Data Profil.

4.6K 291 11
                                    

Mobil Range Rover itu berhenti di sebuah rumah mewah dengan patung kuda berdiri di halaman depannya. Pintu gerbang yang mencakar udara, berusaha untuk menutupi apa yang tersembunyi di balik sana. Lima orang bala pengawal berdiri didepan pintu masuk dengan pintu setinggi alaihim. Dua orang lelaki keluar dari dalam mobil, melangkah dengan ringan menuju rumah berdominan putih tersebut.

Melangkah semakin dalam menuju singgasana sang pemilik rumah. Dua orang pengawal menggiring mereka langsung ke lantai dua. Pintu besar dengan gagang berwarna emas di buka oleh salah satu pengawal berwajah sangar itu.

Ruangan besar yang terdapat meja persegi kayu, dan kursi tinggi di baliknya. Dinding dengan wallpaper merah darah dan lantai marmer berwarna hitam. Pendingin ruangan membentur kulit ari dua orang lelaki yang sedang berdiri disana.

Kursi tinggi itu berputar, memunculkan sosok pria dengan hidung seperti babi, kulit hitam, rambut keriting dan dahi yang teramat lebar. Menghisap cerutu kuat-kuat, membuat bibir hitamnya terlihat keriput seperti pantat ayam.

Baim.

Atau, Ibrahim Salihin. Seorang pengusaha pasar gelap, memimpin kelompok yang di tenggarai bernama -Wolfrine-. Membuat perjanjian dengan Bratanaja, sebagai salah satu suplaier perempuan yang akan di lelang di acara yang Bratanaja buat setiap satu tahun dua kali.

Manusia berusia empat puluh sembilan tahun itu nampak memperlihatkan deretan giginya yang menguning, akibat seringnya mengkonsumsi kafein dan rokok. Beranjak bangkit dan menghampiri kedua lelaki yang sudah berdiri di hadapannya.

"Samuel, Ronald," dia merentangkan tangannya sejagat raya. Memeluk kedua lelaki itu kemudian menyeringai lagi. "Duduklah, anggap saja rumah sendiri,"

Mereka berdua memberi cengiran setengah hati pada Baim, lalu mendaratkan bokongnya ke kursi didepan meja persegi itu.

"Bagaima kabar Ayahmu, Sam?" tanya Baim yang tengah membakar cerutunya lagi.

"He's good." jawabnya singkat.

Baim manggut-manggut. Kembali duduk pada kursi nyamannya, bersandar dan menghisap cerutunya dengan kuat.

"Sebenarnya aku ingin langsung menemui Ayahmu, tapi karena, ya, kau tahu? Penyakit orang tua.." Baim terbatuk, menghisap lagi cerutunya. "Aku ingin kau menyampaikan ini pada Ayahmu,"

Melempar map cokelat kearah mereka berdua. Sam dan Ronald saling melirik. Ronald tahu apa isi dari map itu, tapi tidak dengan Sam.

"Apa ini?" tanya Sam penasaran

Baim tertawa hingga nyaris kehilangan napasnya.

"Kau bisa lihat lagi nanti. Katakan pada Brata, aku akan mengirimnya lusa nanti." matanya berbicara pada Ronald. Dia tahu, bahwa Sam tetaplah Sam. Dia hanya anak ingusan yang mempunyai rasa egois tinggi, ceroboh, dan urakan.

"Ada lagi yang harus kusampaikan?"

"Kurasa hanya itu saja,"

Ronald mengangguk, dan merampas map cokelat itu dari tangan Sam. Membuat lelaki itu tersentak.

"Baiklah," Ronald menyenggol lengan Sam untuk membawanya pulang. Dia menurut, dan mengekori Ronald dari belakang.

Siapa yang bos disini sebenarnya?

°°°°°°

Jarum jam menunjukkan pukul enam sore. Mereka masih terjebak kemacetan di daerah Jakarta Timur. Persediaan rokok sudah habis, membuat mereka mati kutu. Tidak melakukan apa pun kecuali menatap frustasi kearah jalanan. Melihat lampu-lampu berwarna merah yang berjejer didepan mobil mereka.

PreciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang