Wendy menyeruak masuk dalam kerumunan yang bersorak girang. Ia berusaha mendekati posisi Seulgi yang dijaga ketat dan Kai yang berdiri tak jauh darinya. Gadis itu perlahan mendekat pada Kai.
"Kai, bisakah kita berbicara sebentar?" Suara Wendy membuat Kai mengalihkan pandangannya. Lelaki itu menatap curiga pada Wendy. "Apa kau ingin―"
"Ya, aku ingin membahas tentang Seulgi," potong Wendy.
Kai sudah mengetahuinya, pasti gadis ini akan menghalangi hasratnya lagi. Ia memalingkan wajahnya angkuh seraya berkata, "Tidak ada yang perlu di bahas. Aku melakukan semua ini demi kelompok."
"Dan kau sebaiknya jangan ikut campur jika tidak ingin dianggap sebagai pengkhianat," lanjut Kai. Wendy terdiam, masih tidak beranjak dari posisinya. Jika dianggap sebagai penkhianat, pasti ia akan diperlakukan sama seperti Seulgi saat ini. Menatap kematian yang berdiri didepan mata. Tapi ia juga tidak bisa melihat sahabatnya diperlakukan seperti itu. Wendy tahu bahwa Seulgi juga berharap untuk tidak terlahir sebagai carlossian. Ia sedih. Sahabatnya memiliki takdir yang tragis dan orang yang ia sukai berubah secara mendadak.
Wendy menyentuh lengan Kai. "Kai..."
"Wendy, please..." Kai melepaskan tangan Wendy dari lengannya. "Jika semua ini terlaksana dengan lancar, aku akan kembali padamu. Aku akan bertanggung jawab pada bayi kita..."
Sontak Wendy menyentuh perutnya yang masih rata. Bagaimana Kai mengetahui bahwa ia hamil? Ia tidak pernah mengatakannya pada siapapun. Ucapan Kai membuat Wendy bimbang. Sebelumnya ia takut jika Kai tidak mengakui kehamilannya. Ia juga tahu jika dirinya adalah gadis yang bodoh. Malam itu, setelah penyerbuan yang dilakukan wiviians untuk menyelamatkan Seulgi, Kai yang terluka datang ke rumahnya. Memintanya untuk mengobati luka yang ia dapat, luka darah dan luka hati. Wendy si gadis bodoh. Ia tidak bisa menolak seluruh permintaan Kai, karena ia juga menaruh hati pada lelaki itu. Walaupun ia tahu cintanya tidak akan pernah terbalas karena kehadiran Seulgi. Dan sekarang, Seulgi akan menghilang. Kai juga mengatakan akan kembali padanya. Bukankah itu sebuah janji yang indah?
Wendy ingin menjadi egois. Ia ingin hidupnya bahagia.
Hampir saja ia menyetujui permintaan Kai sebelum ia melihat bagaimana lelaki itu menatap Seulgi yang terbaring lemah. Tatapan itu penuh cinta dan luka. Sama seperti saat ia menatap Kai.
###
"Apa kau baru saja menyatakan dirimu sebagai aliansiku?" Kedua alis Jimin terangkat, menandakan bahwa lelaki itu tidak yakin dengan pendengarannya sendiri. Wendy mengangguk. "Kau mau membuang waktu padahal sebentar lagi mereka akan memenggal kepala Seulgi?"
Oh, Jimin hampir melupakan orang-orang sialan itu. Wendy memperhatikan tubuh Jimin yang dipenuhi luka. "Kau masih memiliki tenaga?" tanyanya ragu. "Jika untuk Seulgi, aku bisa mendapatkan tenaga dengan mudah," jawab Jimin yakin yang membuat Wendy menganggukkan kepalanya mengerti.
"Dengarkan aku, setelah aku berhasil melepaskan seluruh ikatan di tubuh Seulgi, kau harus segera membawanya sejauh mungkin dari sini..."
Jimin mengangguk. Mereka berlari memasuki desa dengan hati-hati. Namun karena orang-orang yang sedang berkumpul, suasana desa menjadi sedikit aman sehingga mereka bebas berkeliaran tanpa takut ketahuan. Jimin menunggu dibalik atap salah satu rumah yang tak jauh dari tempat orang berkumpul. Ia memegang panah yang diberikan oleh Wendy sebelum gadis itu menghilang dibalik kerumunan.
"Kai!" seru Wendy pada lelaki yang tengah berbicara dengan seorang lelaki yang lebih tua.
"Apa lagi yang kau lakukan disini?!" tanggap Kai tak senang. Wendy tak mengindahkan ucapan Kai, ia menatap Seulgi dengan cemas. "Aku baru saja dari barisan belakang dan mereka terus bertanya mengapa eksekusinya belum juga dimulai. Apa sesuatu telah terjadi?" Kemudian ia menghampiri Seulgi yang tergeletak lemas. Berpura-pura prihatin.
