5

552 13 2
                                    

Makanan malam itu berakhir dengan debat kata penuh arti dari keduanya. Sindiran serta pertengkaran kecil juga menghiasi kesunyian diantara keduanya. Baru perkenalan saja keduanya sudah tidak akur. Yanda yang tidak menyukai Rezel dan segala pikirannya yang ternya mesum dan kotor. Serta Rezel yang tidak menyukai Yanda dengan segala tidak sok polos tapi terkesan sombong dimata Rezel yang baru Rezel tau. Namun, bagaimanapun juga jika dilihat mereka memang cocok, karan keluarga mereka yang melihat dari jauh merasa mereka sudah saling dekat, bahkan akrab. Padahal faktanya mereka hanya berdebat penuh sindiran dan cacian.

"Cukup, kakak mu berjalan mendekat." Kata Yanda mengakhiri perdebatan mereka soal isi pikiran Rezel yang en5ah karna apa bisa semesum itu.

"Rezel, Yanda, maaf jika aku menganggu kalian, tapi, jangan ngobrol hingga lupa waktu, besok kalian akan menikah." Arfan mendekati keduanya dari belakang Rezel.

"Iya iya, Denia, aku pulang duluan ya, sampai jumpa di altar besok." Kata Rezel yang dijawab senyuman seribu volt dari Yanda.

#

Entah mengapa altar pernikahan disana terasa berbeda, atu memang karna keduanya tak pernah menginjakkan kaki diatas sana. Jangankan menginjakkan kaki. Berfikir merekalah adalah mempelai di usia semudah ini. Meski hanya kolega dan teman bisnis tanpa adanya teman sekolah karna mereka belum lulus. Dan meskipun tidak satupun dari undangan mereka kenal, tetap saja ada rasa gugup.

"Tirtan Alfarezel, bersedia kah engkau menjadi pendamping hidup gadis bernama Ariyanda A Gardenia?" Tanya pendeta didepan mereka

"Iya, aku bersedia." Jawab Rezel tanpa rasa gugup.

"Ariyanda A Gardenia, bersedia kah kamu menjadi pendamping hidup lelaki bernama Tirtan Alfarezel?" Pendeta itu kembali bertanya, kali ini kepada Yanda.

"Ya, aku bersedia"

berbeda dengan Rezel yang telah menunggu pernikahan ini. Yanda malah terkesan tak menginginkannya. Entah mengapa tapi sejak semalam Yanda sangat bingung. Dia tak pernah membayangkan pernikahan ini. Meskipun sebenarnya dia sudah siap jika dijodohkan mengingat setiap gadis di garis keturunannya selalu du carikan jodoh oleh kakaknya.  Disamping itu sebenarnya Yanda takut, mendengar ucapan frontal Rezel serta pemikiran mesumnya semalam, Yanda takut dia tidak bisa seperti apa yang Rezel inginkan. Rezel yang tau Yanda larut dalam pemikirannya sendiri hanya melihatnya diam. Dia cantik dalam segala hal, tapi dia tak suka melihat banyak sekali kerutan di dahi gadis ini.

Seturunnya mereka dari altar, meski bersama bahkan bergandengan tangan, mereka larut dalam diam. Bukan, hanya Yanda yang larut dalam pemikirannya. Tapi Rezel juga, entah mengapa, hanya saja Yanda seperti membuat selubung kaca besar yang dirasa Rezel merupakan kaca penghalang antara dirinya dan Yanda.

"Selamat, sayang. Hey kenapa? Kau larut salam pemikiran mu sendiri. Ada apa?" Arumy menyambut adik kesayangannya namun Yanda hanya tersenyum tipis. Apa ini? Adiknya selalu tersenyum ceria padanya. Mana senyuman seribu volt yang dia miliki. Kenapa jadi murung begini.

"Nggak koal, bukan kah setelah ini aku harus masuk ke mobil dan pulang?"

"Ah iya, kau bersama adik ipar. Ayo mobil kalian sudah menunggu." Arumy mendorong keduanya dari belakang.

Diluar mereka telah disambut banyak sekali undangan yang telah membawa bunga ditangan mereka, dan berdiri berbaris. Mereka melempar bunga itu pada keduanya, tanda restu mereka. Mereka masih melakukan itu hingga keduanya sampai di mobil. Mobil yang mereka naiki sekarang hanya berisi dua bangku, Pajero spot. Hadiah sari Arumy dan juga Jonny. Rezel melajukan mobil itu menuju apartemen Rezel. Arfan memberikan sebuah rumah untuk tempat mereka akan tinggal nanti. Tapi sebelumnya Rezel sudah bilang agar mereka akan tinggal di apartemen Rezel untuk sementara karena setelah liburan mereka selesai, mereka harus kembali ke asrama.

Rezel menyentuh tangan Yanda yang dari tadi diletakkan di pahanya. Menggandeng tangannya membawanya ke paha rezel menenangkan. Pergerakan Rezel itu membuat Yanda yang sedari tadi menatap kedepan mengalihkan pandangannya. Dan saat itu juga Rezel bertanya.

"Apa yang kau pikirkan? Dari tadi,"

"Kamu." Jawab Yanda singkat. Itu adalah faktanya.

"Benarkah? aku? Apa yang kamu pikirkan tentang aku?" Tanya Rezel bersemangat.

"Tidak ada," kata Yanda melirik Rezel sebentar.

"Ngomong aja gak apa kok. Apa?" Tanya Rezel lagi tak puas dengan apa jawaban dari Yanda.

"I'am afraid Rezel.  Aku takut aku bikin kamu kecewa." Ungkap Yanda tak enak.

"Don't be afraid baby, kita saling belajar aja, yang penting jalani dulu." Hanya itu yang bisa Rezel katakan untuk menenangkan.

#

"Rezel? Zel? Rezel kamu dimana?"

Apartemen ini tak besar. Tapi faktanya ini sangat besar. Yanda telah menjelajahi seluruh tempat hingga dia hafal seluk-beluk apartemen. Tapi yang dicari tak kunjung ketemu. Sejak Yanda merapikan bajunya tadi, Rezel menghilang tanpa jejak. Dicari dimanapun juga tak ada jika dia memang tak ada di rumah. Lelah mencari, Yanda lebih memilih duduk disofa. Dia bisa mengirim pesan pada Rezel. Itu pun jika lima menit lagi dia tak datang juga.

Dan lima menit yang dia tunggu berlalu sia-sia. Dia menggapai handphone yang sedari tadi tergeletak di atas meja. Mencari nama Rezel di kontak ALMA chat-nya. Dan mulai menulis pesan.

Ariyanda
Kamu dimana?

Tirtan

Restoran dekat apart, kau mau makan apa?

Ariyanda
Nasi goreng, kenapa gak mengajaku?

Tirtan
Lama, belom mandi lagi

Ariyanda
Tidak bisa kah kita akur sekali saja?


Lima belas menit setelah itu Rezel sudah sampai kembali ke Apartemen. Tapi sekarang, dia sama sekali tak menemukan istrinya di kamar, ruang tamu, dapur, atau pun Kamar mandi. Mata menatap kearah pintu lemari es. Disana terdapat stiker kecil. Jungkook mendekat.

Aku ke mini market dibawah. Kak Arfan bilang besok hingga seminggu kedepan dia akan menginap. Tidak ada makanan dirumah. Handphone ku baterainya low.

"Kenapa ngak nunggu aku dulu. Kakak juga, dia serius mau mengawasi aku." Pikir Rezel melayang. Akhirnya Rezel kembali keluar kamar dan tutun menggunakan lift. Dia baru saja keluar dari lift saat Yanda baru keluar dari mini market dan akan berjalan kearah lift yang sama.

"Yanda?" Ucap rezel pada gadis yang sedang berjalan itu.

"Eh, Rezel?" Ucap Yanda yang mengalihkan pandangannya.

"Ayo ikut aku," pinta rezel menggenggam tangan Yanda yang lengah.

Tanpa banyak kata Yanda  mengikuti kemana langkah kaki Rezel. Rezel menuntun Yanda ke area parkir motot. Setelah Rezel menaiki motornya, dia juga menyuruh Yanda agar segera naik. Setelahnya memastikan Yanda benar-benar naik, Rezel memalingkan sedikit badannya hingga mereka bisa sedikit berhadapan. Detik berikutnya Rezel memakaikan Yanda helm. Jika Yanda tak melupakan seperti apa kelakuan lelaki di depannya ini, mungkin ini akan jadi hal yang romantis. Apa lagi jika orang itu orang yang disayang. Tapi karna ini Rezel yang isih otaknya hal mesum doang, entah mengapa Yanda jadi takut ada maksud terselubung.

"Peluk," ucap Rezel.

"Hah?" Tanpa harus Rezel jawab dia langsung memacu kecepatan diatas rata-rata yang membuat Yanda mau tak mau mengarahkan tangannya untuk memeluk Rezel. Rezel kamvret! Kurang ajar! Tukang modus! Si mesum! Begok! Yanda memaki dalam hati.

ParadiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang