Sebuah mobil Ferrari warna hitam terparkir lama dibawah pohon emperan pertokoan pusat kota Jogja. Dengan bodynya yang mencolok selalu saja membuat sepasang mata yang berjalan melewatinya terpesona bahkan tak segan menengok dua kali akan kekaguman mobil itu.
Diseberang jalannya adalah deretan ruko pertokoan yang rapi dan memang menjadi daya tarik pejalan kaki yang memadati jalan itu. Salah satunya yang rame, sebuah butik batik yang berada di seberang mobil Firrari terparkir.
Tampak dari dua pasang mata di dalam Ferrari, yang menatap lekat ke arah butik dan tak segan mengomentari aktifitas didalam sana.
Seorang gadis dengan kemeja putih lengan panjang yang ia gulung sampai ke kedua sikunya, dengan setelan celana jeans warna biru telur asin yang sempurna. Rambut gadis itu digelung cepol dan membuat beberapa helainya bergelayut dileher jenjangnya.
Dengan kondisi butik yang begitu ramai, gadis itu nampak tenggelam dalam kesibukan berbaur dengan para pegawainya melayani para pelanggan. Bahkan sesekali nampak dari dalam mobil Ferrari diseberang jalan, gadis itu menguap lelah mengusap keningnya letih.
* * *
"Ayolah temui dia, apa kau masih akan tetap diam disini? Mengawasi seperti penguntit? Kau membuang waktuku saja. Sudah lima hari ini kau mangamatinya tanpa bertindak sedikitpun. Tahu begitu lebih baik aku di cafe. Cafeku pasti sudah berantakan aku tinggalkan ",cerocos Bayu yang tak tahan dengan sikap diam sahabatnya.
Lelaki dibelakang kemudi masih diam mematung dengan rahangnya yang mengeras, kegelisahan membuat emosinya tak terkontrol dan hanya dipenuhi oleh satu nama yang hampir menyesakkan dadanya tiap mengingatnya.
"Kau pergi saja jika hanya mengeluh",gumam Tommy, suaranya begitu dalam dan tegas.
Bayu tertegun dengan ucapan Tommy. Begitu prihatin melihat sahabatnya tersiksa hanya karena seorang gadis. Begitu ia lihat penampilan Tommy yang berantakan berbeda 180derajat dari pertama dia jemput di Bandara. Lelaki itu tampak kusut dengan rambut acak-acakan yang tak tersentuh sisir, kaos oblong dan celana pendek , bahkan bisa terlihat jelas cekungan hitam dibawah mata Tommy, nampaknya lelaki itu tak tidur semalaman dan lagi pemandangan seperti itu yang Bayu lihat selama menemani Tommy lima hari ini menjadi penguntit.
"Bukan maksudku menyinggungmu. Hanya, kau tak ada gunanya diam disini. Jika kau ingin kepastian atau penjelasan, temui Ditta. Lagi pula tak ada yang salah dari Ditta jika dia memutuskan bersama orang lain. Kau perlu tahu, bahwa terkadang butuh orang lain untuk menghilangkan masa lalu. Mungkin dulu Ditta berusaha melupakanmu dengan cara itu__".
"Tapi kenapa secepat itu?!"bantahnya.
Bayu menghelai nafas panjang, begitu bingung mengatasi sifat keras kepala sahabatnya.
"Jangan berpikir egois. Gadis mana yang tak tersakiti dengan kesalah fahaman yang sama sekali tidak ia lakukan. Bahkan jika kau diposisinya pasti juga akan merasa sama. Dulu apa yang beda? Kau tersakiti dengan salah faham dan Ditta tersakiti dengan tuduhanmu yang tak benar, bahkan lebih parah lagi kau meninggalkannya. Jadi apa sekarang yang perlu dipersalahkan? Bukankah semuanya sudah cukup jelas. Jangan kau persulit masalahmu Tommy".
Dilihatnya ekspresi Tommy yang masih terdiam dengan tatapan kosong. Bayu tahu betul bahwa Tommy hanya pura-pura tak menggubrisnya. Bayu akui harga diri Tommy cukup tinggi untuk mendengar nasehat merendahkan yang Bayu lontarkan. Hanya, semua itu demi Tommy, Bayu tak ingin sahabatnya semakin larut dalam kesedihan.
"Kau hanya perlu temui Ditta, tanyakan yang ingin kau tanyakan. Kemudian jalani hidup masing-masing. Kau tidak berhak menghukum Ditta dalam amarahmu. Berpikirlah dewasa", diliriknya arlojinya menunjukkan pukul sepuluh pagi.
"Oh, aku harus ke cafe sekarang", ditepuknya bahu kiri Tommy "Maaf aku tidak bisa menemanimu, hari ini hari gajian para pegawaiku dan aku tidak ingin kena demo protes mereka".
KAMU SEDANG MEMBACA
Misunderstand
RomanceSetelah dua tahun enggan menginjakkan kaki dikota kelahirannya, Annesia Ditta mencoba memberanikan diri. Jogja menjadi kota yang menunggunya dengan ingatan kisah cintanya dulu yang terbalut dalam kerinduan bercampur rasa sakit. Dan benar, takdir me...