"Apalagi yang kau tunggu? Bukankah ini sudah saatnya mengeksekusi carlossian?"
Wendy menatap Kai yang membusungkan dadanya bangga. "Sebentar lagi wiviians itu akan datang. Dan aku akan melakukannya tepat dihadapan lelaki itu..." Tanpa Kai sadari, Wendy diam-diam mengeluarkan pisau dan memotong ikatan di tubuh Seulgi. Kai masih terus berucap, "...akan kunikmati kehancuran lelaki itu dengan mataku sendiri. Akan kubuat dunia yang ia banggakan ini menjadi neraka dan setelah itu aku akan memiliki hidup yang sempurna..."
Lelaki yang angkuh. Bagaimana bisa Wendy tidak mengetahui sifat lelaki itu selama ini? Kini ia merasa jijik telah menyerahkan dirinya pada Kai. "Mengapa kau rela melakukan hal melelahkan seperti itu?" Tatapannya kembali terarah pada Kai. "Apa karena lelaki wiviians itu telah mengambil gadis yang kau cintai?"
"Apa kau gila? Mana mungkin aku mencintai pengkhianat seper―uhuk!" Mata Kai terbelalak kaget saat sebuah pisau menusuk dadanya. Segumpal darah segar termuntah dari mulutnya. Wendy berdiri menyaksikan pisaunya membunuh lelaki yang ia cintai. Memang menyakitkan, tapi ini pilihan yang ia ambil. Dan jatuhnya Kai merupakan tanda bagi Jimin untuk melepaskan anak panahnya.
Desa seketika berubah menjadi lautan api. Orang-orang panik. Sorak kegirangan berubah menjadi teriakan kesakitan. Kerumunan yang berkumpul terpecah belah. Malam hampir berganti menjadi pagi, api yang disulut oleh Jimin dengan cepat menggapai pohon-pohon dan menimbulkan kebakaran besar. Lelaki itu berlari dengan cepat menghampiri Seulgi, menutup hidung dan mulut gadis itu dengan tangannya sebelum menghirup lebih banyak asap.
Wendy membantu Jimin menggendong Seulgi. "Kalian harus pergi dari sini sebelum menghisap terlalu banyak asap beracun!" serunya.
"Kau juga harus pergi dari sini!" ujar Jimin. Namun Wendy menggeleng. "Sudah kubilang jangan pedulikan aku! Aku yang akan mengurus sisanya disini..."
Tubuh Wendy mendadak mati rasa. Rasa sakit mengucur dari dadanya. Ia melirik pada ujung pedang yang menojol dari dadanya. Terdengar kekehan kecil di balik telinganya. "Kau pikir pisau sialan itu bisa membunuhku, Wendy Sayang?" bisik Kai.
Jimin sempat ingin membalas Kai, namun Wendy menyuruh lelaki itu untuk segera pergi. "Wah... aku kehilangan carlossian itu untuk yang kesekian kalinya. Tapi tidak untuk waktu yang lama," komen Kai santai saat melihat Jimin pergi membawa Seulgi. Lelaki itu menarik kembali pedangnya dari tubuh Wendy, membuat gadis itu terjatuh ke tanah.
"Dasar gadis lemah," sindirnya pada Wendy yang hampir mati dibawah kakinya. Namun Wendy masih sempat mendecih sinis. "Kurasa kau salah, Kai..."
Kai yang baru berjalan selangkah tiba-tiba tersungkur. Ia mencengkram dadanya keras sambil berteriak kesakitan. "Ra-racun ini!!!"
Wendy melanjutkan perkataannya, "Aku tidak akan mati sebelum melihatmu kesakitan..."
Malam telah berganti pagi, namun Jimin belum berhenti walaupun tenaganya telah habis. Masih belum jauh untuk mencapai tempat aman walaupun sebenarnya mereka telah bermil-mil jauhnya dari peradaban kaum vampire.
Jimin menginjakkan kakinya pada akar pohon besar dan secara tak sengaja terjatuh. Ia tahu jika pijakan itu adalah batas akhir tenaganya. Disandarkannya tubuh Seulgi pada pohon sedangkan ia terbaring lemah diatas rumput. Jimin memandang langit biru yang menyilaukan matanya.
"Aku tidak tahu harus menangis karena kehilangan orang-orang berharga atau bersyukur karena aku masih bersamamu hingga saat ini..."
Ia melirik pada Seulgi yang masih tak sadarkan diri. Jemarinya menyatu dengan jemari Seulgi seraya membayangkan gadis itu tersenyum padanya.
Beautiful.
![](https://img.wattpad.com/cover/107748874-288-k91660.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hoomans
FanficKehidupan dunia yang berbeda membuat sebagian tidak mempercayainya. Bukan salah mereka tidak mempercayai vampire, bukan salah mereka juga jika mereka mati karena vampire. Jika kalian selalu mendapatkan kisah antara vampire dan manusia, maka ini kisa...