deket sama dia." Rasanya, mulut ini sudah tak tahan ingin bercerita. Tentang dia..dan aku.

"Oh ya? Sejak kapan?" Ami antusias mendengar ceritaku. Katanya, dia sangat suka mendengar cerita teman-temannya yang sedang kasmaran.

"Dari kelas sepuluh." Aku malu-malu menjawab pertanyaan Ami. "Tapi pas semester dua." Tambahku ketika melihat mimik mukanya yang kebingungan.

Hari itu, malam Rabu setelah shalat isya. Aku membuka akun Facebook dan mendapat sebuah inbox yang ternyata dari Lana.

Lana Yacobi : Bib, boleh nanya nggak?

Aku bingung. Ada gerangan apa dia mengirimiku pesan? Dan---dengan pertanyaan seperti itu?

Biebah Syariefa : iya

Tak lama setelah itu, dia membalas pesanku.

Lana Yacobi : besok pelajaran apa aja?

Hah? Jadi dia cuma mau nanya jadwal pelajaran besok? Emang dia gak punya jadwal apa? Terus selama ini dia belajar gimana kalo gak punya jadwal?

Biebah Syariefa : penjas, sejarah, b. Inggris, MTK.

Kala itu, aku masih cuek menanggapinya. Karena sifatku memang seperti itu. Terutama pada orang baru.

Lana Yacobi : oke makasih

Aku mengabaikan pesan tersebut. Tak perlu dibalas kan?

Hari itu adalah awal. Aku tak menyangka, hanya karena sebuah jadwal aku dapat mengenal dia lebih jauh. Begitupun dia.

Sejak hari itu, setiap selesai sholat isya aku dan dia sering mengobrol via facebook.

Di kelas? Kami bahkan seperti tak saling mengenal. Jangankan mengobrol panjang, menyapa saja tidak. Melirik saja tidak. Tapi, bagiku seperti itu sudah cukup.

Sampai akhirnya, hatiku mulai luluh. Luluh akan sifatnya yang selalu perhatian. Luluh karena dia selalu hadir dalam hidupku saat itu. Benar, sekarang aku menyukai dia.

Aku berterimakasih kepada jadwal pelajaran, karena telah menjadi penghubung antara aku dan dia.

Dari sekian banyaknya DIA, hanya dengan dia aku bisa bertahan.

DIA-KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang