Aku seharusnya malu dengan diriku sendiri. Aku seharusnya malu dengan kehadiran Jimin saat ini. Setelah memutuskan untuk menyerahkan diri sendiri, aku harus berhadapan dengan kejadian yang benar-benar telah merusak harga diriku dan juga ditambah dengan fakta mengejutkan bahwa ibuku telah dibunuh oleh Kai si vampire sialan.
Setelah mengenakan kembali bajuku, aku pergi menyusul Jimin yang menunggu diluar kamar. Wajah sialnya sangat tidak bersahabat, membuatku ingin menghantamkan kepalaku di dinding. Aku tahu Jimin sedang menahan amarahnya.
"Sebaiknya kita segera pergi," ajakku pelan tanpa menoleh padanya lagi. Aku tidak mau melihat wajahnya ditambah dengan gayanya yang berkacak pinggang. Harusnya kusadari bahwa sikapku sangat tidak sopan. Dan itu berpengaruh pada lelaki wiviians yang satu ini.
Lalu Jimin menahan lenganku, sekali lagi aku tidak beralih padanya. "Ada banyak hal yang harus kita bicarakan," ucapnya dengan dingin. Tangannya berusaha untuk membalikkan tubuhku, agar aku berpaling padanya. Pada akhirnya sesuatu yang kusembunyikan terlihat jelas oleh matanya.
Aku menangis.
"Sial, aku bahkan tidak melakukan apapun padamu!"
Aku tidak bisa mencerna dengan jelas kata-kata dari Jimin, yang kulakukan hanyalah memukul pelan bahunya sambil berusaha menghentikan tangisanku. Itulah aku. Semua hal yang telah kurencanakan selama hidupku selalu saja berakhir dengan kegagalan. Aku terlalu tenggelam dalam kesedihan sampai tidak menyadari bahwa mata Jimin kembali berubah.
"Apa yang membuatmu menangis?!"
Jika aku mengatakan bahwa akulah yang membuat diriku sendiri menangis, maka Jimin hanya akan menertawaiku. Jika aku mengatakan bahwa Kai yang membuatku menangis dan sebagian besar memang salah lelaki brengsek itu, maka aku bisa memastikan bahwa Jimin benar-benar akan membunuh lelaki itu, walaupun sebenarnya aku masih bertanya-tanya mengapa lelaki itu tidak mati setelah Jimin menghisap darahnya.
"Kau."
Lalu akhirnya aku menyalahkannya. Tanpa mengetahui pasti mengapa aku menyalahkannya. Dan hanya dengan satu suku kata tunggal, kulihat Jimin terluka. Matanya, matanya menunjukkan ombak kesedihan yang sama seperti saat aku meninggalkannya.
Kuharap aku hanya berhalusinasi karena ini semakin menyedihkan.
"Ibuku telah mati dan kau mengetahuinya."
"Maafkan aku."
"Jimin, kumohon, berhenti melindungiku. Takdirku sama seperti ibuku, kami seharusnya memang dimusnahkan."
Lelaki itu menggeleng. "Salah. Semua tentang carlossian itu salah. Kau tidak mengetahui yang sebenarnya, maka dari itu kami dikirim untuk membimbing carlossian..."
"...wiviians menyimpan semua kebenaran, karena itulah kami terpaksa untuk hidup terpisah dengan vampire lainnya. Mereka takut semua kebohongan yang telah diciptakan terbongkar dan kemudian menyebarkan hal buruk tentang kami..." jelas Jimin panjang lebar.
Sangat menarik. Fakta apa lagi yang akan kudapatkan kali ini? Aku ingin sekali mengajukan beberapa pertanyaan yang berputar dikepalaku, namun kami harus terinterupsi dengan kedatangan pasukan kecil vampire yang langsung bertekuk lutut dihadapan Jimin.
"Tuan, jumlah mereka sangat banyak. Dengan kondisi seperti ini, kita tidak akan bisa bertahan. Kumohon berikan perintah selanjutnya."
Pemandangan didepanku saat ini membuatku tercengang. Mereka penuh dengan darah dan luka. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Kita mundur!"
Belum sempat aku bertanya, Jimin lebih dulu menarikku. Kami berlari dengan cepat menuju pintu keluar. Dan momen ketika pintu tersebut dibuka, aku kembali tercengang. Begitu banyak darah. Busur panah yang tertusuk pada mayat-mayat ditanah. Benda-benda yang terbakar. Ini perang. Aku menyaksikan sendiri hasil dari perang tersebut. Kapan ini terjadi? Mengapa aku tidak menyadarinya? Ah ya, aku ingat. Saat sedang becumbu dengan Kai, aku mendengar kegaduhan dari luar. Kupikir itu adalah pawai untuk kematianku besok. Ternyata itu tujuan Kai, mengalihkan perhatianku agar kekalahannya tidak terendus oleh carlossian. Ia memang pantas untuk menjadi pemimpin selanjutnya.
Aku patut berbangga karena kelompok timur memiliki jumlah pasukan yang banyak, namun saat kami semua muncul, hampir setengah dari mereka melarikan diri. Sepertinya aku baru menyadari bahwa selama ini kelompok timur hanyalah sekelompok pecundang. Dan bagi kami, Jimin dan pasukannya, ini adalah jalan mudah untuk melarikan diri.
Setelah cukup lama melarikan diri, kami berhenti diperbatasan hutan. Jimin memerintahkan yang lainnya untuk tetap melanjutkan perjalanan sedangkan kami berjalan menuju arah yang berlawanan. "Mengapa kita memisahkan diri?" Pertanyaan itu terlontar saat Jimin menuntunku pada penginapan yang terdapat disudut kota antah berantah.
"Bukankah itu sudah jelas? Kita perlu membicarakan banyak hal. Lagipula..."
Tiba-tiba saja aku mengerti ujung permasalahan ini.
"...ini adalah masalah ketika aku mendapatimu bercumbu dengan Kai."
Leherku di cekik lemah. Tubuhku terhempas pada dinding. Dan kami berciuman.
###
Ini memabukkan.
Kami tidak bisa berhenti. Aku merasa melayang. Ciuman-ciuman Jimin yang menjelajahi tubuhku menimbulkan sensasi tersendiri. Pada akhirnya aku harus kembali mengalah pada emosi yang lebih kuat. Jimin secara sadar mengambil alih emosiku, kontrol terhadap diriku.
Kami jatuh pada lubang yang disebut perasaan.
Jika disetiap ciuman yang pernah kulakukan tidak terselip perasaan, bahkan dengan Kai sekalipun, maka kali ini aku sendiri yang menyelipkannya. Jimin tahu aku akan jatuh pada perangkapnya dan aku sendiri yang menyerahkan diri. Malam ini terasa sangat singkat, juga terlalu panjang untuk dilalui.
"Hai."
Inilah aku, terbangun di dada bidang Jimin, menyapanya saat lelaki itu turut membuka matanya. Setelah semua yang terjadi, apa masih pantas kami bergelut dengan perasaan ini? Maksudku, aku yang diburu oleh kelompokku sendiri, perang yang baru saja terjadi dan fakta-fakta mengejutkan yang terdengar langsung olehku membuatnya semakin rumit. Sekarang aku terbangun dengan senyum setelah bercinta dengan Jimin. Ya, bercinta.
"Hai," balas Jimin dengan tersenyum. Ia mencolek ujung hidungku, kemudian mencium keningku. I feel so lovely. "Kau sudah siap?" tanyanya dengan suara serak. So fucking damn hawt!
"Siap untuk apa? Jika untuk melarikan diri lagi, maka aku sudah terlatih."
"Bukan." Jimin beranjak dari kasur. Sambil memungut bajunya yang berserakan dilantai, ia kembali berkata,
"Untuk kemungkinan terburuk yang akan terjadi nanti."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hoomans
ФанфикKehidupan dunia yang berbeda membuat sebagian tidak mempercayainya. Bukan salah mereka tidak mempercayai vampire, bukan salah mereka juga jika mereka mati karena vampire. Jika kalian selalu mendapatkan kisah antara vampire dan manusia, maka ini kisa...