2

984 16 0
                                    

Earphone milik Rezel selalu terpasang indah di telinganya. Sejak saat itu, sejak dia bertemu gadis dari bagian universitas itu, entah mengapa melamun adalah hal yang biasa ia lakukan di sisa waktu luangnya. Dia dengar gadis itu langsung menjadi tenar setelah uji kemampuan sehari setelah dia masuk sekolah. Banyak yang bingung dia langsung menjadi partner Gin yang berarti dia punya sesuatu yang spesial.

Bukankah sudah pernah di jelaskan Rezel bahwa di bawa ruang Gin dan Kepala A.L.M.A itu ada empat blok ruang yang belum dihuni yang mungkin untuk mega power, dan di ruangan itulah gadis itu tinggal saat ini. Gak juga sih kemarin Rezel melihat gadis itu masuk asrama putri, yang artinya gadis itu tidak tinggal di menara jam. Jadi menara jam itu hanya ruangannya. Karna tempat belajarnya ya tetep berada di bagian universitas. Rezel ingin menemuinya.

Pagi ini tak ada yang menarik, hari ini weekend, jadi ada waktu free dua hari. Khusus untuk weekend siswa A.L.M.A bisa keluar dari sekolahan, entah itu untuk pulang atau pun untuk keluar sekolah tanpa seragam sekolah. Mungkin bagi kebanyakan siswa akan lebih memilih pulang karna ini adalah waktu berharga mereka, tapi tidak bagi Rezel. Semalam kakaknya Arfan menelponnya dan menggagalkan rencananya untuk bertemu dengan Yanda. Hal menariknya adalah kakaknya bilang Rezel di minta pulang untuk di jodohkan. Lah terus kalo abis di jodohkan nikahnya kapan pikir Rezel dia tinggal di asrama masa iya dia membawa gadis yang dia nikahi ke asrama. Beda lagi kalo gadis itu tinggal di sini. Kalo dia juga siswa sini maka Rezel bisa tinggal di kamarnya atau dia dikamar Rezel. Tenang asal sudah menikah dan memasukkan data pernikahan, hal itu diperbolehkan kok.

Ngomong-ngomong, salah satu keuntungan weekend di sekolah ini adalah bisa tidak berada di sekolah dengan tanpa seragam dan menginap selama dua hari. Jika kalian sekolah di sekolah ini kalian akan merasakan betapa susahnya keluar tanpa seragam sekolah dari sekolah ini, apalagi menginap dirumah teman. Akan ada banyak sekali prosedur bahkan persyaratan serta surat surat yang harus di lengkapi. Itu yang membuat banyak siswa malas membuat surat izin, mereka lebih memilih keluar sekolah menggunakan seragam jika jam sekolah dan melepaskannya saat jam sekolah berakhir, izinnya akan lebih mudah. Tapi, dikhususkan untuk weekend mereka bisa keluar masuk area sekolah sesuka hati mereka selama dua hari dengan prasyarat tetap tidak boleh membawa orang selain siswa A.L.M.A kedalam gerbang dua atau tiga, juga harus membawa ID untuk akses keluar masuk.

"Yanda!" Seru Rezel saat melihat gadis itu terburu buru keluar dari asrama putri.

"Oh, hai," Ucap Yanda menyahuti sapaan Rezel.

"Kamu buru buru?" Tanya Rezel lagi.

"Iya, aku harus pulang secepatnya, karna keluargaku ada acara nanti malam." Jelasnya singkat sambil berjalan bersama Rezel kearah gerbang ke dua. Bersama

"Kamu di jemput?" Tanya Rezel yang di jawab gelengan kepala Yanda.

"Dimana rumahmu? Biar aku antar, aku bawa mobil." Ujar Rezel membuat garis tipis sedikit melingkar yang menghipnotis itu terukir di wajah Yanda.

"Woah terima kasihh, niatnya tadi aku mau nyari taxi jadi buru buru, tapi makasih banget lohh, nyari taxi disini kan susah. Eh tapi gak apa emang? Rumahku di daerah χχχχχχχ loh jauh banget dari sini." Ucap Yanda panjang lebar, sebenarnya dia pengen diantar tapi dia gak enak dengan Rezel. Mereka gak pernah ketemu, dan tiap ketemu mesti minta anterin.

"Iya gak apa ayok." Kata Rezel menggenggam tangan Yanda dan menyeretnya kearah parkiran mobil.

Yanda terdiam. Ada sesuatu yang aneh sih, tapi dia tetap diam memandang tangannya yang di genggaman Rezel. Hingga mereka sampai di tempat parkir di dekat mobil Rezel dia tetap diam dan memandangi simpul tangan mereka. Tepat saat Rezel melepaskan tangannya dari tangan Yanda, sesuatu itu benar benar terasa. Entah mengapa, rasanya seperti ada sesuatu yang hilang. Bahkan Yanda sendiri tak tau itu apa, rasanya ini baru pertama kali dia rasakan. Perasaan yang seperti ini, perasaan yang susah untuk di ungkapkan, tak pernah sebelumnya Yanda merasakan hal ini. Rasanya seperti hanpa.

"Ayo masuk." Ujar Rezel menginterupsi. Ternyata Rezel sudah membuka kan pintu untuk Yanda yang sedari tadi berkutat pada pikirannya sendiri.

Sambil tersenyum Yanda masuk kedalam pintu yang sudah di buka olah Rezel dan berkata, "Terimakasih."

"Sama sama."

Fake smile itu kata pertama yang ada di pikiran Rezel saat melihat senyum yang diberikan Yanda padanya. Ada yang salah? Senyum manis tulus itu sebelumnya masih ada saat dia menawarkan tumpangan, lalu kenapa sekarang hilang begitu aja. Apa ada yang salah dari perlakuan Rezel. Dan, apa maksudnya ini, sesuatu itu kembali terasa. Ayo lah aku sudah lama tidak punya hati, tapi kenapa hati ini kembali berpacu secepat ini? Batin Rezel.

Setelah memasuki kawasan perumahan elite di daerah dekat rumahnya, Rezel pun berhenti di salah satu rumah besar bertuliskan angka delapan. Setelah mobilnya benar benar berhenti Rezel pun turun dari mobilnya dan membukakan pintu mobil di samping Yanda. Namun, entah kenapa Yanda tak kunjung turun dari mobil. Dia hanya diam menatap Rezel.

"Ada apa?" Tanya Rezel saat Yanda tak kunjung turun.

"Tidak, hanya saja ..., em, kamu mau mampir dulu gak Tirtan?" Kata yanda bimbang sambil keluar dari mobilnya. Ada sesuatu yang ia sembunyikan.

"Nggak, aku harus pulang," Ucap Rezel menutup pintu mobil.

"Btw, kalo ada yang pengen kamu omongin, omongin aja gak apa kok." Gumam Tirtan lagi saat Yanda melakukan sesuatu ke layar di samping gerbang.

"Nggak kok hanya saja, aku mendapat ruangan itu karna IQku. Lalu kamu kapan?" Tanya gadis itu sambil masih mengotak atik layar dia sana.

"Aku dengar kamu mendapat ruangan itu dan menjadi patner Gin, tapi aku gak tau kalo itu berdasarkan IQ. Selamat ya." Ujar Rezel yang di iyakan Yanda dan senyum simpulnya.

"Aku bertanya kapan kamu ada di ruangan yang sama denganku Tirtan? Aku melihat catatan IQmu dan bertanya pada Gin kenapa kamu gak ada disini juga padahal sudah jelas IQmu lebih tinggi daripada aku." Jelas Yanda to the point melihat jawaban Rezel yang terlihat enggan menjawab pertanyaan tadi.

"Aku, belum tertarik. Aku masih ingin menikmati masa SMA ku." Jawaban yang selalu Rezel berikan pada setiap guru ataupun kepala A.L.M.A ataupun Gin jika dia di minta untuk menjadi patner Gin.

"Baiklah, sepertinya ini yang dimaksud Gin di gantungkan oleh mu." Ledek Yanda membuat Rezel tersenyum. Padahal jika ada yang bertanya dan dia menjawab seperti itu biasanya orang itu akan canggung dengannya seperti merasa kecewa dengan jawabannya tapi sepertinya tidak untuk gadis ini.

"Terimakasih atas tumpangannya." Kata Yanda membuka gerbang rumahnya.

"Iya sama sama,"

"Hati hati di jalan, aku masuk dulu. Bye." Ucap Yanda masuk kedalam dan menutup gebangnya.

"Bye, dan terimakasih atas pengertiannya." Gumam Rezel saat Yanda sudah benar benar tidak ada.

Setelah mengantar Yanda ke rumahnya Rezel memacu mobilnya menuju jalanan padat, arah putar balik karna sebenarnya rumah Yanda ada di daerah yang melewati rumahnya. Demi apa coba Rezel mau mengantar gadis yang baru dua kali bertemu ke rumahnya padahal ya gak searah. Entahlah Rezel juga tidak tau, mungkin hanya debaran hari Rezel yang berpacu tiap kali melihat senyum manis itu lah jawabnya. Hanya saja, gua udah lama tak punya hati, gua udah lama melupakan bagaimana cara mencintai. Jadi gak mungkin gua suka sama Yanda. Pikir Rezel selalu menolak perasaan itu, meskipun sebenarnya, Rezel tak pernah menyukai jika seseorang berkata gadis itu sangat dekat dengan Gin, apalagi gosip terakhirnya mereka berdua berpacaran. Razel membenci hal itu.

ParadiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang