Information.

1.9K 134 21
                                    

Jenas's Cast ⬆⬆

.

.

.
"Kita undur acara pelelangannya," Brata bersandar pada punggung kursi nyamannya. Ia memejamkan mata beberapa saat dan terus-terusan menghela napasnya dengan berat. Pria tua itu jelas sedang merasakan sakit kronis yang sudah ia rasakan sejak tiga tahun terakhir.

"Aku harus ke Singapura," sambungnya lagi, lalu pria tua itu terbatuk.

"Aku bisa menemanimu jika kau mau, Pak."

"Tidak perlu, Ron. Urus saja urusan kau di sini, aku bisa sendiri."

"Apa kau yakin?"

Brata mengangguk, dan batuk yang mengganggu itu menyertai di setiap detiknya.

"Kurasa kau harus memberitahu Sam soal penyakitmu ini, kau tidak harus menyembunyikannya dari Sam. Dia penerusmu." Ronald mengingatkan.

Brata terdiam. Ia menerawang jauh ke langit-langit ruangannya. Pikirannya tertuju pada Samuel yang tidak lama lagi mungkin akan menggantikan posisinya.

"Beritahu dia soal penyakitku jika aku sudah mati,"

Ronald mengangguk kecil, dia tidak bisa menentang perintah Brata. "Semoga kau lekas sembuh, Pak."

"Terima kasih, Ron. Dan, uh, aku ada pekerjaan untukmu,"

"Apa itu, Pak?"

"Datangi markas Gerald. Ada informan mengatakan bahwa dia membuka lahan di Jakarta Utara tanpa sepengetahuan kita."

Ronald mengernyit, mengangguk pelan, lalu "Apa yang harus aku lakukan pada Gerald?"

"Tidak, bukan kau. Raph yang akan menyelesaikannya. Temani saja dia."

Alis Ronald saling bertautan. Jika saja Raph yang akan menyelesaikan Gerald, itu artinya Gerald akan mati di tangan Raph. Sebenarnya bukan masalah Ronald juga, sih, karena Gerald sudah mengkhianati kelompok Brata maka ia akan menanggubg konsekuensinya sendiri. Mati. Akan menjadi akhir bagi Gerald.

Ronald melangkah keluar saat ia bertemu dengan Jena di ruang tengah. Ronald hampir tersenyum saat melihat wanita itu mengikat rambutnya di depan cermin.

"Jen, antarkan makanan ke semua barang lelang." bilangnya Ron, mereka saling menatap lewat pantulan cermin.

"Oke,"

"Oh, dan menu makanan untuk barang yang di lantai dua itu berbeda. Sudah disiapkan oleh kokinya, kau tinggal membawanya saja."

Jena hanya mengangguk. Wanita dingin itu tidak berbasa-basi lagi, ia lantas pergi ke area dapur untuk mengambil makanan para barang lelang. Sebenarnya ini pekerjaan Sadam, tapi karena pria malang itu tewas tertembak beberapa waktu lalu, maka pekerjaannya diambil alih oleh Jena. Ini pertama kalinya untuk Jena bertatap langsung pada barang lelang yang masuk ke dalam tugasnya itu. Mungkin dia akan mencari informasi tentang siapa yang menjualnya pada Brata.

Jena keluar dari dapur dengan trolley yang ia dorong menjauh menuju ruang bawah tanah. Dari arah belakang, seseorang mengikutinya. Jena yang menyadari, berbalik dan menangkap sosok pria berambut gondrong berdiri tepat di belakangnya.

"Ada apa, Ferdi?" Jena menaikkan alisnya. Gurat wajahnya tidak menyiratkan bahwa ia terkejut. Jena mampu menyamarkannya di balik wajahnya yang dingin dan angkuh.

PreciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang