Jakarta, 28 Desember 2013
Rutinitas setiap malam minggunya terulang kembali. Lagi dan lagi , dan hanya itu yang mampu menjadikan obat rasa rindu bagi hubungan long dintance yang dilakukan dua si joli dimabuk cinta.
"Jadi kapan kau akan pulang? Kau harus kembali ke Jogja. Kau tahu? Banyak yang berubah disini".tukas suara diseberang sana.
"Tentu saja secepatnya. Setelah novel terbaruku selesai, aku akan segera kembali. Lagi pula sebentar lagi adalah libur kuliahku".
Tiba-tiba sebuah ketukan pintu menghentikan kegiatan teleponnya. Segera gadis itu berlari dan membuka pintu.
"Ada apa Lani? Mengganggu saja",semprot si gadis tak terima.
"Iya-iya aku tahu, aku mengganggumu. Tapi yang lebih penting . Seseorang sedang menunggumu di ruang tamu".
"Siapa?"sambil menutup teleponnya dengan telapak tangan, berharap kekasihnya disana tak mendengar obrolan mereka berdua.
"Aku tak mengenalnya. Kau temui saja, tapi dia seseorang yang tampan", jawab sahabatnya sambil mengedipkan satu matanya.
"Sebentar Tommy, sepertinya aku ada tamu", Ditta kembali mengabari kekasihnya.
"Kau bisa akhiri teleponnya Ditta", jawab kekasihnya.
"Tidak perlu, aku tidak ada janji dengan siapapun, dan sepertinya juga tidak akan lama". Ditta berusaha meyakinkan kekasihnya.
Dia tahu betul bahwa hubungan long dintance bukannya hubungan yang mudah ia jalani dengan kekasih yang begitu posesif padanya. Menciptakan kepercayaan adalah hal nomor satu yang sangat ia jaga. Dengan tidak menimbulkan kecurigaan bagi kekasihnya, Tommy Abbarai, Ditta hanya berusaha terbuka.
Gadis itu berlari menuju ruang tamu dengan ponsel yang masih digenggamnya. Dan begitu melihat lelaki yang berdiri menatapnya dengan untaian bunga ditangannya, Ditta begitu kaget. Lelaki itu menyunggingkan senyum tanpa dosa tak menyadari telah mengusik ketenangan Ditta. Benar – benar Ditta merutukinya dengan makian dalam hati.
"Kak Dhani? Ada apa? Tak biasanya kau datang malam-malam, dan sepertinya kita tidak ada tugas kampus yang perlu dibahas". Tanpa basa – basi Ditta melemparkan pertanyaan.
Laki – laki itu adalah kakak senior satu jurusan di kampus Ditta. Yang selalu terang – terangan mengungkapkan perasaannya ke Ditta. Laki – laki dengan pamornya yang terkenal yaitu playboy yang sangat Ditta benci. Selalu membuatnya risih, bahkan terganggu dengan sikap sok perhatiaannya.
Tiga bulan yang lalu kakak seniornya itu berpamitan padanya untuk cuti dari kuliah karena menggantikan mengurus perusahaan keluarganya di Jepang karena kakaknya yang sebagai CEO sakit. Ditta tak peduli dengan itu yang dia pedulikan, hari – harinya akan kembali nyaman di kampus jika lelaki itu pergi. Tapi ternyata tiga bulan itu cepat berlalu, dan tak mengerti seniornya itu sekarang berdiri tepat dihadapannya dengan sikap percaya dirinya itu yang membuat Ditta merasa enek.
"Aku merindukanmu Ditta. Tiga bulan aku di Jepang dan selalu saja kau mengganggu pikiranku".
Lagi, ucapan itu begitu terdengar menyebalkan dan membuat Ditta bergidik, dan merasa jijik.
"Kau bercanda? Aku memiliki kekasih dan kami sudah bertunangan. Berulang kali aku ingatkan itu padamu!", Ditta mulai tak mampu menahan emosinya bahkan dia mengucapkannya dengan nada mencemooh.
"Aku tidak peduli. Aku yakin aku lebih baik dari tunanganmu itu. Oh ya... apa kau sedang meneleponnya ?" Sambil melirik ponsel yang digenggam si gadis. Tanpa basa-basi direbutnya ponsel itu dari genggamannya.
"Apa yang kau lakukan!" Teriak Ditta panik. Sambil mencoba meraih ponselnya kembali. Namun sia – sia lelaki dihadapannya lebih tinggi darinya dan lelaki itu sengaja menaikkan tangannya yang menggenggam posel Ditta dengan maksud menjauhkan dari jangkauan Ditta.
Laki-laki itu tersenyum sinis."Hallo, aku Dhani. Aku kekasih Ditta dan asal kau tau. Sudah lama aku menjalin hubungan dengannya jadi jangan coba mengganggu hubungan kami",segera telepon itu ditutup.
"Kau gila Kak. Aku sudah menolakmu dan berapa kali aku jelaskan aku sudah bertunangan ",teriak Ditta "kembalikan handphoneku. Cepat kembalikan!" Segera diraihnya ponsel itu.
Dan begitu ponselnya dalam genggamannya segera dia menyambung telepon ke Tommy tapi nampaknya lelaki itu tak menggubrisnya. Bahkan berdering cukup lama hingga membuat Ditta begitu panik, mengingat sifat Tommy yang begitu posesif dan tempramen. Sudah jelas penuturan asal dari Dhani benar – benar mempengaruhi emosi Tommy.
Laki-laki dihapannya tertawa dengan puasnya."Nice, aku suka melihatmu tak diacuhkan, apa yang aku rasakan selama ini saat mendekatimu, kau rasakan itu juga Ditta".
Tanpa menjawab ucapan Dhani terhadapnya, ditamparnya pipi lelaki itu, bahkan tamparan itu terdengar memenuhi ruangan itu.
"Ada apa ini?" sahabatnya Lani menghampiri mereka dengan wajah penuh tanya. "Ditta ada ___",
"Usir dia Lani!" potong Ditta, sambil meninggalkan ruang tamu.
Ditta tak lagi menggubris apa yang terjadi diruang tamu itu, sayup – sayup dia sedikit mendengar teriakan Lani mengusir Dhani dengan umpatan kasar. Sahabatnya itu membelanya dan berusaha melindunginya. Tapi yang Ditta dengar dari mulut Dhani, sedikit ia dengar lelaki itu meneriaki namanya dan tertawa nyaring mencemoohnya.
Setelah mengunci pintu kamarnya, dengan mata sembabnya dipencetnya segera nomor kekasihnya. Tak ada jawaban. Lagi dan lagi hingga yang ke enam kali.
"Apa lagi yang ingin kau jelaskan Ditta? Bukankah semuanya sudah jelas? Tak ada artinya menantianku selama ini?" Tanyanya tegas dengan suara paraunya.
"Kau harus dengar____".
"Tidak. Kau yang harus dengar",potongnya segera."Kau pilih aku, atau kariermu. Kau balik ke Jogja atau tetap tinggal disana".
Pilihan itu seketika membuat Ditta limbung. Tubuhnya tak mampu lagi menopang dan terduduklah dia dilantai yang dingin bagai membekukan perasaannya yang kacau.
"Kau tahu? Aku baru saja memulai karierku dan ini impianku. Menjadi seorang novelis adalah cita – citaku yang kau tahu betul sejak mengenalku. Apa kau tega menghancurkannya?" Isak tangisnya mulai mengguncannya.
"Aku sudah menduganya. Kau memilih kariermu,"lelaki itu terkekeh."Dengar Ditta, entah apa hubunganmu dengan lelaki itu, yang ada dipiranku kau tidak pernah menjadikanku sebagai prioritasmu. Entah untuk lelaki itu atau kariermu. Sudahlah aku melepasmu".
"Tommy dengarkan aku dulu___". Belum selesai dia bicara sambungan telepon sudah terputus.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Misunderstand
RomanceSetelah dua tahun enggan menginjakkan kaki dikota kelahirannya, Annesia Ditta mencoba memberanikan diri. Jogja menjadi kota yang menunggunya dengan ingatan kisah cintanya dulu yang terbalut dalam kerinduan bercampur rasa sakit. Dan benar, takdir me...