4. MERAJUT KEMBALI BENANG YANG TERPOTONG I

17 1 0
                                    

Manik hitam pekatnya menatap nanar tak percaya dihadapannya. Tubuhnya masih diam disamping Tommy. Lelaki itu bahkan belum memutuskan untuk turun dari mobilnya, mengingat mobil mereka sudah berhenti sekitar 15menit yang lalu.

Ditta, gadis itu nampak sedikit shock. Entahlah dia hanya belum siap saja untuk memasuki rumah yang sekarang menjulang dihadapannya. Terlalu banyak kenangan disana. Terlalu banyak kebahagiaan disana, tetapi jika Ditta tersadar, kebahagiaan itu tercipta dulu saat dia menjadi bagian dari hidup mereka. Saat dia masih menyandang status tunangan dari anak ketiga keluarga mereka, Tommy Abbarai. Sambil geleng kepala Ditta tersenyum miris. Betapa ia rindu saat - saat dulu. Kehangatan sebuah keluarga yang dengan mudah membalut Ditta dalam kehangatan didalamnya. Canda dan tawa tiada henti saat mereka berkumpul, Ditta masih mengingatnya betul dan seperti baru terjadi.

"Aku tidak siap masuk kedalam sana",gumamnya lebih seperti ia tujuankan untuk dirinya sendiri.

Tommy mendengarnya, dan gadis disampingnya seakan terduduk kaku dengan tatapan kosong.

"Tenanglah. Tak ada siapapun disana. Ayah dan Ibu beserta adik laki-lakiku mereka masih tinggal di Thailand, Kak Rudy dia masih menyelesaikan study S2nya di Australia, sedangkan Kak Risma dia memutuskan tinggal dengan suaminya di Bandung".

Ditatapnya Tommy lekat, dan memang lelaki disampinya tengah menatapnya serius. Tommy mengangguk pelan meyakinkannya, seulas senyum tersungging di bibirnya. Dan selanjutnya lelaki itu segera membuka pintu mobil dan berlari membukakan juga untuk Ditta. Uluran tangan Tommy untuknya sudah cukup membuat Ditta memberanikan diri untuk keluar.

* * *

Sambil menunggu Tommy membersihkan diri, Ditta duduk santai diruang keluarga ditemani Mbok Salmi, asyik bercengkerama melepas kangen. Wanita paruh baya disamping Ditta tak ada hentinya memuji kecantikan Ditta dari pertama Ditta menginjakkan kakinya kembali dirumah itu. Masih sama, Ditta berpikir setelah sekian lama dia tak berkunjung kerumah itu, perlakuan mereka benar - benar tak membedakan Ditta sedikitpun, dan itu yang membuat Ditta cepat merasa nyaman. Tapi rumah itu terasa sedikit sepi, hanya dihuni oleh Pak Sandi sebagai tukang kebun, Pak Ikhsan security dan keluarga Pak Tarjo sebagai orang kepercayaan keluarga Tommy.

Ditta baru saja diperkenalkan dengan putri satu - satunya Pak Tarjo dan Mbok Salmi, Nanda yang seorang mahasiswi di Universitas Gadjah Mada, gadis 18tahun itu kuliah kedokteran disana dengan bantuan yang ditanggung Ayah Tommy.

"Mbok, kalau mau istirahat, tidak apa - apa", suara Tommy menghentikan obrolan mereka berdua.

"Loh. . . kalau Mas Tommy sama Mbak Ditta mau makan, biyar Simbok panasin dulu sayurnya".

Lalaki itu tersenyum mendekati kursi santai tempat Ditta dan Mbok Salmi berada. " Tidak usah, biyar kutunjukkan skill memasakku padanya", ucap Tommy penuh percaya diri.

"Wow. . . sedang ada orang yang menyombongkan diri rupanya", sela Ditta menyindir.

"Aku tidak menyombongkan diri, tapi lihat saja nanti. Aku pastikan kau akan lupa mengedipkan matamu karena terpesona dengan skill memasakku yang luar biasa".

"Loh. . . kenapa justru berdebat. Kalau masih mau berdebat terus kapan masaknya to Mas Tommy?", Mbok Salmi berusaha menengahi. Tahu kebiasaan Tommy dan Ditta dari dulu tak ada yang berubah. Selalu menjadikan obrolan santai menjadi perdebatan kecil, dan jika tidak dicegah akan semakin menjadi.

"Sudah jam 8malam, jika kalian berdua terus berdebat, tidak kasihankah kalian dengan perut yang belum diisi?" ditatapnya Ditta sambil tersenyum "Simbok tak permisi dulu ya Mbak Ditta, kalau ada apa - apa nanti tinggal panggil Simbok apa si Nanda"

MisunderstandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang