"Bangun tukang tidur, kau sudah tidur berapa lama? Ini sudah hampir menghabiskan jam makan siang dan kau bahkan tak berniat bangun jika tidak ku bangunkan", suara wanita itu seketika menyentakkan Ditta dari acara bermanja - manjanya.
Dan begitu manik hitam pekat itu terlihat. Kening pemiliknya nampak berkerut, merasa bingung dengan suasana di sekelilingnya bahkan matanya masih sedikit berat untuk ia buka.
"Bangunlah dan kau harus makan Ditta", suara itu lagi-lagi Ditta mendengarnya.
Kesadarannya mulai memulih dan dia baru ingat siapa pemilik suara itu."Mbak Ayu", segera dia bangkit dari tidurnya, gerakan sepontannya membuat kepalanya sedikit pening.
Ditatapnya sekelilingnya, ruangan itu mirip dengan ruang tempat kerjanya di butik dan begitu melihat Ayu terduduk manis mengamatinya di kursi kerja milik Ditta dengan bibir tersenyum. Ditta sadar itu benar-benar ruang kerjanya. Tapi, bagaimana bisa dia tidur di butik, dan bahkan semalaman dia tidur di sofa panjang yang ada di ruang kerjanya.
Dia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi tadi malam dan justru berakibat kepalanya semakin pening. Ditta juga merasakan tengkuk dan punggungnya begitu sakit , mungkin efek dia salah tidur di sofa.
"Tommy yang membawamu kesini",ucap Ayu , melihat ekspresi Ditta yang nampak kebingungan. " Dia tidak tahu harus membawamu kemana, mengingat kondisimu yang mabuk berat. Bahkan Tommy tidak berani membawamu pulang kerumah. Untung saja tadi malam aku masih ada di butik".
Penjelasan Ayu sudah cukup menjawab hampir semua pertanyaan Ditta.
"Terus apa Ayah dan Ibu tahu tadi malam aku mabuk?"
"Kau pikir aku gila harus sejujur itu pada Pak lek dan Bulek? Gara-gara kau, aku harus berbohong pada orang tuamu bahwa kita punya pesanan batik dan harus lembur".
Ditta menghelai napas tenang. Dia begitu beruntung memiliki sepupu yang mengertinya dan Ayu benar-benar membantunya.
"Sebaiknya bersihkan tubuhmu dulu, aku benar-benar mual mencium bau alkohol ditubuhmu dan kau harus makan aku sudah siapkan dimeja itu", Ayu menunjuk meja kecil dekat pintu" Aku mau kedepan, pembeli hari ini cukup ramai", dia beranjak dari kursi dan berjalan menuju pintu keluar.
"Terima kasih Mbak, maaf marepotkanmu".
" Oh aku hampir lupa", Ayu berhenti di ambang pintu yang sudah dibukanya."Telepon Tommy, tadi malam dia berpesan agar kau menghubunginya setelah kau bangun".
"Ok Mbak akan kulakukan",jawab Ditta.
"Jangan lupa Ditta !"tegas Ayu dan tubuhnya menghilang dibalik pintu yang ia tutup.
"Untuk apa Tommy memintaku meneleponnya?"gumamnya bingung. Tapi segera bibirnya menyunggingkan senyum manisnya mengingat nama yang baru dia ucapkan.
Tidak tahu apa yang dia rasakan mengingat kemarin dia baru saja putus dengan Riyan, dan hari ini justru hatinya begitu berbunga-bunga. Ditta tak mengerti, tapi perasaan semacam ini, sudah lama dia tak merasakannya. Dengan bersenandung riya dia berjalan menuju toilet yang ada di ruang kerjanya.
* * *
Sudah hampir dering ke empat dan teleponnya belum juga diangkat oleh orang yang ditujunya. Ditta berniat menutup teleponnya, mungkin saja Tommy sedang sibuk, namun baru dering ke lima telepon itu dijawab pemiliknya.
"Yah . . . hallo Ditta", nada suaranya begitu santai.
Berbeda dengan Ditta yang disini, dia justru mati-matian menahan kegugupannya. Setelah hampir dua tahun lebih tanpa komunikasi mengingat hubungan mereka yang berakhir dan baru hari ini Ditta memberanikan diri menelepon Tommy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misunderstand
RomanceSetelah dua tahun enggan menginjakkan kaki dikota kelahirannya, Annesia Ditta mencoba memberanikan diri. Jogja menjadi kota yang menunggunya dengan ingatan kisah cintanya dulu yang terbalut dalam kerinduan bercampur rasa sakit. Dan benar, takdir me...