06

2.5K 481 74
                                    

Gadis berambut oranye itu sedikit mengerling dan memeluk tubuhnya sendiri yang kedinginan. Ia tak mengubris minuman hangat yang baru saja Jimin berikan padanya walaupun ia benar-benar menggigil. Irisnya menatap dua vampire yang tergeletak begitu saja di tanah dengan darah yang menetes. Sumpah demi apapun Seulgi merinding. Ia memang terbiasa meminum darah manusia hingga manusia itu mati namun ia tidak pernah sekalipun melihat kaumnya sendiri, vampire, yang mati karena vampire lainnya. Ia tidak pernah berperang dengan vampire lain. Hal ini tentu saja membuat Seulgi gila!

Diliriknya Jimin yang tengah duduk sambil menjaga api unggun agar tetap menyala. Terdapat sedikit bercah merah di pipi lelaki itu dan Seulgi tahu benda apa itu. Ingin sekali ia mengatakan bahwa ia merasa sangat tidak aman bersama dengan lelaki itu, tapi ia mengurungkannya. Menyaksikan secara langsung bagaimana brutalnya Jimin membuat lidah Seulgi kelu.

"Kau tidak akan meminumnya? Kau membutuhkan jaket? Kau kedinginan."

Tubuh Seulgi bergetar mendengar Jimin yang mengajaknya berbicara. Ia tak berani melirik Jimin dan hanya menggelengkan kepalanya.

"Kau takut padaku?"

Kata-kata itu mengejutkan Seulgi. Sontak gadis itu mengadahkan wajahnya pada Jimin yang menjulang didepannya. Oh ya ampun, kini ia merasa bersalah. "Aku..." Seulgi tak ingin melanjutkan kalimatnya.

Jimin bergeming. Tentu saja lelaki itu menunggu kalimat penjelasan dari Seulgi. "Aku... ya, aku takut padamu. Aku merasa tidak aman bersama denganmu..." desis Seulgi.

Masih teringat dengan jelas kejadian tadi, setelah sebuah anak panah yang hampir mengenainya, Jimin berubah. kedua matanya merah meyala dengan pupil yang tak pernah Seulgi lihat sebelumnya. Lelaki itu langsung berlari menyerang pelaku yang menembakkan panah tadi. Bukan seorang, melainkan lima orang. Jimin menyerang kelima orang itu dengan brutal. Sampai akhirnya tiga dari lima orang tersebut melarikan diri dan Jimin melakukan hal yang tak terduga. Lelaki berambut hitam itu mengeluarkan sebilah pisau dan menancapkannya di dada vampire tersebut, kemudian membelahnya dan menarik jantung yang masih berdetak itu hingga terlepas.

Kejam. Benar-benar kejam.

Jimin berjongkok. "Aku sudah mengatakan padamu bahwa hanya itu satu-satunya cara untuk membunuh mereka. Mereka memiliki matra untuk kebal terhadap kematian kecuali jika jantung mereka dilepas," jelas Jimin. Lelaki itu menatap manik Seulgi yang masih menyiratkan ketakutan.

Ia kecewa. "Begitu menakutkannya diriku?" Jimin menggenggam tangan Seulgi. Menarik cepat wajah gadis itu.

Dan menciumnya.

Bibirnya bersatu dengan bibir Seulgi. Melakukan hal sama dengan yang Seulgi lakukan padanya saat itu. Atau bahkan lebih.

Jimin tidak tahu. Ia penasaran. Semua emosi yang ada didalam gadis itu bisa ia rasakan disetiap ciuman mereka. Membuatnya ingin terus mengetahui emosi sesungguhnya dari gadis tersebut.

"Seulgi..."

Nafas Jimin terengah-engah. Begitu pula Seulgi. Namun kali ini gadis itu juga menangis. Airmatanya jatuh begitu saja. "Aku takut. Aku merasa tidak aman berada dimanapun. Dan sekarang kau juga tidak membuatku merasa aman. Apa yang harus kulakukan?" isak Seulgi.

Jimin tahu. Jimin merasakannya. Dan ia sakit hati.

###

Setelah dibujuk cukup lama, akhirnya Seulgi mau melanjutkan lagi perjalanan dengan Jimin walaupun dengan syarat bahwa lelaki itu harus berjalan didepannya guna menghindari hal yang tidak-tidak. Memang benar lelaki itu berjalan didepannya, namun setiap lima langkah Jimin pasti menghentikan langkahnya sehingga membuat Seulgi menabrak tubuh lelaki itu.

"Kau masih dibelakangku."

Hanya itu yang ia ucapkan, kemudian kembali melangkah.

"Kau tidak perlu berhenti terus menerus," ucap Seulgi kesal. Namun itu membuat Jimin kembali berhenti. "Hei, sudah ku katakan―"

"Apa hubunganmu dengan lelaki itu?" tanya Jimin langsung. Lelaki itu hanya menolehkan wajahnya pada Seulgi.

"Lelaki apa?" Seulgi balas bertanya dengan tak ramah.

"Lelaki berambut cokelat yang selalu bersamamu kemanapun."

"Maksudmu Kai?"

Jimin mengangguk mendengar Seulgi menyebutkan nama lelaki yang ia maksud. Giliran Seulgi yang mengedikkan bahunya cuek. "Kami hanya bersahabat." Gadis carlossian itu melirik Jimin dan langsung terkejut.

Mata itu lagi.

"Kurasa pecundang itu tidak menganggap hal yang sama denganmu." Jimin dengan mata merah dan pupil anehnya mengembalikan lirikannya dari Seulgi. Menuntun Seulgi untuk memandang arah pandangannya.

Tak jauh dari mereka, berdiri seorang lelaki yang memandang mereka terengah-engah dengan matanya yang biru samudera.

"Kai?"

Gumam Seulgi tak percaya. Gadis itu baru saja hendak melangkah mendekat namun Jimin menahannya. "Jangan," titah lelaki itu dingin. "Jangan pernah kau tatap matanya atau kau akan terbunuh." Perkataan itu sukses membuat Seulgi kaget. Fakta mengejutkan yang Seulgi tidak percayai namun sayangnya ia percaya dengan semua perkataan Jimin.

"Tapi dia Kai!" Seulgi mencoba membujuk Jimin dan tetap gagal. Dipandangnya Kai cemas saat lelaki itu berjalan mendekat pada mereka.

Jimin langsung mengambil posisi didepan Seulgi, menutup kedua mata Seulgi dengan kain dan menghalangi tubuh Seulgi dengan tubuhnya. Ia balas menatap tajam Kai yang telah berdiri didepannya. Kedua mata mereka berlawanan. Merah dan biru. Sinar yang tidak akan pernah menjadi kesatuan.

"Ternyata benar. Kau seorang wiviian..." kata Kai dengan senyum mengejek. "Jadi dia targetmu selanjutnya? Seulgi?" Jimin tahu lelaki bermata biru ini berusaha memancingnya agar emosinya tersulut.

"Lalu apa yang kau lakukan disini, Hunterman? Memburu carlossian?"

Apa? Tubuh Seulgi kaku. Ucapan Jimin barusan tidak benar, kan? Mana mungkin Kai adalah salah seorang yang mencoba untuk membunuhnya. Mereka sudah bersahabat sejak kecil, melakukan segala sesuatu bersama. Ikatan seperti itu bukanlah sebuah rekayasa, itu nyata. Dan Seulgi percaya bahwa Kai bukanlah tipikal orang yang akan membunuh sahabatnya sendiri.

"Bukankah itu sudah jelas? Carlossian harus dibunuh. Dan siapapun yang melindungi carlossian akan dianggap pengkhianat bagi seluruh vampire. Sekarang menyingkirlah sebelum aku membunuhmu."

Kai bergerak dengan cepat, hampir menusukkan pedang pendeknya pada Seulgi sebelum Jimin berhasil menangkisnya. Darah mengalir dari lengan kanannya yang tersayat.

"Apa kau juga akan meminum darahmu sendiri, wiviian?" Kai penuh dengan ejekan. Memandang rendah Jimin yang sedang memegang sayatan dilengannya. Pedang pendeknya ia masukkan lagi kedalam tempatnya. Lelaki itu berjalan mengelilingi Jimin dengan fokus pada gadis dengan kedua mata tertutup.

Seulgi tidak bisa apa-apa. Mengetahui bahwa ia diburu oleh sahabatnya sendiri membuatnya shock. Ia tidak pernah mendengar Kai se-sarkastik ini. Ia tidak pernah melihat Kai dengan mata birunya. Ia tidak pernah membayangkan Kai akan menjadi seperti ini.

"Lihatlah siapa disini. Biar kutebak, kau bukan sembarang wiviian jika dilihat dari jumlah tulip dimatamu. Semakin sedikit tulip, maka semakin tinggi kedudukannya. Ya, tentu saja, kau adalah keturunan para pemimpin wiviians."

Jimin menggeram mendengar silsilah hidupnya terlontar dari mulut Kai.

"Seulgi, apa kau gila? Bagaimana bisa kau berlindung dibalik seorang wiviian? Kau tahu sejarahnya. Kau tahu siapa yang membunuh kakakmu."

Kai terus memprovokasi.

"Sebelum matahari terbit. Pilihanmu, Seulgi. Mati terhormat demi menaikkan derajat kelompok atau mati sebagai santap malam lelaki wiviian ini?"

HoomansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang