Epilog

3.4K 478 72
                                    

Rumah kecil yang terletak tak jauh dari pemukiman desa terlihat sangat rapih. Berbagai macam tanaman tertanam di halaman dan tak jarang orang-orang berdatangan untuk membeli beberapa pot bunga. Rumah itu terkenal dengan penjualan tanaman yang berkualitas.

Gadis kecil itu membuka pintu sambil berlari, menimbulkan bunyi lonceng yang sangat keras. "Mamaaaa!!!" serunya saat berlari memeluk tubuh mamanya dari belakang.

"Hai, Mijin!" sambut mamanya. Mijin tersenyum girang. Dengan cepat ia menarik kursi dan duduk manis menunggu masakan mamanya.

Seulgi menoleh pada gadis kecilnya. Dia masih mengenakan seragam, topi, tas dan sepatu sekolahnya. "Mijin, kau harus mengganti bajumu dulu jika ingin makan siang," kata Seulgi. Tapi itu membuat Mijin cemberut. "Bisakah itu dilakukan setelah makan siang?" pinta gadis itu lucu.

"Tidak," tegas Seulgi. Ia tidak ingin anak perempuannya tumbuh menjadi gadis yang manja.

Dengan lesu, Mijin turun dari kursinya dan berjalan menuju kamarnya. Tak cukup menunggu lama, Mijin sudah kembali ke kursinya dengan baju yang berbeda. Mijin selalu bersemangat jika sudah datang waktu makan siang karena mamanya akan memasakkan makanan yang enak di siang hari.

"Bagaimana sekolahmu, Mijin?" tanya Seulgi sambil menata meja makan.

"Hari ini aku mendapat nilai A dalam pelajaran seni!" jawab Mijin bangga. "Tapi, lagi-lagi ibu guru bilang kita akan pulang sebelum makan siang karena ada banyak serigala yang berkeliaran disekitar sekolah. Tadi Mijin juga ditemani oleh ibu guru saat pulang. Mama, serigala itu jahat, kan? Mereka yang memakan nenek gadis bertudung merah!" celotehnya.

Seulgi sedikit terdiam. Ia ingin menjawab pertanyaan Mijin namun ia juga tidak ingin menjawabnya. Jadi yang ia lakukan hanyalah kembali menata meja makan dan menyiapkan makanan dipiring Mijin.

"Mama, apa hari ini Paman Jimin akan berkunjung?"

"Kenapa memangnya? Mijin ingin bertemu dengan Paman Jimin?" tanya Seulgi balik.

Mijin mengangguk yakin. "Paman Jimin baik! Mijin suka dengan Paman Jimin!"

"Benarkah itu?"

Mijin menoleh pada lelaki yang berdiri di pintu belakangnya. Senyumnya seketika merekah. "Paman Jimin!!!" Ia berlari memeluk tubuh Jimin. Lelaki itu balas memeluknya seraya memberikan beberapa tangkai bunga matahari untuk Mijin.

"Mijin, jika sudah selesai makan, bisakah bantu mama untuk menyiram tanaman didepan?" Mijin mengangguk semangat. Gadis itu langsung berlari dengan menggenggam bunga pemberian Jimin.

Setelah Mijin pergi, Seulgi beranjak dari kursinya dan mengemaskan bekas makan siang mereka. Jimin menghampiri Seulgi, memeluk tubuh wanita itu dari belakang. "Aku merindukanmu..." bisiknya.

Seulgi menghembuskan nafasnya panjang. "Jimin, kau dengar apa Mijin katakan tadi? Ini sudah kesekian kalinya dalam sebulan mereka mengganggu sekolah Mijin!" protes Seulgi.

Jimin tersenyum simpul. "Maafkan Ayahku, mungkin dia terlalu bersemangat untuk melihat cucunya." Lalu mengecup pipi Seulgi singkat. Wanita yang berada dipelukannya itu mengangguk mengerti. "Aku tidak khawatir pada Mijin, aku khawatir pada teman-teman Mijin. Mereka akan ketakutan."

"Aku kuberitahu Ayahku nanti," balas Jimin bijak. "Lalu bagaimana dengan perkembangan Mijin? Apa dia terlihat normal?"

"Sejauh ini tidak ada tanda-tanda apapun. Mijin terlihat sangat manusia..."

Jimin mengangguk. "Baguslah. Dengan sistem yang berubah-ubah dan konflik yang masih terjadi, akan sedikit repot jika Mijin harus menjadi bagian dari vampire."

Seulgi terdiam mendengar ucapan Jimin. Perlahan ia membalas pelukan lelaki itu. "Ini sudah bertahun-tahun lamanya dan kau masih belum bisa tinggal bersama kami?" Seulgi sedikit kecewa.

"Banyak hal yang harus kupertanggungjawabkan, Sayang. Aku juga harus menunjuk pemimpin baru untuk kelompok dan menyelesaikan beberapa konflik fatal," jelas Jimin. Seulgi kembali mengangguk mengerti. "Baiklah..."

"Haruskah aku mengajari Mijin untuk mulai memanggilmu 'Papa'?" bisik Seulgi sebelum Jimin menciumnya.




hahaha akhirnya beres. udh dikasi happy ending noh. no comment dah gw

HoomansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang