Prologue.

10.7K 394 18
                                    

Pria tua yang sudah memasuki usia lebih dari setengah abad itu menghisap cerutunya kuat-kuat, sampai pipi yang sudah dipenuhi oleh keriput itu menirus. Dia duduk bersandar dikursi tinggi berbalut kulit asli berwarna hitam pekat. Memandang sebuah lembaran-lembaran kertas yang tercecer di atas meja setengah lingkarannya. Mendengus sebal. Raut wajahnya mengartikan bahwa dia sedang murka. Sedangkan para pengawal yang berdiri bak penjaga istana itu hanya melirik pada ekor matanya, berdiri dengan perasaan was-was takut akan pelampiasan amarah sang pria tua yang ia sebut sebagai 'Bos Besar'.

"Panggil Ronald." suaranya datar, agak serak. Namun kesan menakutkan terus mengelilingi setiap apa yang ia hembuskan dari mulut yang sudah sedikit menghitam.

Pengawal dengan tubuh tegap bak binaragawan itu mengangguk patuh. Berjalan menuju pintu kayu dan berlalu keluar. Tak lama kemudian seorang lelaki dengan kaos hitam yang melekat ketat ditubuhnya datang. Menghadap sang Bos Besar.

"Dia membuatku susah. Menurutmu apa kelemahannya?" pria itu menghisap lagi cerutunya, mengepulkan asap-asap pekat disekitar kepala ber-ubannya.

"Kurasa dia bukan seorang yang memiliki kelemahan," Ronald mengedikkan bahunya, bersandar pada punggung sofa.

"Dia punya, Ron."

Ron mengerutkan alisnya, terlihat jelas bahwa dia sedikit penasaran.

"Apa itu?"

"Seorang wanita," dia melempar selembar foto pada Ronald. Lelaki itu terkejut bukan main ketika melihat perempuan yang tercetak dikertas itu. Wajahnya masih datar, tak mengekspresikan apapun. Namun, hati dan kepalanya jelas melakukan perdebatan sengit disana.

"Sulit dipercaya."

"Aku kenal wanita itu, Ayahnya rekan bisnisku di bidang interior. Kami pernah makan bersama dengan Sam. Aku ingin kau mengawasinya--"

Aku lebih mengenalnya, dia adalah teman terbaik yang pernah aku punya selama ini.

Ujar Ronald dalam hati.

"Jadi kau memintaku untuk mengawasinya saja?"

Pria tua itu tertawa geli sampai terbatuk-batuk.

"Kau sudah berapa lama ikut denganku? Awasi dia, lakukan hal buruk padanya agar anaknya Djoko menyerah mempertahankan tanah itu."

"Baiklah-" suaranya terputus ketika pintu masuk itu terbuka. Seorang pria yang tidak terlalu kurus, namun tidak terlalu gemuk juga datang menghampiri pria tua itu; yang ia sebut Ayah.

"Aku ingin bicara dengan Ayahku," lelaki itu menginterupsi. Ronald mengangguk lalu bangkit dan beranjak pergi.

Ronald berjalan di koridor sebuah rumah megah bak istana kerajaan. Rumah milik Bos Besar, Bratanaja Soediro. Ia bekerja dengan Brata, sebagai orang kepercayaannya. Ronald mendapatkan banyak uang dan fasilitas mewah setelah bergabung di bisnis hitam ini selama hampir satu dekade lamanya. Ronald mendapat kesempatan emas ketika ia melamar pekerjaan untuk menjadi seorang supir pribadi Brata. Semua kehidupan normalnya berubah ketika tahu apa yang Brata kerjakan selama ini. Brata melihat potensi pada diri Ronald, dan akhirnya, dengan serangkaian pelatihan seperti; menagih upeti pada tempat-tempat ilegal, mengurus tempat prostitusi, menawarkan seks dengan artis terkenal pada hidung belang. Dan sampailah Ronald dengan tes terakhirnya kala itu, mengambil alih bisnis narkoba di kota-kota besar Indonesia.

Sampai akhirnya Ronald mendapat sepenuhnya kepercayaan Brata. Kerja keras dan dedikasi tinggi serta loyalitasnya yang dilakukan Ronald kepada Brata, membuat pria tua itu menjadi percaya pada lelaki berusia tiga puluh tahun itu.

PreciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang