Malam Minggu di rumah Tommy
Mereka baru saja selesai makan malam, Ditta hendak merapikan meja taman dan membereskan peralatan makan yang tadi mereka gunakan hingga pelukan orang dibelakangnya menghentikannya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Memelukmu", jawab lelaki dibelakangnya.
"Apa kau sudah tidak waras?"Ditta menghelai nafas menahan diri,"Tommy tidakkah kau lihat aku sedang apa sekarang?"
Tommy membalikkan tubuhnya hingga wajah mereka saling berhadapan.
"Ikut aku!"ditariknya tangan Ditta.
"Tapi aku____", belum sempat ia menyelesaikan bicaranya Tommy sudah dulu menjauhkannya dari meja taman.
Dibukanya pintu yang tadinya berada tepat disamping taman dan segera Ditta tahu betul, itu kamar Tommy.
Semuanya masih sama, tak ada satupun yang berubah dari interior kamar Tommy. Semua perabotan dan interior kamarnya didominasi warna hitam putih dengan lantai cokelat tua. Semua letak perabotanpun bahkan seperti tak tergeser sedikitpun. Ditta mengamati sekelilingnya dan mulai ragu dengan keberadaannya sekarang. Dia bukan siapa-siapa disini dan begitu bodoh dan beraninya dia memasuki kamar lelaki yang sudah menyandang status mantan tunangannya.Dia hendak membalikkan tubuhnya untuk segera keluar dari ruangan itu. Tapi gandengan tangan lelaki disampingnya ternyata lebih kuat dari dugaannya dan seketika membuat niatnya menciut.
"Kau pikir aku akan berbuat macam-macam padamu?" Tommy ternyata mengetahui niatnya."Jika aku mengingikanmu dan berniat merusakmu, aku sudah lakukan itu sejak dulu".
"Bukan maksudku menyinggungmu, hanya saja ini semua membuatku canggung".
"Hahaha. . .", Tommy menertawakannya,"Jangan seperti orang yang baru pertama menginjakkan kaki disini. Duduklah disana", Tommy menunjuk ranjang tempat tidurnya.
Lelaki itu melepas gandengan tangannya dan pergi meninggalkan Ditta. Dilihatnya Tommy menuju ruang kamar mandi, dan meninggalkan dia yang masih berdiri canggung didepan ranjang. Tubuhnya masih mematung dan pikirannya belum bisa mencerna segalanya.
"Apa kau masih berdiri disana?"teriak Tommy dari dalam kamar mandi. Rupanya lelaki itu mengetahui kondisi Ditta yang masih diam mematung.
"Oh. . . Iya aku akan duduk,"teriak Ditta, dan gadis itu berlari mendaratkan diri diranjang.
Tak lama Tommy menghampirinya dengan membawa kotak obat, Ditta mengernyit dan sedikit bingung. Benaknya bertanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Duduk disampingnya dan begitu dekat, membuat Ditta mulai was-was.
"Berikan wajahmu!"
"Hah. . .A. . .apa kau bilang?"
Tanpa menjawab, tangan Tommy begitu cepat menarik wajah Ditta hingga mereka saling bertatapan, begitu dekat bahkan Ditta bisa merasakan sedikit hembusan napas Tommy menerpa wajahnya.
Tanpa diaba - aba bahkan Tommy begitu berani menyibakkan rambut Ditta yang tadinya menutupi jidatnya.
"Terlanjur memar ya? Maaf aku justru membuatnya semakin parah saat tadi sembarangan menarikmu di cafe. Tapi, apa kau tidak mengobatinya sama sekali?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Misunderstand
RomanceSetelah dua tahun enggan menginjakkan kaki dikota kelahirannya, Annesia Ditta mencoba memberanikan diri. Jogja menjadi kota yang menunggunya dengan ingatan kisah cintanya dulu yang terbalut dalam kerinduan bercampur rasa sakit. Dan benar, takdir me...