10¦ Emosi Liar

142 11 7
                                    

"Teddy, aku mau pulang"

"Masu--"

"UNTUK APA? AKU MENGAJAK MU KESINI AGAR KAU TERTAWA. TAPI APA? DARI TADI KAU HANYA MURAM SAJA! AKU BENCI TEDDY YANG SEPERTI INI!!" teriakku.

Kini aku mulai menjauhinya. Tanpa ku sadari cairan bening mulai mengalir melintasi pipiku.

~

Mulut ku hanya berkomat kamit tanpa henti. Sungguh emosiku sudah berada di ujung ubun-ubun ini. Aku melangkah dengan tergesa-gesa menjauhi Teddy. Aku kira Teddy mengejarku namun dugaanku salah, Teddy masih terdiam di posisi semula. Dasar bangsat.

Setelah keluar dari tempat terkutuk itu. Aku pergi menuju tempat tinggalku. Diperjalanan menuju pulang hujan turun amat deras dan begonya aku tidak membawa payung. Sungguh hari yang terkutuk. Karena itu aku pulang dengan hujan-hujanan. Awalnya aku kira Teddy akan mengejarku dan memberikan payung, tapi itu hanya angan-anganku saja.

"Apa kau berniat ingin sakit?" kata seseorang dari belakang sambil melindungiku dari air hujan dengan payungnya.

Sepertinya suara ini tidak asing lagi bagiku, dan benar saja itu adalah suara Onta a.k.a Bima. Pemilik suara tadi hanya menatapku lekat-lekat dari ujung rambut hingga ujung sepatu (kenapa ujung sepatu(?) Itu karena Rey memakai sepatu bukan nyeker alias gak pakai apa-apa).

"Pake aja untuk mu, aku gak butuh" kataku ketus.

"Ya elah jutek banget, sini biar aku anter pulang. Ini hujan loh, kalau lo hujan-hujanan nanti e-lo sakit nanti" jawabnya penuh perhatian.

Sebenarnya aku terharu sama Bima karena udah perhatian, tapi ada sedikit kekecewaan karena yang melindungiku ini bukan Teddy.

"Aku tetep gak mau balikan sama kamu" jawabku sambil menatap matanya yang berwarna coklat itu.

"Memang kelihatan banget ya? Hahaha... gak usah balikan juga gak kenapa kok, yang penting lo sehat-sehat aja dulu" ujarnya

"Terselah saja"

Akhirnya Bima menghantarkan Rey pulang ketempat tinggalnya, namun dari kejauhan ada seorang pria yang sangat terpukul menatap mereka berdua jalan bersama dibawah sebuah payung.

~

"Udah ya, aku pulang dulu" ujar Bima sambil melambaikan tangannya kearah Rey. Aku hanya membalasnya dengan lambaian juga.

Clekkk....

Kini pintu tempatku tinggal sudah terbuka lebar dan dapat kulihat Deva dengan handuk yang melingkar dipinggangnya itu.

"Gue kira lo maling" katanya sambil menghampiriku.

"Lo kok sendirian? Pacar lo mana? Lo hujan-hujanan?" baru saja sampai rumah sudah di hadiahkan pertanyaan yang bikin aku makin sebal. Resekan?

"Bukan urusan lo" jawabku ketus dan meninggalkannya.

Aku merenungkan diri di kamar, entah apa yang harus aku renungkan aku tidak tahu sama sekali. Namun aku tidak habis pikir dengan kejadian tadi. Kejadian yang harusnya aku berbahagia tapi aku malah bertengkar dengannya. Apakah ini kesalahanku? Tidak, aku sudah berkata sejujur-jujurnya hanya saja ia tidak mempercayaiku.

Apa yang terjadi setelah ini? Semoga saja Dewi Fortuna berpihak kepadaku.

Merendamkan diri di air hangat adalah caraku untuk melupakan segala masalah yang membuat kepalaku cenat-cenut tak menentu ini.

Bukan Cinta Biasa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang